NEGARA yang kita hidupi bersama secara turun-temurun sejak tujuhpuluh tahun silam, punya harta karun tak ternilai yang ditinggalkan oleh salah seorang bapak bangsa, Sukarno. Ia merupakan tokoh kunci dalam gerakan kemerdekaan Indonesia dan berperan penting dalam membentuk adicita dan pembangunan negara ini selama masa kepresidenannya sedari 1945 hingga 1967. Ia menggali khazanah itu dalam peradaban dan kebudayaan di negeri ini, yang telah ribuan tahun berkembang. Lantas memerasnya jadi buah pikiran cemerlang yang masih bisa kita karyakan untuk kebahagiaan anak-cucu.

Sebagai generasi pelanjut, kita semua harus tahu dan mafhum apa saja yang dititipkan Sukarno semasa hidupnya. Bila nanti suatu saat kita kebagian amanah mengurusi negara ini, kita sudah tahu apa panduan utama yang mesti dirujuk. Dengan kata lain, para pengampu kebijakan yang sedang menjabat hari ini, juga harus memahami apa yang sejatinya dikehendaki Bung Karno pada negara-bangsa yang ia dirikan.

Selain Pancasila yang sudah terlampau banyak dikaji-diulas di banyak forum dan karya tulis, berikut ini kami sertakan beberapa pikiran Sukarno yang tergolong melampaui zamannya.

Berdikari

Konsep ini mengacu pada kemandirian yang dipromosikan oleh Sukarno. Menekankan pentingnya kemandirian ekonomi dan swasembada bagi Indonesia. Sukarno percaya bahwa negara harus mengurangi ketergantungannya terhadap kekuatan asing dan mengembangkan industri dan sumber daya sendiri. Ia memimpikan Indonesia sebagai negara yang mandiri dan bebas dari pengaruh eksternal.

Visi Sukarno mengenai Berdikari meliputi berbagai aspek, termasuk industrialisasi, pertanian, dan pendidikan. Ia mendorong pendirian badan usaha milik negara untuk mengembangkan industri-industri kunci dan mengurangi ketergantungan pada perusahaan asing. Selain itu, Sukarno mendorong pengembangan pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Dalam bidang pendidikan, Sukarno menekankan pentingnya budaya dan bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menciptakan identitas nasional yang berakar pada nilai dan tradisi Indonesia, dengan mempromosikan penggunaan bahasa nasional, Bahasa Indonesia, dan mendorong studi tentang sejarah dan budaya Indonesia.

Adicita Sukarno mengenai Berdikari ini, erat kaitannya dengan konsep yang lebih luas mengenai “Demokrasi Terpimpin”, yang bertujuan untuk menyeimbangkan antara kebebasan individu dengan bimbingan dan kontrol pemerintah yang kuat. Pendekatan ini bertujuan menggerakkan masyarakat Indonesia menuju pencapaian tujuan kemerdekaan, persatuan, dan kemandirian.

Perlu dicatat bahwa kepresidenan Sukarno berakhir pada 1967 ketika ia digulingkan dari kekuasaan oleh Jenderal Suharto—setelah periode ketidakstabilan politik dan ekonomi. Namun, konsep Berdikari dan gagasan-gagasannya tentang kemandirian terus memiliki arti penting dalam wacana nasional dan strategi pembangunan Indonesia.

Trisakti

Konsep ini merupakan pandangan holistik yang menggabungkan tiga aspek penting dalam pembangunan nasional, yaitu politik, ekonomi, dan sosial-budaya.

“Trisakti” berasal dari kata “tri” yang berarti tiga, dan “sakti” yang berarti kuat atau tangguh. Konsep ini menyatakan bahwa ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan harus diperkuat secara bersama-sama untuk mencapai kemajuan dan kemandirian nasional.

Aspek politik dalam Trisakti Sukarno mencakup kedaulatan politik dan keberanian dalam menghadapi tekanan eksternal. Sukarno menekankan pentingnya persatuan nasional, bebas dari pengaruh asing, dan menegaskan bahwa kemerdekaan politik harus dijaga dan dipertahankan. Inilah dasar dari politik bebas aktif Indonesia ke mancanegara, yang bertahan hingga hari ini.

Aspek ekonomi berfokus pada perekonomian yang mandiri dan adil. Sukarno mengajukan konsep “ekonomi terpimpin” yang menekankan partisipasi negara dalam sektor ekonomi untuk mengurangi ketergantungan pada kekuatan ekonomi asing. Ia menginginkan pengembangan industri dan pertanian yang kuat sebagai landasan ekonomi yang tangguh.

Sedangkan aspek sosial-budaya mencakup pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan nasional. Sukarno menekankan pentingnya menjaga identitas nasional, bahasa, dan budaya Indonesia dalam menghadapi arus globalisasi. Ia mempromosikan kebanggaan terhadap warisan budaya Indonesia, serta memperkuat solidaritas sosial dalam masyarakat.

Konsep Trisakti Sukarno menggambarkan upaya untuk mencapai kemerdekaan politik, kemandirian ekonomi, dan keutuhan sosial-budaya sebagai fondasi dalam pembangunan negara. Meskipun konsep ini diusung oleh Sukarno pada masa kepemimpinannya, pemikiran Trisakti tersebut masih memiliki pengaruh dalam perdebatan dan diskusi mengenai arah pembangunan nasional di Indonesia, sampai sekarang.

