MEDAN - Usai Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) nyatakan berkas Ramadhan Pohan lengkap (P21), kini tim penyidik Polda Sumut telah mengirimkan surat panggilan kepada Ramadhan Pohan, tersangka kasus dugaan penipuan Rp 15,3 miliar. Politisi Demokrat itu akan dipanggil pekan ini.

Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumut, Rina Sari Ginting mengatakan, surat pemanggilan telah dilayangkan pekan lalu berisi pemanggilan Ramadhan Pohan pekan ini.

“Penyidik sudah mengirim surat ke Ramadhan Pohan datang dalam pekan depan untuk dilimpahkan ke jaksa,” kata Rina saat dikonfirmasi via telepon selular, Minggu (27/11/2016).

Rina menyebutkan, selanjutnya setelah dilimpahkan ke Kejatisu, menurutnya selanjutnya merupakawan wewenang Kejatisu. “Pelimpahan tersangka berarti wewenang sudah berada pada Kejatisu,” ungkapnya.

Sementara terpisah, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejatisu, Bobbi Sandri, mengatakan, pihaknya berkomitmen, tidak akan menerima penyerahan barang bukti dan tersangka tanpa dihadiri Ramadhan Pohan.

“Dinyatakan berkas lengkap (P21) itu nanti sewaktu penyerahannya kan harus dua-duanya juga, barang bukti dan tersangka (Ramadhan Pohan),” kata Bobbi.

Disinggung perihal Ramadhan Pohan merupakan status tahanan kota milik Polda Sumut, Bobbi tetap menyatakan sewaktu penyerahan harus dibarengi barang bukti dan Ramadhan Pohan.

“Ya pokoknya kami minta datang (Ramadhan Pohan) saat penyerahan barang bukti dan tersangka,” ucapnya.

Pengamat Hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU) Nuriono berpandangan, selama ini seorang pelanggar hukum tidak lagi menjadi fenomena jika ditetapkan sebagai tahanan kota. Sebab, katanya, sebuah realita penegakan hukum di negeri ini tajam ke bawah dan selalu tumpul ke atas. “Artinya, ternyata masyarakat miskin itu adalah masyarakat yang sangat dispilin hukum,” kata Nuriono, kemarin.

Dia menjelaskan, faktanya dapat ditemukan ketika seorang tersangka segera dilimpahkan  ke kejaksaan, masyarakat miskin selalu hadir. Tetapi, selalu berbeda dengan penguasa yang punya akses. Para penguasa katanya, selalu beragumentasi dan beralibi terkait persoalan pengalihan status tahanan.

“Orang yang punya kekuasaan tidak pernah taat menghadapi proses hukum. Ini kan sebuah realita yang tidak bisa dielakkan,” ujarnya. 

Untuk diketahui, Kejatisu menyatakan, berkas Ramadhan Pohan atas kasus dugaan penipuan senilai Rp15,3 miliar telah lengkap (P21), Rabu (23/11/2016) lalu. Kini, tim penyidik tinggal menunggu penyerahan Ramadhan Pohan.

Sementara, berkas tersangka dalam kasus yang sama, Savita Linda Hora Panjaitan masih dipelajari oleh tim jaksa peneliti. Sebab, sewaktu pengiriman berkas, pihak Polda Sumut lebih dahulu mengirimkan berkas Ramadhan Pohan. Namun, dalam penyidikan di Polda Sumut, Ramadhan Pohan dan Savita tidak ditahan alias tahanan kota. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Ramadhan Pohan dan Savita Linda Hora Panjaitan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penipuan oleh Polda Sumut  setelah keduanya dilaporkan karena diduga menipu dan menggelapkan uang Rp15,3 miliar. Laporan itu dilayangkan ibu dan anaknya, LHH Sianipar dan RH Simanjuntak. LHH Sianipar mengalami kerugian Rp4,5 miliar, sedangkan RH Simanjuntak merugi Rp10,8 miliar, sehingga total kerugian Rp15,3 miliar.

Korban mengatakan, menyerahkan uang itu langsung di kantor Tim Sukses Pemenangan Ramadhan-Eddi (REDI) pada (8/12/2015) lalu disaksikan Bendahara Tim Pemenangan “REDI” ketika Pilkada Medan 2015 lalu, Savita Linda Hora Panjaitan yang juga sebagai perantara. Saat menerima uang, Pohan berjanji kepada korban akan mengembalikannya sepekan berselang. Mantan anggota DPR itu pun menyerahkan cek Bank Mandiri senilai Rp4,5 miliar untuk dicairkan pada waktu yang sudah ditentukan.

Sepekan berlalu, korban mencairkan cek yang diberikan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat itu ke Bank Mandiri. Namun, cek itu tidak dapat dicairkan karena dana di dalam rekening tidak mencukupi.