JAKARTA- Kesuksesan Memo dan Dewi Yuliati memastikan tiket ke Olimpiade Rio de Jeneiro 2016 tidak terlepas dari peran High Performance Training yang diterapkan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima).

"Ini merupakan hasil pembinaan jangka panjang. Memo dan Dewi telah berada dalam lingkungan High Performance Training (HPT) sekitar dua tahun di bawah supervisi pelatih Belanda Boudewin yang benar-benar banyak memberikan pelajaran praktis ke pelatih-pelatih nasional kita. Bagaimana memelihara dan membangun lingkungan kepelatihan menjadi lingkungan keunggulan," kata Komandan Satlak Prima, Ahmad Soetjipto yang mendampingi Tim Dayung Indonesia pada Kejuaraan Dayung Asia-Oceania di Chang-Ju, Korea Selatan melalui WhatsApp, Minggu (24/4/2016).

Tidak banyak cabang olahraga (cabor) yang berhasil menciptakan lingkungan HPT tersebut. Makanya, kata Ahmad Soetjipto, Satlak Prima membuat kebijakan dengan mengirimkan atlet dan pelatih sebanyak mungkin ke pusat-pusat latihan di luar negeri. Hal ini terkait dengan target Indonesia meningkatkan prestasi pada SEA Games Malaysia 2017 dan masuk dalam 10 besat pada saat menjadi tuan rumah pada Asian Games 2018.

Cabor yang telah menjalani kebijakan tersebut yakni renang, balap sepeda, atletik, canoe dan beberapa cabang bela diri. "Tujuan pertama adalah segera membangun kapasitas untuk menghadapi SEA Games 2017 dan Asian Games 2018 karena dilatih di dalam negeri terbukti belum menghasilkan peningkatan performa yang signifikan," katanya.

Kedua menurutnya, biar pelatih dan atlet merasakan lingkungan keunggulan di luar negeri (High Performance Invironment) dan mereka menjadi tertular/terinduksi sehingga bisa dibawa pulang untuk dicontoh dan diadopsi ke lingkungan di Indonesia.

Lebih jauh Ahmad Soetjipto mengatakan, kebijakan Satlak Prima mengirim atlet elit dan pelatih ke luar negeri syaratnya di negara tersebut harus ada mentor institusi High Performance. Renang dan balap sepeda ke Australia bekerja sama dengan Western Australia Institue of Sports (WAIS).

"Satlak Prima sedang mencari mentor yang pas untuk cabor yang lain. Sebab, kita sudah terlambat sekitar 6 tahun dalam pengembangan elite atlet training program terutama pelibatan Sports Science dan metodologi latihan modern," katanya.

Menghadapi Asian Games Jakarta-Palembang 2018, Ahmad Soetjipto mengaku sangat berat apabila tidak mau melakukan perubahan sistem pembinaan. "Jepang itu melakukan investasi besar-besaran dalam pengembangan elit sports karena akan menjadi tuan rumah Olimpiade tahun 2020," katanya.

Persiapan Jepang menghadapi tuan rumah Olimpiade itu akan berdampak pada Asian Games 2018 karena mereka akan menjadikan ajang uji coba untuk mencapai prestasi puncak. Dampaknya, Korea dan China yang menjadi musuh abadi Jepang tentu tidak akan tinggal diam. Keduanya, dipastikan menjadi pesaing yang sangat berat Indonesia dalam memenuhi target 10 besar Asian Games 2018.

"Kita harus menjadikan Asian Games 2018 sebagai momentum bagi reformasi keolahragaan. Tidak ada lagi main-main atau mencari keuntungan pribadi. Kita harus membuktikan dengan kerja keras dan siap mereformasi diri," pungkasnya. (*/dnl)