MEDAN - Hasil survei Pemantauan Status Gizi (PSG) 2015 di Sumatera Utara, 16,5 persen bayi dibawah lima tahun (Balita) mengalami tubuh sangat pendek. Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Sumut dr Retno Sari Dewi melalui Kordinator Pengelolaan Gizi, Ferdinan mengatakan, untuk stunting (anak pendek) itu kriterianya berdasarkan standard WHO. Sementara faktor penyebab balita pendek didominasi masalah gizi sejak kehamilan. Hal itu mungkin disebabkan ibu menderita anemia gizi, kurang energi kronis dan ibu menderita penyakit pre eklamsia.

“Penyebab stunting bukan dilihat dari anak sejak lahir, tetapi saat dikandungan yaitu karena faktor ekonomi rendah, dan pola asuh. Dimana pola asuh ini tidak sama dengan yang pendapatannya tinggi lalu anaknya normal. Juga faktor lingkungan atau pola hidup bersih dan sehat dan pengetahuan tentang gizi," ujar Ferdinan, Rabu (7/12/2016) di Medan.

Selain itu, sebut Ferdinan, hal itu juga dikarenakan faktor zat kimia dalam bahan makanan yang masa inkubasinya lima sampai sepuluh tahun kemudian.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, persentase  stunting di Sumut mencapai 42,5 persen. Namun hal ini terus menurun di tahun 2015 menjadi 34,9 persen atau turun 7 sampai 8 persen.

"Jadi, ada hasilnya untuk stunting mengalami penurunan 7 sampai 8 persen selama dua tahun. Kalau untuk Indonesia target 2019 yaitu 28 persen, yang dimulai sejak Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014 sampai 2019,” katanya. 

Makanya, sambung Ferdinan kembali, pentingnya diperhatikan kebutuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu sejak anak dalam kandungan sampai usia 2 tahun untuk mengatasi stunting.

“Upaya yang kita lakukan dengan program 1000 HPK untuk menurunkan angka stunting yaitu tiap ibu hamil wajib mendapatkan 90 tablet zat besi (Fe), pemberian makanan tambahan ibu hamil selama 90 hari. Mengadakan penyuluhan pentingnya gizi pada ibu hamil, mengadakan pelatihan inisiasi menyusui dini dan program lainnya,” kata Ferdinan.

Dijelaskannya kembali, untuk ukuran yang disebut tinggi badan pada anak usia bisa berdiri yaitu 1 tahun ke atas adalah kalau 80 cm disebut normal, 70 cm pendek dan 60 cm sangat pendek. Sedangkan ukuran panjang badan bagi anak usia dibawah 1 tahun yaitu 48 cm dikatakan normal, kurang dari 48 cm pendek dan dibawah 48 cm sangat pendek.

“Misalnya anak usia 10 bulan maka tingginya 80 cm, kalau 71 cm dikatakan pendek,” katanya mencontohkan.

Dari data Pemantauan Status Gizi itu, yaitu Langkat dengan anak sangat pendek 7,4 persen dan pendek 11,1 persen. Lalu Sibolga anak sangat pendek 7,7 persen dan pendek 13,4 persen. Rata rata di Sumut dari 33 kabupaten/kota untuk anak sangat pendek 16,5 persen, pendek 18,4 persen dan normal 65,1 persen.

"Indikator stunting suatu daerah dikatakan bermasalah berdasarkan WHO prevalensi anak pendek diatas 20 persen. Kalau Sumut 34,9 persen. Jadi, Sumut masih bermasalah dengan gizi anak,” ujarnya.

Karenanya, Ferdinan mengharapkan pentingnya mengoptimalkan peran lintas sektor melalui Rencana Aksi Pangan Gizi Daerah (RAPGD) yang diantaranya terdiri dari dinas kesehatan, pertanian, badan ketahanan pangan, perikanan dan peternakan. “RAPGD ini harus ada tiap lima tahun yaitu sejak 2014,” katanya mengakhiri.