MEDAN - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara memasukkan 39 Rancangan Peraturan Daerah (Ranpendra) di mana salah satu di antaranya Ranpendra terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Sumatera Utara pada Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2017, Jum'at, (6/1/2017). Anggota Badan Legislasasi DPRD Provinsi Sumut, Sarma Hutajulu SH menyatakan bahwa Ranperda tersebut akan dibahas DPRD Sumut dan Pemprov Sumut secara simultan bersama 38 Ranperda lainnya. 
"Diupayakan akan bisa disahkan pada tahun 2017. Kita juga nantinya akan melibatkan masyarakat sipil, bila diperlukan guna tambahan informasi," kata anggota fraksi PDIP ini kepada www.gosumut.com.

Mantan Ketua Komisi A DPRD Provinsi Sumut ini berharap Perda tersebut bisa menjadi solusi untuk penanganan konflik. "Harapannya, Perda ini nantinya bisa melindungi sekaligus menjadi solusi konflik-konflik yang dialami oleh masyarakat adat dalam memperjuangkan hak-haknya," ujar Sarma. 

Menaggapi hal itu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak dan Hutan Rakyat Institute (HaRI) menyatakan menyambut baik dukungan DPRD Sumut terkait ketok palu Ranperda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Sumatera Utara pada Prolegda 2017 ini. 

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) AMAN Sumut, Harun Noeh mengatakan, pihaknya menyambut baik dan mengapresiasi DPRD Provinsi Sumut, "AMAN menyambut baik komitmen dan dukungan DPRD Sumut dalam mensahkan dokumen Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Sumut dalam Prolegda 2017. Harapan kami tentunya agar menjadi prioritas untuk bisa segera dibahas dan disahkan menjadi Perda" kata Harun.

Senada dengan itu, Ketua DPW AMAN Tano Batak, Roganda Simanjuntak menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Sumut dan DPRD Sumut sudah menginisiasi adanya payung hukum di tataran provinsi Sumatera Utara, sangat penting agar ada upaya mendorong daerah kabupaten / kota bisa menginisiasi hal yang sama. Harapan masyarakat adat ke depan, dengan adanya Ranperda yang akan disahkan tersebut, upaya-upaya kriminalisasi terhadap masyarakat adat akan bisa dihentikan, dan masyarakat adat bisa lebih mudah dalam melakukan klaim wilayah adatnya. "Karenanya, Pemerintah Daerah harus hadir dalam melindungi dan mengayomi masyarakat adat di wilayahnya sebagai salah satu kelompok paling rentan," sebutnya. 

Sementara itu, Direktur HaRI, Wina Khairina mengaku sangat mengapresiasi langkah DPRD Provinsi Sumut terkait Prolegda. Keberadaan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Sumut sangat penting agar masyarakat bisa melakukan klaim hak atas wilayah adatnya sesuai isyarat putusan MK No. 35 tahun 2015. "Maka dari itu, perlu percepatan agar hutan yang tersisa di Tapanuli dan daerah lainnya bisa diselamatkan. Karenanya HaRI menyambut baik inisiatif ini," akunya. 
Ia menambahkan, pengesahan Perda terkait hutan adat tersebut merupakan hal yang sangat penting. "Ini merupakan hal yang sangat urgen. Sebab, dengan adanya Perda ini, masyarakat adat bisa mengklaim wilayah adatnya," tambah Wina sembari mengatakan hadirnya komitmen dari DPRD tentunya merupakan sebuah sprit baru dalam memperjuangkan hak - hak masyarakat adat.