JAKARTA - Majelis hakim membebaskan mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur (Kadin Jatim) La Nyalla Mahmud Mattalitti dari semua dakwaan.

"Menyatakan, terdakwa La Nyalla Mahmud Mattalitdi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pindana korupsi."

"Membebaskan terdakwa dari kedua dakwaan di atas. Memerintahkan agar terdakwa segera dikeluarkan dari dalam tahanan dan mengembalikan nama baik, harkat dan martabat terdakwa La Nyalla Mahmud Mattaliti," kata ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Sumpeno di Jakarta, Selasa (27/12/2016).

Dalam perkara ini, La Nyalla dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1,1 miliar karena melakukan korupsi dana hibah pengembangan ekonomi provinsi Jatim sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp26,654 miliar.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan subsider dari pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 KUHP.

Dalam putusannya, majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Baslin Sinaga, Mas'ud, Sigit dan Anwar menyatakan bahwa La Nyalla tidak terbukti merugikan keuangan negara.

"Terlepas dari alasan penuntut umum yang menyatakan penyelewengan hibah merugikan keuangan negara hingga Rp26,5 miliar sudah dipertanggungjawabkan oleh saksi Diar Kusuma Putra (Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Jaringan Usaha Antar Kadin Jatim) dansaksi Nelson Sembiring (Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Kadin Jatim) yang sudah diputus perkaranya di Pengadilan Negeri Surabaya dan diterapkan pasal 55.

"Sehingga jelaslah terdakwa La Nyalla tidak pernah dilibatkan dalam perkara dana hibah tersebut, sehingga kerugian negara Rp26,5 miliar tidak dapat lagi dimintakan pertanggungjawabannya kepada terdakwa La Nyalla karena sudah ditanggung oleh Diar dan Nelson," kata anggota majelis hakim Sigit.

Sedangkan mengenai keuntungan Rp1,1 miliar yang dalam tuntutan jaksa penuntut umum Kejati Jawa Timur dari hasil penjualan saham IPO Bank Jatim yang pembelian dananya disebut menggunakan dana hibah, hakim mengatakan uang pembelian saham itu sudah dikembalikan.

"Terkait uang Rp1,1 miliar, majelis hakim mempertimbangkan, di persidangan telah diperiksa saksi dan ahli. Dari keterangan saksi Diar dan Nelson, menyatakan pinjaman adalah penggunaan dana hibah sudah dikembalikan pada 2012, tapi tidak dibuat kuitansi resmi karena hanya dengan catatan kecil. Saksi Diar menyatakan terdakwa diminta untuk melengkapi administrasi karena ada yang telah ketelingsut," kata anggota majelis hakim Mas'ud.

Pengembalian dana pembelian sebesar Rp5,3 miliar itu dilakukan secara bertahap sebanyak 5 kali, namun tidak tercatat dalam pembukuan dan tidak ada bukti.

"Kadin Jatim administrasinya tidak tertib bahkan buruk. Kadin Jatim yang menyalahgunakan dana hibah yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp26,5 miliar. Berdasarkan keterangan dan 3 alat bukti yang sah, majelis hakim berkeyakinan uang Rp5,3 miliar telah benar dikembalikan ke Kadin Jatim. Berdasarkan pendapat ahli, uang Rp5,3 miliar tersebut juga sudah termasuk yang dipertanggungjawabkan saksi Diar dan Nelson dan uang yang dikembalikan tidak dikembalikan ke rekening tapi langsung digunakan untuk kegiatan Kadin," ungkap hakim Mas'ud.

Sedangkan mengenai bukti materai tempel Surat Pengakuan Hutang yang seolah-olah dilakukan pada tanggal 9 Juli 2012, padahal materai baru dicetak oleh Perum Peruri pada tanggal 11 Juni 2014, hakim menilai hal itu hanyalah urusan administrasi.

"Materai tempel yang tidak sesuai tahun pembuatannya karena catatat ketlingsut atau hilang hanyalah bersifat administrasi, sehingga menurut majelis hakim, unsur menguntungkan diri sendiri dan orang lain tidak dapat dibuktikan," kata haki Mas'ud. Namun, dua hakim anggota yang merupakan hakim ad-hoc menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting oppinion).

"Menimbang, akan tetapi dua hakim mengajukan dissenting opinion. Dana hibah tidak dibenarkan untuk digunakan di luar kegunaan yang disusun dalam proposal. Di satu sisi, telah mendelegasikan, tapi di sisi lain terdakwa tetap memantau penggunaannya dan mendatangi anak buahnya dengan demikian tedakwa tetap harus dimintai pertanggungjawabannnya," kata hakim Sigit.

Apalagi terdapat keuntungan Rp1,1 miliar yang didapat dari hasil penjualan IPO Bank Jatim yang harus dikembalikan kepada negara karena diperoleh dari dana yang berasal dari negara. "Pengembalian uang Rp5,3 miliar tidak menghapuskan penyimpangan yang telah dilakukan. Terdakwa juga mengetahui dana hibah Kadin pernah dipinjam untuk persebaya yang tidak masuk dalam proposal kegiatan. Terdakwa juga kerap mengeluarkan cek kosong sehingga terdakwa tidak berhati-hati dalam mengelola keuangan kadin," tambah hakim Sigit.

Terungkap dari salah satu saksi bahwa untuk menghilangkan kesalahan La Nyalla mengubah utang dana IPO Jatim menjadi pinjaman klub Persebaya dengan alasan untuk tertib anggaran dan tidak dibolehkan menggunakan uang dari negara. "Hal ini membuktikan terdakwa terlibat. Terdakwa harus turut bertanggung jawab karena turut mengelola uang negara. Terdakwa Lalai atau abai pengelolaan dana hibah sehingga menguntungkan orang lain sehingga merugikan negara," ungkap hakim Sigit.

Atas putusan ini, JPU menyatakan pikir-pikir. "Kami menyatakan pikir-pikir," kata jaksa I Made Suarnawan. Terkait perkara ini, Nelson Sembiring sudah divonis 5 tahun 8 bulan sedangkan Diar Kusuma Putra dihukum 1 tahun penjara 2 bulan.

Kabar kebebasan Lannyala ini juga disambut antusias oleh para suporter Timnas Indonesia dengan ucapan takbir dan rasa syukur yang mulai meramaikan media sosial. Dari pantauan GoNews.co, seperti akun facebook augus, Ratri dan banyak lainnya menulis, "Allahu Akbar!! Allahu Akbar... Alhamdulillah Ya Allah, Pak Lannyala Bebas," tulisanya. ***