Manipol Usdek

Akronim dari Manifestasi Politik Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Inilah doktrin politik yang digagas oleh Soekarno pada masa demokrasi terpimpin.

Tercetusnya Manipol Usdek berawal dari pidato yang disampaikan Presiden Sukarno pada 17 Agustus 1959.

Ia menyerukan dibangkitkannya kembali semangat revolusi, keadilan nasional, dan organisasi-organisasi negara demi revolusi yang berkesinambungan. Dilatarbelakangi dengan kondisi Indonesia pasca-pemilu 1955 yang masih belum menghasilkan apa-apa.

Kebijakan ini merupakan bagian dari visi Sukarno untuk mengarahkan tujuan politik dan adicita Indonesia selama masa kepresidenannya, yang berlangsung dari tahun 1945 hingga 1967.

Manifesto politik ini dirumuskan Sukarno pada 1963, untuk mengonsolidasikan kekuasaan politik dan membentuk sistem demokrasi terpusat dan terpandu di Indonesia. Manipol menekankan adicita “Nasakom” (Nasionalisme, Agama, Komunisme) sebagai prinsip-prinsip panduan bagi bangsa.

Konsep Nasakom bertujuan untuk menyatukan tiga kelompok ideologis utama di Indonesia: nasionalis, kelompok agama (terutama Islam), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Sukarno percaya bahwa dengan mengintegrasikan faksi-faksi ini di bawah kepemimpinannya, ia dapat mempertahankan stabilitas politik dan mencapai persatuan nasional.

Sebagai catatan, kebijakan Manipol dan Usdek Sukarno sangat kontroversial dan mengakibatkan polarisasi politik di Indonesia. Sebenarnya jika kita gali lebih dalam pokok pikiran manifesto ini, ada kesenjangan pencapaian yang dimiliki Sukarno dengan para pemimpin yang lain. Alhasil, jangkauan pikirannya yang terlampau jauh, sulit diikuti dan cenderung menimbulkan perpecahan.

Nasakom

Singkatan dari Nasionalisme, Agama, Komunisme, adalah doktrin politik dan strategi yang dipromosikan Sukarno. Selama masa kepresidenannya pada medio 1960-an, istilah Nasakom diciptakan Sukarno untuk mewakili visinya tentang mengintegrasikan berbagai kekuatan politik di Indonesia demi menciptakan negara yang bersatu dan stabil.

Sukarno percaya bahwa lanskap politik Indonesia harus memeluk dan menggabungkan tiga adicita utama: nasionalisme, agama, dan komunisme. Ia melihatnua sebagai komponen penting yang jika digabungkan, dapat menyatukan keragaman masyarakat Indonesia dan membawa negara menuju masa depan yang makmur.

Di bawah Nasakom, Sukarno bertujuan menyeimbangkan kepentingan dan pengaruh berbagai faksi politik. Nasionalisme mewakili semangat kemerdekaan Indonesia dan keinginan untuk membangun negara yang kuat dan bersatu.

Agama mencakup peran Islam, agama yang dominan di Indonesia, serta keyakinan keagamaan lain yang ada di Republik Indonesia.

Komunisme, meskipun tidak sepopuler nasionalisme dan agama di Indonesia, dipandang oleh Sukarno sebagai kekuatan yang dapat bersumbangsih pada keadilan sosial dan kesetaraan.

Niat Sukarno dengan Nasakom adalah menciptakan “demokrasi terpimpin” di mana ia dapat mempertahankan kendali atas faksi-faksi politik sambil memupuk stabilitas dan persatuan. Ia menetapkan konsep “Demokrasi Terpimpin” melalui Pancasila, yang merangkum lima prinsip dasar kepribadian bangsa Indonesia: Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dalam permusyawaratan perwakilan; dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun, Nasakom menghadapi tantangan dan penentangan. Ia mendapat kritik keras dari kekuatan anti-komunis di Indonesia, termasuk faksi militer dan kelompok-kelompok Muslim konservatif. Meningkatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam Nasakom, terutama pada awal 1960-an, menimbulkan kekhawatiran di kalangan mereka yang takut akan penyebaran komunisme. Ketegangan tersebut akhirnya mengakibatkan runtuhnya Nasakom dan penggulingan Sukarno dari kekuasaan pada 1967, diikuti oleh periode ketidakstabilan politik yang akhirnya melahirkan rezim Orde Baru di bawah kendali Jenderal tersenyum, Soeharto.

Saat ini, Nasakom tetap menjadi bab yang penting dalam sejarah Indonesia dan sering dianggap sebagai cerminan upaya Sukarno dalam mengarungi lanskap politik yang kompleks pasca-kemerdekaan Indonesia.

Jika visi Indonesia Emas 2045 ingin menemukan bentuk terbaiknya, maka pemikiran brilyan yang sudah diwariskan Bung Karno untuk kita olah, sangat bagus jika diejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di republik tercinta ini.

Dirgahayu ke-122 untuk Putra Sang Fajar. Merdeka!