TOBA - Pemerintah Kabupaten Toba melalui Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat menggelar rapat koordinasi dengan unsur pimpinan Forkopimda, Senin (28/8/2023).

Rapat koordinasi ini digelar sebagai upaya penertiban dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pajak retribusi dari
usaha tambang galian C (mineral bukan logam dan batuan) yang  banyak beroperasi namun tidak memiliki ijin resmi.

Bupati Toba Poltak Sitorus bersama Kapolres Toba AKBP Taufiq Hidayat Thayeb,S.H,S.I.K, memimpin rapat koordinasi tersebut.

Hadir dalam kesempatan ini di antaranya mewakili Dandim 0210 TU, Mayor Inf.Kaminton Napitupulu, Sekda Drs.Augus Sitorus, mewakili Kejari Toba Kasi Datun Riamor Bangun,S.H, pelaku penambangan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan ormas.

Selain itu, turut hadir, Asisten 1 Eston Sihotang, Asisten 3 Verry S Napitupulu, Edisus Pius Maharaja Disperindag ESDM Pemprop Sumut, Kabag Hukum Antony Sianipar, Kaban Bappeda Plt Kadis PUTR Sofian Sitorus, Kabag Tapem Saut Sihombing.

Kepala Badan Pengelola Pendapatan Keuangan Daerah Drs.Hendry Sitompul, Kasi Intel Kejari Toba Oloan Sinaga,S.H,  amat se Kabupaten Toba, Kapolsek sejajaran Polres Toba, Kadis Ketahanan Pangan Sahat Manullang, Kadis Lingkungan Hidup, dr.Rajaipan Sinurat, Kasat Pol PP Harianto Butarbutar, perwakilan Dinas Perijinan terpadu satu pintu dan Tenaga Kerja, Kepala BPN Toba.

Poltak Sitorus saat membuka rakor, memfokuskan tiga hal utama yang menjadi pembahasan agar kedepannya supaya dapat ditindak lanjuti.

Di antaranya, penertiban dan pembahasan pemungutan pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Toba, penertiban daerah sempadan Danau Toba yang dipergunakan masyarakat dan penertiban Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba yang dimana ketiga hal tersebut tidak kunjung selesai dan selalu berulang.

Hendry Sitompul menuturkan, untuk penerbitan ijin melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian pemberian perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral dan batuan diterbitkan Kementerian terkait melalui Pemerintah Propinsi. Dengan hal ini diharapkan masyarakat dapat mengurus izin pertambangan rakyat.

Disebutkannya, dasar regulasi yang digunakan masalah galian C untuk pungutan pajak/retribusi berdasarkan surat edaran Kementerian Dalam Negeri RI yang dikeluarkan Dirjend Bina Keuangan Daerah dan Instruksi dari KPK.

Ditegaskannya, sesuai surat edaran Kementerian Dalam Negeri RI melalui Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Nomor : 900.1.13.1/13823/Keuda.

Dalam surat edaran ini ditegaskan, Peraturan Daerah mengenai pajak derah dan Retribusi Daerah yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan retribusi daerah masih tetap berlaku paling lama 2 tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. 

"Penyusunan rancangan peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah harus memperhatikan ketentuan pada Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang menegaskan bahwa jenis pajak dan retribusi, subjek pajak dan wajib pajak, subjek retribusi dan wajib retribusi, objek pajak dan retribusi, dasar pengenaan pajak, serta tarif pajak dan retribusi, untuk seluruh jenis pajak dan retribusi ditetapkan dalam 1 Perda dan menjadi dasar pemungutan Pajak dan Retribusi di Daerah," ujarnya.

Berdasarkan pertimbangan tersebur, kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam Batuan (MBLB) yang dilakukan pribadi/badan (Baik memiliki izin usaha atau belum memiliki izin) yang memenuhi kriteria sebagai objek pajak ditetapkan sebagai wajib pajak. 

Pemungutan pajak dilakukan pada daerah pengambilan MBLB yang dihitung berdasarkan harga jual rata-rata tiap jenis MBLB pada mulut tambang yang berlaku di wilayah daerah masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Ketika disinggung sanksi hukum jika tidak memiliki ijin usaha pertambangan sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Minerba, ia menyebutkan pengusaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat 3, Pasal 48, Pasal 67 Ayat 1, Pasal 74 Ayat 1 atau ayat 5 akan dipidana dengan pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp10 miliar.

Tidak sampai disitu, jika ada seseorang atau setiap orang yang dengan sengaja memindahtangankan IUP, IPR, atau IUPK tanpa persetujuan Meneri akan dipidana penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar serta sanksi lainnya, berupa dengan dicabutnya IUP serta tidak melaksanakan reklamasi maupun pasca tambang akan dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 10 miliar.

Sebelumnya Kapolres Toba meminta agar peraturan dan perundangan undangan di NKRI tentang legalitas ijin usaha pertambangan galian C demi kelestarian lingkungan hidup serta sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan dipatuhi.

Sementara Plt Kepala Kejaksaan Negeri Toba Samosir meminta agar peraturan hukum dan undang undang dijalankan sesuai koridornya.

Penambangan Galian C yang tidak memiliki ijin resmi ditutup, lakukan penagihan pajak retribusi sesuai dengan legalitas hukum dan Undang Undang yang resmi.

Sedangkan  Bupati Toba menegaskan, penambangan galian C yang beroperasi harus resmi sesuai aturan hukum dan UU.

"Untuk itu ijin harus diurus dan tidak boleh ada galian C beroperasi tanpa ijin atau Illegal," ujarnya.

Pemkab Toba melalui Dinas terkait lanjutnya, harus membantu masyarakat maupunnpengusaha untuk pengurusan ijin dalam upaya mempercepat proses penerbitan ijin penambangan Galian C dengan melakukan koordinasi antara Pemerintah Kabupaten dengan pihak pemerintah propinsi.