MEDAN - Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Sabang  Izil Azhar alias Ayah Merin, dijerat perkara gratifikasi. Persidangan perkara ini digelar perdana Senin (10/7/2023) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan. Tim JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Prasetya dan Lio Bobby Sipahutar dalam dakwaan menguraikan, tahun 2004 Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) memiliki anggaran kegiatan Pembangunan Dermaga Bongkar Sabang.

Diperuntukkan sebagai Kawasan Industri Perikanan Terpadu Internasional pada Kawasan Perdagangan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2004.

Kemudian tahun 2006 hingga 2011 BPKS melanjutkan kegiatan pembangunan Dermaga Sabang yang tetap dibiayai oleh APBN, sempat terhenti pada tahun 2005 karena adanya bencana tsunami pada akhir tahun 2004.

Sedangkan di tahun 2004 hingga 2005 BPKS dipimpin Zubir Sahim dan dilanjutkan Syaiful Achmad (2006 hingga 2010) disusul Ruslan abdul Gani (2010 hingga 2011).

Di tahun 2007 hingga 2012 Irwandi Yusuf (perkara korupsi telah berkekuatan hukum tetap) menjabat selaku Gubernur Aceh yang secara ex officio juga sebagai Ketua Dewan Kawasan Sabang. Sedangkan terdakwa Izil Azhar alias Ayah Merin sejak tahun 2000 menjadi Panglima GAM Wilayah Sabang.

"Kemudian pada tahun 2006 Irwandi Yusuf memberitahukan T Syaiful Ahmad selaku Kepala BPKS, menyampaikan bahwa terdakwa sebagai panglima GAM Wilayah Sabang yang bertanggung jawab atas keamanan proyek Dermaga Sabang.

Bahwa telah menjadi kebiasaan di wilayah Aceh adanya biaya pengamanan dan biaya lain-lain yang tidak dapat dipertanggung jawabkan pengeluarannya dalam pelaksanaan pekerjaan" urai Agus Prasetya.

Menyikapi adanya permintaan uang keamanan proyek tersebut, sejumlah ketidaklaziman pun terjadi dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Dermaga Bongkar Sabang dijabat oleh Ramadhany (2006 sampai 2011).

Dalam perkara tersebut terdakwa Izil Azhar dan mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf diduga menerima uang (gratifikasi) sebesar Rp34.875.801.140.

Aliran dana bersumber dari proyek pembangunan dermaga bongkar tersebut juga ke sejumlah pihak maupun perusahaan (korporasi).

Ketidaklaziman lainnya, imbuh Agus Prasetya, di tahap awal (perencanaan) sarat dengan rekayasa seolah dilakukan tender terbuka padahal faktanya secara penunjukan langsung (PL).

Di tahun 2006 hingga 2011 pekerjaan dilaksanakan PT Nindya Sejati (NS) dengan Joint Operation (JO) dengan PT Tuah Sejati (TS) dengan alasan merupakan perusahaan lokal yang digunakan untuk memudahkan komunikasi terkait keamanan dan pengeluaran biaya-biaya yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam rangka kerja sama operasional tersebut kemudian Heru Sulaksono selaku Kepala Kantor PT Nindya Karya (NK) Cabang Sumatera Utara (Sumut) dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) membentuk Board of Management (BoM) Nindya Sejati JO dengan susunan pengurus yaitu dari pihak PT NK.

Di mana Sabir Said selaku Kepala Proyek dan Bayu Ardhianto selaku Administrasi Keuangan. Sedangkan dari pihak PT Tuah Sejati (TS), Zainuddin Hamid alias Let Bugeh (almarhum) selaku Direktur Utama (Dirut) PT TS, Muhammad Taufik Reza (Direktur) dan Carbella Rizkian (staf keuangan).

Selain itu diduga kuat telah terjadi pengurangan volume dan kualitas pekerjaan Dermaga Bongkar Sabang namun dibayarkan kepada rekanan seratus persen.

Izil Azhar alias Ayah Merin dijerat dengan dakwa kesatu primair, Pasal 2 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Atau kedua, Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Menjawab pertanyaan hakim ketua Dr Dahlan Tarigan didampingi anggota majelis Immanuel Tarigan dan Dr Edwar, ketua tim penasihat hukum (PH) terdakwa, Tito Hananta Kusuma yang hadir bersama kliennya secara online dari Rutan KPK mengatakan lanhsung menyampaikan nota keberatan atas dakwaan JPU pada KPK (eksepsi).

"Mohon Saya dibebaskan Pak hakim. Setelah musibah tsunami Aceh adalah hal biasa ada uang keamanan kepada GAM dan aparat lainnya. Selain itu, mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf bukanlah pimpinan Saya di GAM. Persidangan ke depan mohon secara offline Yang Mulia. Saya siap dipindahkan ke Rutan Medan atau di Aceh" kata terdakwa.

Secara terpisah anggota tim PH terdakwa yang hadir di persidangan Farid Fathurrahman Sinaga dalam eksepsinya mengatakan, dakwaan yang disusun JPU pada KPK kabur.

Dalam perkara Irwandi Yusuf yang telah berkekuatan hukum tetap, sama sekali tidak terbukti adanya aliran dana dari klien mereka kepada terpidana. Kedua, perkara tersebut dinilai nebis in idem.

"Bagaimana mungkin perkara korupsi secara bersama-sama terkait pembangunan Dermaga Bongkar Sabang di Pengadilan Tipikor DKI Jakarta disidangkan lagi di Pengadilan Tipikor Medan? Klien kami bukan pejabat melainkan warga biasa yang dijerat dengan pidana gratifikasi," urai Farid Fathurrahman.

Dahlan Tarigan pun melanjutkan persidangan 2 pekan mendatang guna mendengarkan jawaban JPU KPK atas eksepsi terdakwa maupun tim PH-nya.*