MEDAN - Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI akan melakukan seleksi perekrutan dewan direksi LPP TVRI 2023-2028. Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI, Dr. Agus Sudibyo SIP M Hum dalam acara Focus Grup Discussion (FGD) bertajuk TVRI di Era Digital, Jumat (18/8/2023) malam. 
 
Dalam forum diskusi yang dihadiri sejumlah akademisi, praktisi media, budayawan dan tokoh masyarakat, Agus menjelaskan keberadaan TVRI yang mulai beralih dari TV analog ke digital. Menurutnya, siaran digital satu langkah yang tak bisa dihindarkan. 
 
"Sebenarnya itu bukan kemajuan tapi mengejar ketertinggalan. Alhamdulillah TVRI jadi pioner dalam upaya mensukseskan program pemerintah transisi dari analog ke digital. Ini langkah yang harus diambil untuk meningkatkan kualitas siaran program dan isi program dengan memanfaatkan teknologi," ujarnya. 
 
Dari sisi masyarakat, Agus melihat respon yang cukup bagus, dari kualitas siaran yang semakin bagus dan jernih. Ini sekaligus menjawab harapan masyarakat selama ini khususnya TVRI, yang secara kualitas gambar dan isi program juga semakin bagus. 
 
"TV digital ini ada dua pengertian. Pertama frekuensi yang digital dan kedua tantangan lebih jauh TVRI sebagai lembaga penyiaran publik harus mampu hadir di chanel digital, new chanel, dan masuk ke dunia kaum muda dan milenial," ungkapnya.
 
Menyikapi hal itu, salah satu akademisi yang hadir sebagai peserta diskusi, Iskandar Zulkarnain mmemberi tanggapan akan maju mundurnya lembaga penyiaran dipengaruhi tiga hal. 
 
"Pertama, media harus sehat SDM nya. Orang muda yang punya kompetensi di dunia digitalisasi, termasuk kontennya. Kedua, sisi bisnisnya, LPP TVRI masih agak terkungkung dengan regulasi. Jika direksi baru yang terpilih nanti punya amandemen agar bisa bergeliat lagi, selain itu subsidi juga harus diperbesar oleh pemerintah. Dan ketiga yakni Ideologi yang kita kenal sebagai pemersatu bangsa harus dipertahankan. Jangan lagi diisi politisi, yang dijadikan sarana publikasi," ucap dosen USU itu. 
 
Agus pun menyikapi tiga poin penting yang disampaikan sekaligus menjelaskan maksud hadirnya LPP TVRI di Sumatera Utara terkhusus Medan. 
 
"Kami hadir bukan hanya menginformasikan bahwa dewan pengawas melakukan seleksi direksi tapi juga mengundang putra-putri terbaik Sumut dan Medan untuk menjadi direksi TVRI. Kami memilih orang-orang terbaik bukan hanya Jakarta, tapi juga seluruh daerah," terangnya. 
 
Masih menurut Agus, Medan merupakan kota spesial karena sejarah pers pertama kali hadir di kota tersebut. Sehingga menjadi salah satu kota pilihan diselenggarakannya diskusi.
 
"Kami memilih 6 kota besar untuk berdiskusi di kota yang kami anggap memilik perguruan tinggi, komunitas media, komunitas wartawan. Keenamnya yakni Medan, Surabaya, Jogja, Makassar dan juga Manado," ucapnya.
 
Selain itu Agus juga menjelaskan jika pendaftaran dibuka untuk enam direksi, yakni Direktur Utama, Direktur Keuangan, Direktur Umum, Direktur Tehnik, Direktur Program dan Berita, dan Direktur Pengembangan Usaha. 
 
"Tapi untuk Direktur Keuangan dan Umum harus dari PNS karena yang dikelola adalah uang negara. Sementara empat direksi lainnya itu bisa PNS, dan juga profesional. Untuk pendaftaran dibuka sejak 15 Agustus selama 21 hari dan untuk info selengkapnya dapat dilihat di web kominfo," kata Agus. 
 
Freddy Sabar Siahaan, ST, MBA selaku peserta diskusi mewakili tokoh masyarakat turut menyampaikan pandangannya. 
Pria peraih beasiswa yang menamatkan S2-nya di Jerman itu sedikit mengkritisi informasi terkait TVRI yang disebut tidak pantas disandingkan dengan TV swasta lainnya, karena bedanya bentuk pelayanan dan badan hukumnya. 
 
Dirinya juga menilai TVRI yang sangat tertinggal dibandingkan dengan televisi milik pemerintah dari Negara lainnya yang sudah mengglobal. Dalam kesempatan itu juga Freddy turut mengkritisi pemilihan direksi dari ASN. 
 
"Kalau memang TVRI ingin maju lagi dan ingin menggaet pasar kaum muda di Indonesia, saya kurang setuju dengan pemilihan manajemen TVRI dari ASN. Ketika TVRI ingin berubah dan bangkit kembali, itu berawal dari pimpinannya. Seperti yang disampaikan tadi sekilas, sulit mentransformasikan TVRI milik pemerintah, dari corong bicara milik pemerintah menjadi TVRI milik publik, milik Rakyat Indonesia," sebut pria yang juga maju sebagai bacaleg Dapil 10 Sumut dari partai Demokrat itu.
 
Kedua terkait bisnis, Freddy memberi masukan agar TVRI seperti badan usaha milik negara lainnya agar berkonsultasi dengan DPR membuat Undang-Undang supaya TVRI bisa fleksible bermitra dengan sumber-sumber pembiayaan yang tetap mengedepankan kepentingannya. 
 
"Ketiga, TVRI daerah itu banyak asetnya terletak di tengah kota. Apakah memungkinkan TVRI Sumut diberi kekuasaan untuk mengembangkan usaha seperti BUMD, tentu ada regulasinya, kalau tidak, sungguh berat bagi TVRI," ujarnya lagi.
 
Sebelum mengakhiri diskusi, Agus coba menjawab inputan konstruktif Freddy. Dirinya menerangkan status TVRI terkait alokasi pengelolaan dan APBN dengan aturan Dirut Keuangan dan Dirut Umum dari ASN sudah menjadi aturan. 
 
"Kedua, sebenarnya secara profesional, good coorporate governance mungkin ada banyak hal yang bisa dipelajari, diambil dari stasiun televisi swasta. Tetapi lagi-lagi ideologi paradigma perspektifnya berbeda. Maka kalau lembaga penyiaran publik mau gak mau harus menyontoh seperti BBC, NBC dan NHK, itu pun di negara demokratis. kita gak bisa mencontoh negara yang tidak demokratis," sebutnya. 
 
"Apapun ada dua hal penting yang menjadi catatan akhir bagi TVRI yakni proximity (kedekatan) dan locality untuk terus bertahan di era digital. Terima kasih atas masukan dan kritikan anda. Karena kritik dan masukan anda lebih bermanfaat bagi kami daripada pujian," sambungnya mengakhiri diskusi. (*)