MEDAN - Pengusaha sepuh Tan Andyono terdiam di tepi meja makan satu rumah makan. Dia baru saja menceritakan perihal utangnya di Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. yang tak kunjung lunas, padahal 13 aset berikut bangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) miliknya sudah dilelang bank plat merah itu pertengahan tahun 2022 lalu.

"Selain 13 aset yang dilelang itu, saya juga menyerahkan mesin produksi dan alat berat sebagai objek fidusia saat akad kredit, tapi BNI Medan tidak memberi penjelasan keberadaannya sampai kini, karena jaminan fidusia seharusnya tidak boleh dimasukkan sebagai hak tanggungan dalam pelelangan. Mesti dipisahkan," kata pengusaha PT Prima Jaya Lestari Utama (PT PJLU) ini, Rabu (11/10/2023).

Tan Andyono, 71 tahun, mengemukakan pihaknya menduga BNI Medan melakukan penggelapan dengan mengalihkan objek fidusia berupa mesin produksi dan alat berat miliknya itu ke pihak lain secara diam-diam. Akibatnya, meski BNI Medan sudah melelang 13 aset hak tanggungan miliknya senilai Rp40 miliar, tapi dia masih memiliki sisa utang Rp33 miliar lagi. Penjualan semua aset tersebut ternyata tak menutupi utangnya, karena dilelang dengan harga murah jauh di bawah pasar.

"BNI Medan masih terus menagih sisa utang itu, namun bagaimana saya mau membayarnya dalam kondisi saat ini? Tapi kalau mesin produksi dan alat berat yang menjadi jaminan fidusia dikembalikan, pasti saya bisa membayar sisa utang tersebut, karena saya akan menggunakannya untuk berproduksi dalam usaha," ungkapnya.

Apalagi, Tan Andyono mengemukakan, selain sisa utang ke BNI  Medan sebesar Rp33 miliar, dia juga masih mempunyai kewajiban lain yang mesti dipenuhi, termasuk pajak-pajak yang harus dibayarkan. "Kalau mesin produksi pabrik sawit yang mampu memproduksi 40 ton minyak sawit per jam dikembalikan, saya yakin bisa melunasi semua sisa utang dan kewajiban pajak yang tertunggak," tuturnya.

Peristiwa dialami Tan Andyono ini bermula saat dia men-take over pinjamannya di Bank Artha Graha ke Bank BNI Medan pada pertengahan 2018 lalu. Dia pun mendapatkan pinjaman baru dari bank plat merah itu sebesar Rp54 miliar untuk perusahaannya PT Prima Jaya Lestari Utama (PT PJLU), dimana menurut Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen nilai aset yang menjadi jaminan sebesar Rp97 miliar. Aset yang menjadi jaminan itu terdiri dari 13 aset tak bergerak berikut bangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS)  yang menjadi hak tanggungan serta mesin produksi berikut alat berat sebagai jaminan fidusia. Lokasi 13 aset berupa sehamparan lahan dengan luas 18 hektare tersebut berada di Jalan Lintas Sumatera (Rantau Prapat - Aek Kanopan) Desa Kampung Pajak Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhan Batu Utara (Labura), Sumatera Utara.

Ada pun mesin produksi berikut alat berat saja oleh KJPP ditaksir sebesar Rp60 miliar, makanya BNI bersedia mengucurkan kredit Rp54 miliar, karena ditambah tanah dan bangunan tercatat nilai aset  PT PJLU total mencapai Rp97 miliar. Namun saat mengajukan lelang setelah PT PJLU menghadapi masalah keuangan sehingga menjadi debitur kredit macet, BNI melelang 13 aset hak tanggungan dengan harga limit cuma Rp40 miliar, tanpa menjelaskan perihal jaminan fidusia. Soalnya, lelang hak tanggungan dan jaminan fidusia tidak boleh digabungkan, harus terpisah sesuai hukum berlaku.

Tan Andyono mengatakan pihaknya akan terus mempertanyakan dan mengejar jaminan fidusia miliknya yang berupa mesin produksi berikut alat berat kepada BNI Medan. Apalagi pada pengumuman lelang 10 Mei 2022 yang berupa selebaran ditempel dan pengumuman lelang melalui surat kabar Metro Asahan pada 25 Mei 2022, disebutkan bahwa yang dilelang cuma 13 aset hak tanggungan, tidak ada objek fidusia ikut dilelang.

Karena itu pula, sejumlah pengusaha yang merupakan kolega dan teman Tan Andyono yang semula berniat ikut pelelangan tersebut manjadi menarik diri. Mereka menganggap kalau yang dilelang cuma 13 aset hak tanggungan, tanpa objek jaminan fidusia, bagaimana mau menjalankan usaha pabrik kelapa sawitnya? "Semula mereka berniat ikut lelang untuk membantu saya, tapi urung, karena dalam pengumuman lelang tidak disebutkan objek jaminan fidusia ikut dilelang. Eh, ternyata objek jaminan fidusia berupa mesin produksi dan alat berat tak diketahui keberadaannya sejak lelang dilakukan sampai kini," kata Andyono.

Dia mengungkapkan pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kisaran juga mengakui bahwa PT Bank Negara Indonesia (BNI) Medan tidak menjelaskan secara rinci objek fidusia ikut dilelang pada pelelangan 13 aset milik PT PJLU tersebut.

Makanya, Tan Andyono menuntut BNI Medan jujur dan terbuka memberi penjelasan tentang objek fidusia berupa mesin produksi dan alat berat miliknya. "Saya terbuka untuk mediasi menyelesaikan masalah ini, tapi kalau BNI Medan tetap dengan sikapnya, tentu saya akan menempuh upaya hukum untuk mengambilnya," ungkap Tan Andyono.*