MEDAN - International Union for Conservation of Nature ( IUCN) meliris, selama 75 tahun terakhir populasi orangutan Sumatera telah mengalami penurunan sebanyak 80%. Dalam kurun waktu 1998 dan 1999, laju kehilangan tersebut dilaporkan mencapai sekitar 1.000 orangutan per tahun dan terdapat di Ekosistem Leuser, salah satu luasan hutan terbesar di bagian utara Pulau Sumatera. Saat ini populasi orangutan Sumatera diperkirakan hanya tersisa sekitar 6.500-an ekor (Rencana Aksi dan Strategi Konservasi Orangutan, Dephut 2007) dan dalam IUCN Red List edisi tahun 2002, orangutan Sumatera dikategorikan Critically Endangered atau sudah sangat terancam kepunahan.

Kondisi ini yang membuat Panut Hadisiswoyo, aktivis lingkungan di Medan, yang baru-baru ini memperoleh National Geographic Award di Amerika Serikat, mendirikan Yayasan Orang Utan Sumatera Lestari- Orang Utan Information Center atau YOSL OIC, sejak tahun 2001.

“Saya sendiri mendirikan OIC ini untuk membantu persoalan yang tidak bisa diselesaikan karena orang utan ini satwa yang dilindungi , satwa yang menjadi simbol keanekaragaman hayati  Indonesia . Ini  aset kekayaan negara yang harus dilindungi oleh undang-undang maka kita tergerak untuk membantu orang utan ini dengan cara apapun,” kata Panut.

Menurut Panut, orang utan terancam punah karena habitatnya semakin tergerus. Saat ini, akses bagi pemburu semakin mudah untuk berburu orang utan.  Para pemburu mengambil bayi orang utan kemudian membunuh induknya.

“ Dengan membunuh induknya para pemburu bisa mendapatkan bayinya. Dan ancaman terbesar menurut saya adalah deforestasi atau perubahan tutupan hutan sehingga mereka tidak bisa hidup secara alami dan kemudian banyak mereka yang terisolasi  atau tersesat di perkebunan dan ladang masyarakat,” ungkap Panut.

Di Sumatera Utara, diperkirakan tutupan hutan telah berkurang dari sekitar 3,1 juta hektar di tahun 1985 menjadi 1,6 juta hektar pada 2007. Sebaran orangutan di masa yang lalu diperkirakan hingga ke Sumatera Barat (Yeager, 1999), tetapi saat ini sebaran orangutan di habitat aslinya hanya terdapat di Aceh dan Sumatera Utara serta areal reintroduksi orangutan di perbatasan Jambi dan Riau.

Maka untuk menjaga populasi orang utan, Yayasan OIC yang didirikan Panut bekerjasama dengan masyarakat lokal sekitar habitat orang utan Sumatera memberdayaan masyarakat desa untuk sama-sama menjaga kelestarian orang utan. Caranya dengan tidak melakukan ekspansi lahan ke hutan tempat tinggal orang utan.

Selan itu Panut membuat program restorasi ekosistem hutan, mengatasi konflik manusia dan orang utan di sekitar  Taman Nasional Gunung Leuser dan kawasan ekosistem Leuser di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.