KAMU pasti sering mendengar seperti ini menjelang pemilu, kan? “Kami yakin, capres kami Akan menang 1 putaran” atau “Menurut para  ahli pemilu presiden 2024 kemungkinan besar akan terjadi dalam 2 putaran”. Apa sih sebenarnya putaran 1 dan putaran 2 dalam pemilu? Dalam pemilihan Capres dan Cawapres, jika terdapat lebih dari 2 calon seperti pemilu 2024, maka ada kemungkinan pemilu dilakukan sebanyak 2 putaran. Mengapa? Dalam UU No 7 tahun 2017 pasal 416, terdapat aturan jika Capres dan Cawapres ingin menang, maka harus mendapatkan suara lebih dari 50% dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 jumlah provinsi di Indonesia. Jadi kalau mau menang satu putaran, ketiga syarat ini wajib terpenuhi 

Lalu, bagaimana jika ketiga pasangan Capres dan Cawapres tidak ada yang memenuhi syarat tersebut? Maka akan ada pemilu putaran kedua. Pasangan yang akan maju ke putaran ke dua adalah pasangan dengan hasil tertinggi kesatu dan kedua di putaran pertama. 

Contoh: “Saat Pemilu 14 Februari, pasangan A memperoleh suara 33%, pasangan B mendapatkan 32%, dan pasangan C memperoleh 35%, maka yang akan maju dalam putaran ke 2 pemilu adalah pasangan A dan C.

Dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, nantinya para calon yang mengikuti putaran kedua akan mengikuti beberapa prosedur lagi, seperti: 

• 2 Juni – 22 Juni 2024: Kampanye 
• 23 Juni – 25 Juni 2024: Masa tenang 
• 26 Juni 2024: Pemungutan suara putaran kedua 
• 27 Juni – 27 Juni 2024: Penghitungan suara 
• 27 Juli – 20 Juli 2024: Rekapitulasi hasil penghitungan suara 
• 20 Oktober 2024: Pengucapan sumpah dan janji presiden dan wakil presiden 

Kenapa informasi putaran Pilpres perlu diedukasi ke masyarakat secara komprehensif? 

• Banyak berita yang sudah menginformasikan tentang informasi putaran pemilu, tapi tidak banyak konten yang menjelaskan secara detail tentang makna putaran pemilu 

• Tidak banyak informasi yang komprehensif tentang makna dan mekanisme putaran pemilu berpotensi melahirkan misinformasi dan disinformasi di tengah hiruk pikuk pemilu yang semakin panas. 

Dalam jurnal yang berjudul “Perilaku Informasi Mahasiswa dan Hoaks di Media Sosial” menjelaskan bahwa Ketiadaan teori dalam membahas perilaku informasi menyebabkan hasil pembahasan bersifat deskriptif dan tidak analitik. Jadi dalam kasus ini kurangnya informasi atau konten tentang putaran pertama dan putaran kedua dalam pemilu, maka berpotensi melahirkan diskursus yang tidak terarah dan hoaks di masyarakat. 

Mari sama-sama jadi bagian untuk meluruskan perspektif di masyarakat agar pemilu kali ini bisa berjalan baik.*