JAKARTA- Perempuan berjuang pada banyak zaman, pada masa yang selalu berbeda. Kartini berjuang untuk menolak poligami, berjuang untuk pendidikan perempuan, untuk keluar dari kekerasan tradisi dan peraturan yang membelenggu di masa kolonial Belanda. Kartini memberikan semangat juang pada perempuan di setiap zaman.

Di masa sekarang, banyak perempuan yang terus berjuang bagi rakyat, 9 perempuan Kendeng di Rembang, Jawa Tengah yang menolak pembangunan pabrik semen, 4 buruh perempuan yang menjadi korban kriminalisasi dan terancam dipenjara, Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang menjadi korban kekerasan, perempuan yang melawan penggusuran, perempuan dengan beragam keyakinan dan perempuan Lesbian, Biseksual dan Transgender (LBT) yang dikekang kebebasan bersuara dan berekspresi serta sejumlah pejuang perempuan lain untuk lepas dari pelecehan, diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.

Sejumlah kasus dan perjuangan perempuan ini menjadi bukti bahwa perempuan selalu melakukan sesuatu dan mewarisi semangat juang di zamannya.

Mereka berjuang dari pemerintah yang melakukan penggusuran, kriminalisasi, pelarangan berbicara dan pembuat peraturan yang tidak berpihak pada perempuan. Dan dari pengusaha yang melakukan kapitalisasi pada para perempuan buruh dan korban penggusuran. 

Menyoroti berbagai masalah perjuangan perempuan ini Komite Aksi Perempuan (KAP) akan mengadakan diskusi publik dengan tema “Kartini dan Perjuangan Perempuan di Masa Sekarang".

"Diskusi ini sekaligus untuk memetakan perjuangan para perempuan di masa sekarang. Diskusi Publik ini akan diadakan pada besok Rabu (20/04/2016) sekitar pukul 14.00 WiB di LBH Jakarta lantai 3, Jalan Diponegoro Jakarta Pusat," tutur Wulandari, salah satu tim panitia, kepada GoNews Group, Selasa (19/04/2016) di Jakarta.

Diskusi publik dengan tema: Kartini dan Perjuangan Perempuan di Masa Sekarang, akan mengundang beberapa narasumber seperti, Dian Septi (perempuan buruh Korban kriminalisasi), Muhayati (perempuan korban penggusuran), Anggun Pradesha (Aktivis HAM/LGBT, Korban kebebasan bersuara, berpendapat dan berekspresi), Helga Worotidjan (korban kekerasan), dan Mia Siscawati (Dosen Pusat Studi Gender UI dan peneliti di Sajogyo Institute).

Acara ini sendiri diprkarasai beberapa lembaga seperti, Kalyanamitra, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Magenta, Sapa Indonesia, Cedaw Working Group Indonesia (CWGI), JALA PRT, Perempuan Mahardhika, Institute Perempuan, Arus Pelangi, Konde Institute, Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP). ***