MEDAN - Dewan Pers mengingatkan kepada pers Indonesia perihal penggunaan atribusi teroris dalam pemberitaan perlawanan Palestina terhadap Israel. Misalnya, hindari penyematan atribusi yang terkesan sebagai pelabelan negatif atau stigmatisasi terhadap kelompok tertentu. Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu megingatkan bahwa serangan besar-besaran Hamas atas kolonisasi Israel terhadap Palestina hari-hari ini menarik perhatian kalangan pers untuk memberitakannya. "Memanasnya situasi di wilayah pendudukan Israel mengisi ruang-ruang pemberitaan media pers," katanya melalui siaran pers yang diterima Minggu (15/10/2023) pagi.

Ia menyatakan, media pers, terutama televisi dan situs berita (siber), seolah saling berlomba menjadi yang terdepan dalam memberitakan konflik Palestina-Israel. Dampaknya, muncul beberapa keluhan yang mempersoalkan akurasi, dramatisasi, dan stigmatisasi atau pelabelan negatif terhadap kelompok tertentu.

Hal itu terjadi antara lain karena konten-konten berita yang diunggah atau disiarkan itu tercerabut dari konteks peristiwa dan akar permasalahannya. Kondisi seperti itu terjadi lantaran pemberitaan di media itu pada umumnya bukan berasal dari hasil liputan langsung/lapangan.

Sehubungan dengan pemberitaan mengenai konflik wilayah pendudukan Israel di Palestina itu, Dewan Pers mengingatkan kepada para pemangku kepentingan pers, terutama wartawan, pengelola, dan pemilik media, bahwa:

1. Masalah di Timur Tengah, khususnya Palestina, memiliki sensitivitas dan mendapatkan perhatian luas dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, baik karena latar belakang historis maupun sosio-psikologis. Karena itu, di tengah simpang siurnya informasi dan hoaks yang beredar di media jejaring sosial, pemberitaan di media massa sangat dibutuhkan untuk mengimbanginya. Untuk itu, pemberitaan media pers harus dapat menjadi rujukan bagi publik untuk menemukan kebenaran.

Pers harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip jurnalisme dan Kode Etik Jurnalistik, termasuk kewajiban menguji informasi (verifikasi, konfirmasi, serta klarifikasi) dan mengedepankan kepentingan publik. Penggunaan sumber informasi dari media sosial dan media-media asing perlu ada verifikasi atau klarifikasi lebih
lanjut.

2. Sikap dan langkah seperti itu juga diharapkan dapat menjadi bagian dari kontribusi pers Indonesia dalam menegakkan prinsip yang ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945 “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Pers Indonesia sebagai bagian dari komponen bangsa juga punya kewajiban moral mengusung misi yang diamanahkan para pendiri bangsa ini agar “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”

3. Pahami dan hormati suasana kebatinan masyarakat dan sikap resmi pemerintah Indonesia yang mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk merdeka dan memiliki negara sendiri yang berdaulat. Tumbuhkan empati, bukan antipati yang berpotensi membelah masyarakat, bangsa, dan negara Republik Indonesia.

Hindari penyematan atribusi yang terkesan sebagai pelabelan negatif atau stigmatisasi terhadap kelompok tertentu, terutama di kalangan kelompok masyarakat Palestina. Misalnya label kelompok teroris, itu jelas tidak tepat. Dalam pemberitaan terkait aksi terorisme, Dewan Pers telah mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IV/2015 tentang Pedoman Peliputan Terorisme. Pedoman tersebut merupakan hasil rumusan bersama organisasi-organisasi pers konstituen Dewan Pers yang kemudian disahkan oleh Rapat Pleno Dewan Pers sebagai Peraturan Dewan Pers.

4. Perlu berhati-hati dan cermat dalam mengunggah atau menyiarkan berita yang bersumber dari media asing guna menghindari pencampuradukan fakta dan opini yang menghakimi sebagaimana amanat Kode Etik Jurnalistik pasal 3. Hindari sikap ketergesa-gesaan yang sekadar mengejar aspek kecepatan tetapi mengabaikan akurasi. Sikap ini sangat perlu diterapkan agar pers Indonesia tidak termakan propaganda Israel dan media-media afiliasi/pendukungnya yang cenderung mencampuradukkan fakta dan opini, termasuk hoaks, yang menghakimi.

5. Dewan Pers mengimbau penayangan berita mengenai Palestina lebih ditujukan untuk memenuhi fungsi pers sebagai pemberi informasi, edukasi, dan lembaga kontrol sosial ketimbang kepentingan bisnis dan menaikkan rating semata.*