MEDAN - Kasus infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Sumatera Utara (Sumut), hingga kini terus mengalami peningkatan dan perhatian serius dari pemerintah. Hingga September 2016, dari 8.112 kasus HIV/AIDS, 107 diantaranya merupakan kasus penularan ibu terhadap bayinya.

"Kasus penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi cukup memprihatinkan, dari 107 kasus ada 68 kasus HIV dan 39 kasus AIDS. Seharusnya penularan itu bisa diantisipasi dengan melakukan sosialisasi," sebut Manager Project Global Fund Dinas Kesehatan Sumut Andi Ilham Lubis, Rabu (21/12/2016).

Andi juga mengatakan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak seharusnya bisa dicegah dengan melakukan screening terhadap ibu hamil sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013.

"Jadi ibu hamil, bagaimana supaya anaknya tidak terinfeksi HIV/AIDS. Sesuai peraturan ini, semua ibu hamil wajib dilakukan tes. Jadi kalau dilakukan pemeriksaan, tentu lebih mudah memutus penularannya," katanya.

Menurut Andi, meningkatnya penularan HIV ke ibu dimulai sejak 2000 dan lebih jelas peningkatannya dari grafik 2010, sejak para suami banyak positif pada narkoba suntik dan selanjutnya masuk ke kelompok istri. "Dari Survei Terpadu Biologi Perilaku tahun 2007, ada 55,6 persen suami pemakai narkoba suntik. Sejak itu, kasus HIV mulai meningkat dikalangan wanita, terjadi penularan pada pasangan termasuk juga pelanggannya," ujarnya.                         

Ia juga menyinggung, program pencegahan dilakukan saat kasus sudah besar. Sementara pada awalnya ada kasus, tidak segera diantisipasi. "Padahal dari survei kelihatan ada kasus, harusnya dengan adanya Perda, segera diantisipasi," tukasnya.                       

Jadi, lanjutnya, jangan setelah kasusnya besar, baru ribut. Waktu mulai ada kasus, biasa biasa aja. "Kita gak tau kenapa, apa karena kurang memahaminya pengambil keputusan tentang HIV/AIDS atau masalah anggaran. Sekarang kasusnya sudah masuk ke rumah," ujar Andi.                             

Maka untuk menangatasi permasalahan HIV/AIDS, Andi menyarankan perlunya intervensi, pencegahan, promosi dan pengobatan.                                              

Selain itu, katanya lagi, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota juga harus memiiki visi dan misi bagaimana mengatasinya lima tahun ke depan. Dilakukan evaluasi setiap tahunnya, bagaimana hasil yang diperoleh dari upaya preventif, promotif, karena kalau sudah sakit, biaya akan besar. "Lima tahun ke depan, apa yang mau dicapai. Saat ini, baru 17 kabupaten/kota yang memiliki layanan seperti VCT. 5 tahun ke depan, semua kabupaten/kota sudah memilikinya," ujarnya.

Sedangkan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi, jelas Andi, disebabkan karena terjadinya kontak cairan darah. Namun jika ibu segera mengikuti program pencegahan HIV/AIDS dari ibu ke anak, maka tidak akan ada anaknya yang positif.

"Bila diupayakan, di mana kehamilan awal langsung minum obat antiretroviral, maka virus bisa ditekan, sehingga ibu bisa melahirkan normal dan bayi tidak terinfeksi HIV," ujanya mengakhiri. 

Sementara itu, Anggota DPD RI asal Sumut, Darmayanti mengatakan, masalah narkoba dan HIV juga belum berkurang bahkan mungkin bertambah. Karenanya, hasil rapat baru baru ini dengan Menteri Kesehatan RI, penyebab tingginya kasus itu dikarenakan lemahnya pengawasan. "Jadi, kita desak Kemenkes RI agar ibu hamil wajib dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah tertular HIV," jelasnya.

Jadi, menurut Damayanti, yang penting adalah tindakan preventif dengan meningkatkan pelayanan primer. "Kalau tidak kita bisa kebakaran jenggot. Anggaran untuk penanggulangannya tahun 2017 kita harapkan naik," katanya.    

Damayanti juga mengharapkan kabupaten/kota tidak hanya menunggu Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) seperti untuk obat obatan dari pusat. "Daerah juga harus menganggarkannya, jangan hanya menunggu itu, tetapi alokasikan juga anggarannya," harapnya.