LHOKSEUMAWE - Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Lhokseumawe,  mencatat ada beberapa faktor hambatan dalam penerapan syariat Islam di daerah setempat. Faktor utama adalah penegakan hukum yang tidak tegas, sehingga potensi untuk melakukan maksiat lebih berpeluang terjadi, terutama di malam hari.

“Kota Lhokseumawe merupakan daerah yang sudah diterapkan syariat Islam, namun ada beberapa faktor yang menghambat penerapannya. Semoga ke depannya, penerapan syariat Islam bisa berjalan seratus persen,” ujar Ketua MPU Kota Lhokseumawe, Tgk Asnawi.

Sebagai contoh, katanya, akibat penerapan hukum yang tidak tegas, apabia ada pelaku bisnis yang ingin memproduksi barang-barangnya, misalkan seperti penjualan sepeda motor dan membuat show di malam hari.

Acara yang diselenggarakan pada malam hari dan dihadiri oleh lelaki dan perempuan, maka potensi perbuatan maksiat bisa saja terjadi. “Seharusnya acara-acara yang sifatnya bisa berpotensi terjadinya maksiat, maka tidak perlu diberikan izin. Makanya di sini diperlukan penegakan hukum yang tegas dan bisa bermanfaat bagi seluruh masyarakat,” katanya.

Menurutnya, personel Polisi Syariah (Waliyatul Hisbah) Kota Lhokseumawe harus ditambah lagi, sehingga personel tersebut bisa ditempatkan di daerah-daerah yang rawan terjadinya maksiat.

Masalah lain yang menjadi perhatian serius, yaitu mengenai akidah setiap masyarakat yang sudah terikut arus globalisasi. Sehingga masalah-masalah tersebut, menjadi tantangan besar untuk waktu sekarang.

“Coba lihat sekarang, akidah generasi muda kita suda banyak yang rusak. Sehingga terjerumus ke segala hal, seperti memakai narkoba dan hal-hal lainnya yang dilarang oleh agama Islam,” kata Tgk Asnawi.

MPU Kota Lhokseumawe juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai bahaya misionarisme. Pihaknya pernah menemukan selebaran-selebaran yang mengucilkan agama Islam yang dibuat oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.