MEDAN - Hingga Juni 2023, penyaluran kredit di Sumatera Utara mencapai Rp247,65 triliun. Nilai ini mengalami penurunan 2,4 persen dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Meskipun penyaluran kredit mengalami penurunan namun, sektor perbankan di Sumatera Utara menunjukkan stabilitas konsisten dengan modal yang kokoh dan likuiditas memadai.
 
"Mengalami penurunan 2,40 persen, dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya," ujar Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 5 Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) Bambang Mukti Riyadi di Medan, Kamis (17/8/2023).
 
Disebutkannya, dari penyaluran kredit tersebut didominasi kredit produktif, mencapai 70,89 persen. Namun pertumbuhannya mengalami penurunan sebesar 5,97 persen yoy.
 
Menurutnya, penurunan pertumbuhan ini dipengaruhi distribusi kredit modal kerja di sektor kelapa sawit (perkebunan dan pengolahan) yang lebih moderat sepanjang tahun 2023.
 
Secara struktur lanjutnya, kredit sektor kelapa sawit memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap total kredit produktif di Sumatera Utara (Juni 2022: 41,07 persen; Juni 2023: 35,25 persen). 
 
Larangan Uni Eropa terhadap impor minyak sawit dan turunannya terkait isu deforestasi serta penurunan harga crude palm oil (CPO) di pasar global memainkan peran dalam keterbatasan pertumbuhan. 
 
"Ini akibat permintaan rendah dari negara-negara lain," jelasnya.
 
Dalam upaya untuk mendukung pembiayaan dan meningkatkan kualitas industri kelapa sawit di Sumatera Utara, OJK bekerja sama dengan Bank Sumut dan Himbara secara rutin dalam setiap triwulan melakukan business matching. 
 
Bambang menuturkan, hal itu guna mengeksplorasi potensi kerja sama antara petani kelapa sawit, perusahaan kelapa sawit, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK). 
 
Selanjutnya, penyaluran kredit investasi mengalami pertumbuhan sebesar 1,93 persen yoy setelah sebelumnya terkontraksi. Hal ini didorong penyaluran kredit yang bertumbuh signifikan pada sektor konstruksi (30,73 persen yoy), pertambangan (43,23 persen yoy), dan real estate (29,88 persen yoy) seiring dengan bergeraknya pembangunan infrastruktur.