MEDAN - Masyarakat penyandang disabilitas masih merasakan kesulitan dalam menggunakan hak pilihnya pada pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu). Karena, masih banyak Tempat Pemilihan Suara (TPS) yang tidak dapat diakses oleh kaum difabel. Kondisi ini terus terulang dari setiap kali pelaksanaan Pemilu ke Pemilu.

Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Sumut M.Yusuf, Rabu (20/12). Yakni, saat menjadi salah satu narasumber pada pelaksanaan Talk Show Optimalisasi Partisipasi Difabel Dalam Penyelenggaraan Pemilu 2024 di Sumut. Kegiatan yang digagas oleh Ikatan Alumni (IKA) Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan (STIKP) Medan itu, dilaksanakan di Pelatarah Difabel, Medan Johor.

Selain M.Yusuf, narasumber lainnya pada acara itu adalah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut Agus Arifin. Ada juga Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut Suhadi Sukendar Situmorang. Sedangkan peserta acara talk show, terdiri dari perwakilan penyandang disabilitas dari beberapa organisasi, perwakilan partai politik peserta Pemilu, instansi pemerintah, TNI dan Polri, serta kalangan mahasiswa.

Ketua PPDI Sumut M.Yusuf menyebutkan, kaum difabel masih mengalami kesulitan dalam memberikan hak politiknya pada pelaksanaan Pemilu. Itu karena masih sangat banyak TPS yang sulit diakses. Diantaranya, TPS yang berada di atas area air, TPS yang bertangga, kotak suara yang diletakkan di atas meja, dan lainnya.

Kemudian, menurut Yusuf, saudara-saudara difabel juga masih diperlakukan sama dengan masyarakat umum. Hal ini sangat menyulitkan bagi mereka. Karena, dengan keterbatasan yang mereka miliki, akan sangat sulit, bila dibiarkan antre terlalu lama.

"Harusnya, kepada difabel diberikan sedikit perlakukan prioritas," katanya.

Disebutkan Yusuf bahwa kesulitan yang mereka alami tersebut terus saja berlangsung setiap penyelenggaraan Pemilu. Padahal, PPDI Sumut sudah berulang kali menyampaikan masukan kepada penyelenggara Pemilu. "Namun di lapangan, tidak juga terjadi perbaikan," katanya.

Pada acara talk show itu, Yusuf memberikan lagi beberapa saran. Yang terbaru adalah, agar kaum difabel dapat dilibatkan juga sebagai penyelenggara Pemilu. Paling tidak sebagai petugas di TPS. Karena mereka yang tahu kesulitan-kesulitan yang dihadapi kaum disabilitas. "Dan untuk saudara tuna netra, kalaupun harus didampingi saat berada di bilik suara, sebaiknya oleh keluarga mereka," katanya.

Sulit dijangkau

Sementara itu, Ketua KPU Sumut Agus Arifin, mengakui masih saja terjadi, petugas KPPS tidak menyediakan sarana yang memadai untuk kaum disabilitas. Padahal, secara regulasi (Undang-undang tentang Pemilu) sudah sangat maksimal mengatur hal tersebut. Diantaranya tentang TPS yang harus ditempatkan di tempat yang mudah dijangkau. "Tapi di lapangan, kita akui masih banyak ditemui TPS yang sulit dijangkau kaum difabel, seperti yang disebutkan Ketua PPDI tadi," katanya.

Disebutkan Agus, untuk Pemilu tahun 2024, sudah diketahui bahwa jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Sumut sebanyak 10.853.940 pemilih. Adapun jumlah difabel sebanyak 39.897 pemilih. Mereka akan memilih di 45.475 TPS yang tersebar di 33 kabupaten/kota.

Menurut Agus, pada Pemilu 2024, KPU tidak mengadakan TPS khusus untuk penyandang disabilitas. TPS khusus, hanya diadakan di lembaga pemasyarakatan (Lapas), rumah sakit, industri-industri dengan persyaratan tertentu.

"Untuk difabel, yang disediakan hanya alat bantu di TPS berupa huruf braile. Itupun hanya untuk memilih presiden dan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah)," katanya.

Komisioner Bawaslu Sumut Suhadi Sukendar Situmorang, di acara itu menyampaikan data tentang pelaksanaan Pemilu tahun 2019. Katanya, waktu itu masih ditemukan 336 TPS di Sumut yang tidak ramah terhadap difabel. Diantaranya akses ke TPS yang memiliki tangga, atau kondisi yang bertangga-tangga. Kemudian TPS yang sulit dijangkau dengan menggunakan kursi roda, tidak ada titi penghubung ke TPS, ada TPS yang tidak dilengkapi huruf braile, dan lainnya.

Program IKA STIKP

Adapun Ketua IKA STIKP Hendra DS, saat membuka kegiatan talk show menyebutkan bahwa acara itu merupakan sebagian dari program alumni STIKP. Dalam hal ini, berupaya turut serta menyukseskan Pemilu. Baik Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan anggota legislatif (Pileg), maupun Pemilihan kepala daerah (Pilkada), yang akan dilangsungkan sesudahnya.

Kata Hendra DS, sebagai alumni yang memiliki disiplin ilmu komunikasi, STIKP merasa perlu untuk mendiskusikan persoalan kepemiluan ini kepada kaum disabilitas. Karena, IKA STIKP menilai, perhatian yang diberikan oleh pemangku kepentingan kepada kaum disabilitas masih sangat minim.

Sangat terlihat sekali, kata Hendra, kaum difabel sangat kesulitan melakukan aktifitas sehari-harinya, karena sarana dan prasarana yang disediakan benar-benar sangat minim. Hal ini berbeda sekali dengan kondisi di negara-negara maju. Dimana fasilitas untuk penyandang disabilitas disediakan di segala sektor.

"Saat ini kita berbicara tentang Pemilu kepada saudara-saudara difabel. Kita berharap, pada Pemilu 2024 nanti, saudara-saudara difabel bisa maksimal dalam memberikan hak politiknya," kata Hendra.

Parpol Kurang Tanggap

Ketua panitia, Awaluddin secara terpisah menyampaikan rasa kecewa dengan kurang tanggapnya beberapa pengurus partai. Dia menyebutkan, dari 18 parpol peserta pemilu yang diundang, hanya 4 utusan saja yang hadir, yakni Golkar, Hanura, Demokrat dan Partai Ummat.

"Harusnya mereka para pengurus partai ini bersyukur dengan kegiatan yang kita buat. Karna ini sangat membantu mereka dalam menyosialisasikan hak pilih kaum disabilitas." Katanya.

"Kita tidak paham bagaimana cara pikir para caleg ini, lanjutnya dalam hal mencari dukungan suara. Apa mereka memang tidak paham atau tidak peduli, kita pun tak ngerti." tutupnya.