MEDAN - Aktivitas Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) dikaitkan dengan banjir bandang di Kabupaten Samosir pekan lalu bukanlah hal yang baru. Karenanya, Pejabat Gubernur Sumatera Utara, Hasanuddin dan jajaran diminta melakukan pantauan melalui udara untuk melihat kondisi hutan di wilayah Sumatera Utara.
 
Terkhusus kawasan Samosir, lokasi peristiwa banjir bandang pada 19 November 2023 pekan lalu.
 
Permintaan tersebut disampaikan Abyadi Siregar Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut periode 2013-2018 dan 2018-Oktober 2023, menyikapi peristiwa banjir bandang yang terjadi di empat desa, Desa Siparmahan, Dolokraja, Hariarapohan dan Desa Sampurtoba, seluruhnya Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. 
 
Menurut Direktur MATA-Pelayanan Publik ini, sebaiknya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melakukan pantauan terhadap kondisi hutan di seputaran Tele yang berdekatan dengan lokasi banjir bandang.
 
"Mengingat kejadian seperti ini sudah sering terjadi dan memakan korban jiwa serta harta benda, ada baiknya dilakukan evaluasi dan pengawasan yang ketat terhadap kinerja sejumlah pihak mulai dari aparatur negara terkait, perusahaan swasta pengolahan hutan industry, dan oknum para pemain kayu alam," ujar Abyadi Siregar kepada sejumlah wartawan di Medan, Kamis (23/11/2023).
 
Abyadi Siregar lebih lanjut menjelaskan, meskipun kawasan hutan merupakan gawean Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Pusat, namun peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Sumatera Utara juga seharusnya dapat lebih berfungsi, terlebih dalam pengawasan setiap aktivitas yang dilakukan pemerintah maupun pihak swasta.
 
"Meskipun di situ ada izin pengelolaan hutan industry milik perusahaan swasta Toba Pulp Lestari Tbk maupun penggunaan lain ada di tangan KLHK, bukan berarti tidak dilakukan kontrol sosial maupun lingkungan terhadap aktivitas mereka. Ini juga untuk mengantisipasi aktivitas para pemain dan mafia ilegal logging di Sumatera Utara," jelas Abyadi Siregar.
 
Dalam pertemuan tersebut, sejumlah media juga meminta tanggapan Abyadi Siregar dugaan penyebab banjir bandang adalah TPL.
 
Akan tetapi, Abyadi menyampaikan sebaiknya dilakukan kroscek langsung ke kawasan hutan yang berdekatan dengan pemukiman masyarakat, apakah luasan HTI perusahaan berdekatan dengan fungsi hutan alam dan pemukiman warga.
 
"Dilihat dan diukur skala luasan HTI, hutan alam dan pemukiman masyarakatnya, ini bisa melibatkan banyak pihak, mulai dari pihak kehutanan dalam hal ini pemerintah provinsi maupun kabupaten, sampai kepada organisasi pengkajian maupun otoritas daerah aliran sungai. Bisa saja banjir bandang karena meluapnya aliran sungai," imbuhnya.
 
Intinya, tegas Abyadi Siregar, siapa pun oknum maupun kelompok pelaku kerusakan hutan yang menyebabkan banjir dan kerugian di masyarakat wajib ditindak tegas. 
 
"Pihak Kepolisian maupun Kehutanan wajib memberikan sanksi terhadap para pelaku pengrusakan, baik disengaja maupun human error," tegasnya.
 
Sebelumnya, berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, kerusakan hutan Tele terdapat di kawasan hulu, yakni wilayah Hutagalung dan Pollung. 
 
Diketahui, wilayah tersebut adalah merupakan bagian dari konsesi TPL.
 
Penebangan di kawasan Hutan Tele saat ini pun tampaknya terus berlangsung agresif dan sistematis baik oleh perusahaan berijin (legal logging) maupun illegal logging (perusahaan tidak berijin) dan oknum
 
Temuan terakhir, ketika tim dari Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) KemenLHK pada hari Jumat, 10 Mei 2019, menunjukkan situasi terkini di kawasan APL Tele Desa Hariara Pittu, Kecamatan Harian Kabupaten Samosir.
 
Dengan luas sekitar 4000 hektar dengan status APL, diperkirakan hutan di kawasan ini telah habis ditebang sekitar 40 persen dan bila ini dibiarkan tidak lebih dari setahun akan habis dibabat. 
 
Diperkirakan sekitar 90 persen lebih sampai kepunahan Hutan Tele menjadi nyata dan bencana akan terjadi di daerah bawahannya terutama di Kecamatan Sitiotio, Harian dan Sianjurmula.