JAKARTA - Adanya ketergantungan terhadap energi fosil akan membahayakan ketahanan energi di Indonesia di masa depan. Hal tersebut mendorong Komite II DPD RI untuk segera menyusun RUU Inisiatif tentang Pengembangan Energi Terbarukan.

Melalui RUU yang juga masuk dalam prolegnas tahun 2015-2019 tersebut, diharapkan memunculkan upaya terkait diversifikasi energi yang berupa sumber energi terbarukan dalam rangka mengamankan pasokan energi dalam negeri.

Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan pakar geothermal, Yunus Daud di Ruang Rapat Komite II DPD RI hari Senin (30/1), Ketua Timja penyusunan RUU Pengembangan Energi Terbarukan, Wa Ode Hamsinah mengatakan bahwa peyusunan RUU tentang Energi Terbarukan bertujuan untuk membuat sebuah landasan regulasi dalam diversifikasi energi. Sehingga kedepannya Indonesia tidak hanya tergantung pada energi fosil dan justru beralih ke energi terbarukan.

"Semangat DPD untuk mengangkat RUU terbarukan dalam produk legislasi ini agar kita punya landasan menginisiasi dan mengelola energi terbarukan," ujar Senator dari Sulawesi Tenggara ini.

Upaya dalam mengelola serta mengembangkan energi terbarukan di Indonesia saat ini belum terlaksana sesuai rencana. Pembangkit energi di berbagai tempat masih menggunakan bahan bakar fosil, padahal di Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi tinggi di bidang energi terbarukan, seperti panas bumi. Adanya pengembangan energi terbarukan dapat menjadi solusi atas ketergantungan terhadap energi fosil yang kian menipis.

Yunus Daud yang menjadi narasumber dalam RDPU tersebut menyambut baik langkah DPD RI dalam menyusun RUU tentang energi terbarukan. Dirinya menjelaskan bahwa potensi energi terbarukan di Indonesia sangat besar. Indonesia harus beralih dari sumber energi fosil ke sumber energi terbarukan.

"Menurut saya UU ini sangat mendesak. Bahkan menurut saya ini sangat terlambat. Oleh karena itu saat ini, kita harus mulai. Kita terlalu asyik dengan energi fosil. Kalau tidak ada perencanaan (energi terbarukan), kita tidak akan mandiri," tegasnya.

Dirinya juga beranggapan bahwa inisasi pengembangan RUU sangat selaras dengan bagaimana indonesia punya ketahanan atau sekuriti energi kedepan. Saat ini sumber energi terbarukan di Indonesia belum dikembangkan secara maksimal. Langkah-langkah konkret dari pemerintah untuk mengembangkan sumber energi terbarukan belum terlihat jelas. Saat ini Indonesia masih bergantung pada impor energi dari luar negeri.

Mengacu pada PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, target energi terbarukan pada bauran energi tahun 2025 hanya sebesar 23%. Angka tersebut masih menunjukkan besarnya ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil.

"Tapi saya tidak melihat 23%-nya, tapi melihat sisanya. Sisa 77% itu energi fosil. Jadi tahun 2025 kita tidak bisa lepas dari energi fosil, 77% itu angka yang besar. Mestinya renewable energi lebih besar lagi," tegasnya.

Yunus juga berharap agar RUU tentang energi terbarukan ini dapat membuka mata masyarakat bahwa jika Indonesia selalu menggantungkan pada energi fosil maka kedepannya Indonesia akan mengalami krisis energi. Keberadaan RUU ini akan menjadi landasan kuat dalam pengembangan energi terbarukan. (rls)