MEDAN - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai kaku dan tidak humanis dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pasalnya, instansi kesehatan itu terkesan membeda-bedakan calon peserta ketika ingin mendaftarkan diri. "Saya mau ngurus untuk kepesertaan anak saya yang baru lahir. Kondisinya harus dirawat di ICU. Jadi saya urus pakai dinas sosial. Tapi sampai di sini, saya disuruh antri. Kata orang di sini, yang pakai dinas sosial, harus belakangan," tutur M Muhar, Senin (14/11/2016).

Tak sampai di situ saja, kegelisahan warga Jalan Karya Tani, Lingkungan VIII, Kelurahan Medan Johor, Medan Johor itu, semakin menjadi ketika dirinya salah membawa rekening listrik. "Kalau pakai dinsos, harus rekening 900 watt. Tapi karena situasi panik, yang terbawa rekening listrik yang 1.300 watt. Jadi di sana Bu Yanti (karyawan BPJS Kesehatan), gak mau nerima. Saya sudah jelaskan dan ada juga surat keterangan sewa rumah. Tapi gak bisa juga diterima. Besoknya-lah saya urus ulang," jelasnya.

Dalam obrolan mereka, Muhar sudah menjelaskan bahwa rumah yang dikontraknya adalah sebuah kamar yang sudah disekat (dibatasi). "Itupun yang saya sewa, dapur yang punya rumah. Itulah tempat saya, istri dan anak tinggal," ujar pria yang berprofesi sebagai pekerja bengkel.

Awal mula dari persoalan ini, sambung Muhar, ketika istrinya melahirkan seorang bayi, anak kedua mereka pada Selasa (8/11) sekitar pukul 21.25 malam. Lantaran butuh perawatan, sang bayi dirawat di ruang ICU RSU Madani.

"Jadi saya disuruh ngurus BPJS Kesehatan 3 X 24 jam. Yang namanya 3 X 24 jam, kan seharusnya jatuhnya pada Jumat. Rumah sakit juga bilang gitu. Tapi setelah selesai di hari Jumat, petugas BPJS Centre bilang, bermasalah kartu anak saya. Karena sudah lewat waktu. Seharusnya, batas waktunya di hari kamis," terangnya.

Kini, Muhar tidak tahu harus bagaimana solusi dari masalahnya. Sebab, dirinya harus membayar tagihan sejak kali pertama istri dan anak keduanya dirawat. "Harusnya sekarang sudah bisa dibawa pulang. Tadi perawatnya bilang gitu, dan harus selesaikan administrasinya. Sampai di sini juga gak bisa dibantu," lirihnya.

Menanggapi hal ini, Kepala BPJS Kesehatan Medan, Sudarto menjelaskan, mereka tidak bisa membantu masalah tersebut. Pasalnya, itu sudah merupakan peraturan yang telah ditetapkan. "Enggak bisa. Sesuai peraturannya, memang begitu," ungkap Sudarto.

Untuk 3 X 24 jam, dirinya menjelaskan, hal itu berlaku sejak pasien dirawat. "Jadi hitungannya, begitu. Ketika pasien itu masuk, disitulah berlakunya 24 jam. Misalkan pasien masuk pukul 23.59. Meski ada selisih waktu 1 menit, itu sudah dikategorikan 24 jam. Kalau dia masuk di hari Selasa, maka Kamis itu sudah 3 X 24 jam," tuturnya.

Sudarto hanya mendengarkan saja ketika awak media menyinggung soal agar memberikan pelayanan secara humanis tanpa membeda-bedakan status dari calon peserta.

Sementara itu, anggota DPRD Medan, Rajuddin Sagala menyayangkan atas adanya persoalan ini. Seharusnya, kata politisi dari PKS itu, BPJS Kesehatan harus memperhatikan atau memprioritaskan calon peserta yang sudah dirawat. "Jangan diseragamkan semua. Seharusnya, yang pakai kertas dinas sosial, harus ada pelayanan yang khusus, jangan diseragamkan semua. Ini juga sudah pernah saya kritik saat dengar pendapat dengan mereka," ujar Rajuddin.

Jadi, katanya, kalau ada persoalan seperti ini, peserta tidak bolak balik. "Kalaupun harus bolak balik, bisa terselesaikan hari itu juga," tandasnya.

Menurut Rajuddin, BPJS Kesehatan harus bisa melihat mana yang harus diprioritaskan. "Itu yang saya lihat, peran BPJS belum terlihat di situ. Ini kan darurat, itulah yang harus diprioritaskan dulu. Kalau salah (bawa), jangan terlalu kaku kali, sementara itu hari terakhir dia ngurus. Apalagi tidak ada anggota keluarga yang bisa mengurus kecuali dia sendiri. Harusnya toleransi BPJS itu harus ada, jangan hanya butuh setoran masyarakat saja, ketika masyarakat ada kendala, mereka tidak ada toleransi," tegasnya.

Persoalan ini, kata Rajuddin, sangat banyak sekali. Bahkan ketika dirinya reses, keluhan tentang BPJS Kesehatan mencapai ratusan keluhan. "Direktur, kepala, pelayanannya sudah kita panggil itu. Mereka berjanji akan menyiapkan konter khusus melayani pasien kelas tiga dan orang yang menggunakan surat miskin, tapi buktinya sampai sekaeang belum ada juga. Sudah sembilan bulan malah (sejak mereka berjanji). Tapi belum ada juga itikad baik BPJS untuk merubah pelayanan itu," bebernya.

"Itu yang kita sayangkan. Mentang-mentang ini program pemerintah pusat, mereka tidak berpihak kepada masyarakat. Seperti yang saya bilang tadi, orang miskin ya tanggung sendiri. Kalaupun harus ditunggu, ya tunggulah, ini orang yang bayar. Kan gitu," tandasnya.

"Ya itu mungkin kita tidak tahu, memang peraturannya ada, peraturannya itu kan yang buat kita, harusnya kan ada dispensasi dong. Ya kalau ada indikasi seperti bisa jadi ada (mereka mencari keuntungan dan tidak solutif adanya persoalan seperti itu), Bang. Hanya butuh setoran, begitu tarik susah. Begitu ada celah masyarakat salah, langsung menunjuk peraturan. Terlalu berlindung ke peraturan, kalau memang peraturan itu ada, seharusnya ada dispensasi dong. Yang kita lindungi bukan masyarakat luar, rakyat kita sendiri, mereka bayar ini, bukannya gratis," tandasnya.