TOBA - Bupati Toba, Poltak Sitorus menjadi peserta dialog bersama Erdiman Butarbutar selaku Dewas LPP RRI, Hobbi Butarbutar selaku anak rantau Batak dan Raja Sitorus selaku tokoh adat Desa Sihiong yang dipandu langsung oleh Deny Siahaan di Desa Sihiong, Kecamatan Bona Tua Lunasi Rabu (16/8/2023) malam. Dalam dialog tersebut Poltak Sitorus menekankan bahwa sejatinya budaya harus menjadi identitas.sayangnya saat ini budaya belum melekat di dalam diri setiap orang, dan hanya dijalankan pada saat pelaksanaan adat. 
 
"Ada banyak orang mengatakan Batak itu kasar, namun kalau hatinya lembut, itu hanya pembenaran saja. Sebenarnya Batak itu sangat lembut dan sangat santun dan hormat," sebut Poltak Sitorus dalam sesi dialog tersebut. 
 
Disebutkannya, budaya Batak memegang teguh prinsip saling menghormati dan peduli. jiwa kepedulian dan saling membantu terlihat pada pesta adat.Contohnya ini ya, Pak. "Kalau misalkan di salah satu desa ada yang meninggal maka orang-orang yang semarganya dan tetangganya akan menemani keluarga yang kemalangan itu tanpa dibayar, itulah kepedulian orang  Batak," katanya menjelaskan.
 
Lanjutnya, "Tapi coba kita ajak untuk bergotong-royong, sudah minta gaji.Pak. Dulu, nenek moyang kita mampu membangun rumah Batak yang besar, bahkan bisa 5 sampai 10 dalam satu kampung, itu hanya modal gotong-royong.dimasa sekarang kalau itu di Rupiahkan untuk membangun 1 unit ruma Batak Gorga harganya bisa mencapai Rp.1,5 Miliar," ucap Poltak Sitorus melanjutkan. 
 
Sesungguhnya Batak itu adalah Batak Naraja, namun bukan berarti  Batak itu Raja dalam konteks kekuasaan pemerintahan atau yang memiliki wilayah Kerajaan, melainkan raja yang dimaksud adalah sikap, sifat dan karakter seorang Raja. 
 
"Jadi bukan Raja karena punya kekuasaan wilayah Kerajaan, tetapi yang dimaksud dengan 'Batak Naraja' adalah Batak yang berperilaku, bersikap dan bersifat seperti seperti sosok seorang Raja," bebernya. 
 
Laksana sifat seorang raja, maka Batak itu harus hormat terhadap siapa saja, peduli terhadap sesama dan lingkungan, cerdas, pandai, bijaksana dan taat terhadap hukum.
 
"Sayangnya saat ini telah terjadi degradasi moral sebab  Batak saat ini bukan lagi Batak petarung, namun sudah menjadi orang yang manja".
 
"Nah, jadi sekarang sudah terjadi degradasi moral. Karena itu, seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden revolusi mental. Sekarang ini harus kita revolusi. Kita harus jadikan budaya itu menjadi identitas diri kita, melekat dalam kehidupan sehari-hari,".ujarnya.
 
Lebih jauh disampaikannya, Atas dasar itulah saya sebagai Bupati Toba berupaya mengajak seluruh masyarakat Toba dan orang Batak secara keseluruhan di Dunia agar mengembalikan kultur dan nilai katerstik budaya Batak yang sesungguhnya. 
 
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Toba terus menyosialisasikan filosofi Batak Naraja yang berarti Batak itu harus peduli, harus sopan,  harus taat hukum, dan harus menggunakan ilmu pengetahuan.
 
"Mari kita kembalikan keaslian budaya kita dengan gerakan 'Pature Torus, Torus Pature".
 
Dengan harapan agar budaya yang peduli, hormat, bijaksana dan taat aturan menjadi identitas kita yang sesungguhnya," katanya menambahkan.
 
Raja Sitorus, tokoh masyarakat Desa Sihiong yang menjadi peserta dialog juga mengakui bahwa sesungguhnya budaya Batak yang sesungguhnya sudah semakin terkikis. 
 
"Dulu kalau ada bayi baru lahir, maka kita maranggap. Nah saat itu kita mainkan musik gondang, anak-anak itu diajari menortor, diajari bagaimana godang mula-mula, bagaimana gondang somba. Nah sekarang musiknya sudah disko-disko," kata Raja Sitorus. 
 
Dirinya sepakat dengan Bupati Toba, Poltak Sitorus bahwa budaya  Batak yang sesungguhnya harus dikembalikan."Itu harus kita kembalikan" ujarnya.