JAKARTA – Ketua DPD RI, M. Soleh mengatakan, kebijakan fiskal dan moneter dinilai belum memberikan pengaruh bagi pihak swasta untuk berekspansi pada sektor riil. Hal ini disampaikannya saat membuka seminar pengkajian dan informasi anggaran pusat dan daerah dengan tema Kebijakan Fiskal dan moneter RPJMN (2015-2016) di Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (23/11/16).

Dalam seminar yang digagas oleh Budget Office Komite IV DPD RI ini, M. Soleh mengatakan DPD RI perlu melakukan pengawasan yang membawa dampak kemakmuran untuk kepentingan masyarakat. Sehingga seminar inipun diharapkan dapat menghasilkan informasi yang valid dan rekomendasi yang baik untuk daerah terutama dalam pembuatan kebijakan nasional.

Lebih lanjut M. Soleh menjelaskan kebijakan fiskal dan moneter yang dibuat saat ini sudah cukup matang, diantaranya adanya terobosan dalam bentuk subsidi kepada masyarakat. Namun, kebijakan fiskal yang ekspansif menuntut jumlah hutang yang besar pula dalam beberapa tahun terakhir ini.

Namun, untuk sektor moneter, Ia menilai perlu ada langkah strategis yang dapat melibatkan peran swasta lebih besar lagi dalam sektor riil.

“Sementara dalam sisi moneter, penurunan suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) ini belum berpengaruh bagi pihak swasta untuk berekspansi di sektor riil, hal ini harus ada langkah strategis kedepan,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, pembicara dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menyampaikan beberapa hambatan yang dihadapi oleh Indonesia. Menurutnya, perlambatan ekonomi dunia akan dihadapi Indonesia ke depannya, persoalan komoditas kita yang mengalami penurunan, kemudian dan juga penurunan dana transfer daerah sebesar Rp133 triliun.

Masih menurut Yayat, perlu ada strategi untuk mengatasi kemiskinan dengan pembiayaan investasi baru dan anggaran pembelanjaan pemerintah. Untuk permasalahan peningkatan pengangguran, ini harus ada upaya untuk mendorong antara swasta dan pemerintah dalam pembukaan lapangan pekerjaan.

“Semakin terbatasnya kemampuan fiskal di daerah tertentu saja menjadi cerminan apakah pemerintah daerah pasrah, nah ini kita harus tentukan skala prioritas dan meningkatkan kreativitas di daerah,” jelas Yayat.

Permasalahan lain yang muncul di daerah adalah daya saing yang rendah, potensi ketertinggalan dalam infrastruktur yang buruk dan kemampuan sumber daya manusia yang masih belum maksimal. Untuk mengatasi hal tersebut perlu langkah strategis untuk mendorong percepatan mengatasi masalah, pembangunan inklusif.

Sementara itu Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan menyampaikan bahwa ekonomi dunia sulit pulih seperti sedia kala, “Walaupun mulai membaik, pertumbuhan ekonomi cina hanya 6% yang akan berpengaruh kepada kita, demand melemah, kemudian komoditas kita juga menurun, kinerja perpajakan juga mengalami penurunan,” tukasnya.

Menurutnya jika pembelanjaan infrastruktur tidak tepat maka tidak akan berpengaruh kepada kesejahteraan masyarakat, “Kalo belanja gedung, mobil itu kurang  mempengaruhi pendapatan perkapita masyarakat, harusnya pembangunan itu untuk hal ang lebih tepat seperti perbaikan jalan yang memperlancar kegiatan perekonomian,” katanya. rls