JAKARTA - Di tengah pemulihan kepercayaan rakyat kepada Mahkamah Konstitusi (MK), setelah penangkapan mantan Ketua MK Akil Mochtar pada 2013 silam, kasus serupa kembali terjadi. Kali ini Hakim MK Patrialis Akbar yang diciduk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Ibarat petir yang hadir di siang bolong, rasanya tidak mungkin, tidak percaya kejadian ini terulang kembali di MK," ujar Anggota Komisi II DPR, Arteria Dahlan kepada GoNews.co melalui siaran persnya, Minggu (29/1/2017).

"Saat ini kita semua berduka, Indonesia kembali berduka. Rakyat kembali dipaksa untuk menerima bahwa sistem dan penegakan hukum yg ada di Mahkamah Konstitusi sangatlah bobrok, memalukan dan harus segera dibenahi," tegas politisi PDI-P ini.

Berikut pernyataan Arteria soal operasi tangkap tangan (OTT) Patrialis Akbar, terkait dengan suap dalam judicial review UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Ibarat petir yang hadir di siang bolong, rasanya tidak mungkin, tidak percaya kejadian ini terulang kembali di MK".

"Saya sangat kecewa, turut berduka cita dan sangat memahami apabila saat ini kita semua berduka, indonesia kembali berduka. Rakyat kembali dipaksa untuk menerima bahwa sistem dan penegakan hukum yang ada di MAhkamah Konstitusi sangatlah bobrok, memalukan dan harus segera dibenahi."

Ini hukumnya sudah "keadaan darurat hukum." Mahkamah Konstitusi yang diamanahkan sebagai "pengawal konstitusi dan penjaga demokrasi" masih belum dapat memulihkan kepercayaan publik dan mensucikan diri untuk keluar dari potret peristiwa kelam saat tertangkapnya Akil Mochtar.

Bayangkan, ditangan merekalah nasib umat dan bangsa ini ditentukan, tapi ternyata faktanya hukum, keadilan dan undang-undang sebagai wujud kedaulatan dapat dengan mudahnya dipermainkan, ditransaksikan bahkan dibuat sebagai komiditas yang materi muatannya sejati sangat jauh dari kehendak rakyat.

Saya sangat menghormati upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK, dan seandainya terbukti benar, saya sangat apresiasi denga kinerja KPK periode ini. Tidak banyak berpolemik tapi kerjanyanya terukur dan cukup memenuhi kebutuhan publik akan penegakan hukum yang berskala besar dan berdampak masaif, walaupun demikian saya tetap minta semua pihak untuk mengedepankan azas praduga tak bersalah.

Sebelumnya, KPK menangkap Patrialis, bekas politikus Partai Amanat Nasional, pada Rabu (25/1/2017), karena diduga menerima suap dari pengusaha impor Basuki Hariman Sin$ 200 ribu.

Pemberian duit itu bertujuan mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. ***