JAKARTA - Sejumlah anak muda Aceh yang bekerja di industri Migas membentuk sebuah wadah yang diberi nama Profesional Migas Aceh (PMA). Lembaga yang dimaksudkan untuk saling terhubung dan berbagi informasi itu saat ini sudah beranggotakan 81 orang yang tersebar di berbagai tempat, baik nasional maupun internasional.

Forum ini diisi dengan berbagai diskusi secara on air maupun off air (kopi darat) mengenai potensi dan tantangan pengembangan migas Aceh ke depan di berbagai kesempatan waktu senggang dari setiap anggotanya.

Dari forum informal ini tercetus keinginan untuk membentuk organisasi atau asosiasi formal yang dapat menjadi sarana bagi setiap anggotanya untuk dapat memberikan kontribusi pemikiran dan tenaga untuk industri migas khususnya di Aceh.

Selasa malam, 12 April 2016 bertempat di Fakultas Kopi, Senayan, Jakarta secara resmi dideklarasikan terbentuknya organisasi Profesional Migas Aceh (PMA). Dalam forum tersebut terpilihlah Ibnu Hafizh sebagai Presidium PMA untuk periode pertama.

Acara tersebut turut dihadiri juga Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) terpilih, Marzuki Daham dan Azhari Idris dari SKK Migas atas undangan PMA. Keduanya sangat senang melihat semangat anak-anak muda Aceh untuk turut ikut andil dalam mengawal dan mengawasi kinerja BPMA ke depannya.

“BPMA memiliki tugas yang sangat berat, tugas ini akan terasa ringan apabila mendapat dukungan dari semua pihak termasuk dari PMA. Tantangannya saat ini adalah bagaimana menciptakan kondisi yang secara prosedural aman dan nyaman bagi investor untuk melakukan kegiatan eksplorasi guna menemukan cadangan migas baru di Aceh. Apakah masih ada yang mau mencari minyak di Aceh? Pertanyaaan inilah yang akan menjadi PR besar BPMA,” ungkap Marzuki Daham.

Ia mengumpamakan, ibaratnya seorang nelayan yang mencari ikan di laut. Selama nelayan tersebut mau untuk melaut, maka kemungkinan untuk mendapatkan ikan itu masih ada. Tetapi jika tidak ada lagi yang melaut, maka jangan harap ada stok ikan yang bisa dinikmati bersama.

Wadah untuk pengelolaan Migas yang benar yang telah direstui oleh pemerintah melalui PP Nomor 23 tahun 2015 itu menjadi titik balik positif yang harus dikawal secara bersama, baik para pelaku migas maupun masyarakat umum di Aceh.

“Intinya kegiatan eksplorasi (pencarian) yang dilakukan sekarang ini adalah merupakan cadangan migas yang akan kita wariskan untuk generasi 30-40 tahun ke depan,” tambahnya.

Selanjutnya PMA akan membentuk struktur organisasi dan program-program yang dapat sejalan dengan kebijakkan pemerintah untuk mengembangkan kemampuan sektor Migas Aceh.

“Alhamdulillah Aceh tidaklah kekurangan SDM dari berbagai disiplin ilmu untuk menunjang kegiatan sektor migas, inilah momentum yang bagus untuk kita untuk saling bersinergi membangun Aceh dari belahan dunia manapun,” ungkap Ibnu Hafizh, Ketua PMA terpilih, dalam relis yang dikirim Ayu Mulya Nanda kepada GoAceh.co, Rabu malam ini.

“Kami mengundang semua pihak (akademisi/universitas, jurnalis, mahasiswa, pemerintah Aceh/Kab/Kota, dpra/dprd, ngo, dan seluruh elemen rakyat) marilah lupakan segala perbedaan, marilah kita dukung BPMA ini sekuat tenaga untuk aceh yang lebih baik. Namun juga jika suatu saat BPMA ini melakukan penyimpangan, PMA-lah yang harus menjadi garda terdepan mengkritisi kinerja BPMA,” ujar Ibnu Hafizh. (rls)