MEDAN - Angka kekerasan terhadap anak setiap tahun selalu mengalami peningkatan, dan kebanyakan pelakunya adalah orang terdekat korban. Kekerasan terhadap anak antara lain maraknya kejahatan seksual yang dilakukan dengan kekerasan dan berujung ke kematian. Menyikapi makin maraknya kejahatan seksual pada anak ini, pemerintah segera mengambil langkah dengan mengeluarkan Perppu Nomor 1/2016 tentang Perlindungan Anak.

Menurut Anggota Komisi B DPRD Medan, Wong Chun Sen yang akrab juga disapa Tarigan, Senin (30/5) menyampaikan apresiasinya terhadap langkah pemerintah dalam menerbitkan Perpu tersebut.

“Kejahatan seksual sudah sangat memprihatinkan kita semua. Beberapa kasus yang belakangan ini menyita perhatian kita membuat semua elemen merasa perlu mengambil sikap dalam mengantisipasi kejadian ini agar jangan sampai terulang lagi,” katanya.

Berdasarkan data Komnas Perempuan tahun 2015 lalu ada sekitar 6.499 kasus kekerasan seksual, termasuk kepada anak-anak. Perbandingannya, pada 2014 lalu tercatat ada 3.860 kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk anak-anak. Pada 2013, KPAI merilis data kekerasan anak dalam catatan jaksa Indonesia mencapai 4.620 kasus, termasuk kekerasan seksual.

Contoh kasus kekerasan anak yang menonjol dan menjadi pusat perhatian masyarakat lewat media massa dan elektronik adalah kasus yang menimpa Yuyun di Bengkulu dan Enno di Banten.

Kasus di atas yang menjadi perhatian banyak kalangan, kata Tarigan sudah cukup menjadi bukti konkret bahwa memang sudah seharusnya perbuatan keji ini dikategorikan dalam kejahatan yang luar biasa. Kejahatan seksual terhadap anak ini bisa disejajarkan dengan pidana korupsi dan penyalahgunaan narkoba, bahkan terorisme.

Wong Chun Sen mengatakan bahwa Perppu yang sudah ditandatangni Presiden Joko widodo ini mengisyaratkan hukuman berat bagi pelaku kejahatan anak atau pedofil. Dimana dalam Perpu ini diatur bahwa pelaku akan diberi pemberatan hukuman. Bentuknya mulai ancaman hukuman penjara paling singkat 10 tahun, 20 tahun, hukuman seumur hidup hingga hukuman mati.

Perppu ini juga mengatur hukuman tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia hingga pemasangan identitas elektronik. Perppu ini merupakan terobosan baru untuk menimbulkan efek jera baik bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak maupun anggota masyarakat lain.

Titin (39) seorang ibu rumah tangga di Medan juga mengapresiasi langkah pemerintah dalam menerbitkan Perpu Nomor 1/2016. Ada harapan dengan dikeluarkannya Perpu ini pelaku kejahatan seksual terhadap anak dihukum berat agar memberi efek jera.

“Hukuman kebiri seperti yang didengung-dengungkan belakangan ini harus ada pembuktiannya dan harus benar-benar ada pelaku yang menerima hukuman ini, agar bisa menjadi contoh bagi yang lain untuk tidak melakukan tindakan kejahatan ini,” paparnya.