Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara hukum Indonesia menurut UUD 1945 mengandung 9 prinsip salah satunya adalah Kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi. 
Hal ini tampak pada Pembukaan UUd 1945 ; ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan’.
 
Dan pasal 1A ayat 2 UUD 1945 ; ‘Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar’.
 
Menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaksud dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan Pemilihan umum untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil presiden dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat dan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
 
Dalam istilahnya, Pemerintahan yang demokratis dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
 
Elemen paling penting dalam mewujudkan Pemilu yang bebas dan adil adalah penyelenggara Pemilu.
 
Karena, penyelenggara Pemilu merupakan pihak yang mengatur jalannya pemilu, mulai dari merancang tahapan-tahapan penyelenggara pemilu menetapkan pemilih, melakukan pemungutan suara, menghimpun rekapitulasi perolehan suara hingga menetapkan pemenang Pemilu. 
 
Dengan kata lain, penyelenggara Pemilu merupakan nahkoda dari pemilu yang menentukan bagaimana dan kearah mana Pemilu akan berlabuh.
 
Lembaga yang menyelenggarakan pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum atau KPU. 
 
Kemudian, Badan pengawas pemilihan Umum atau Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 
 
Setiap Pelaksanaan pemilu tidak dapat dipungkiri bahwa masih sering terjadi kecurangan-kecurangan baik yang dilkukan oknum penyelenggara pemilu atapun peserta pemilu. 
 
Kecurangan-kecurangan yang terjadi baik di tingkat pusat dan daerah lebih didominasi oleh politik uang (money politic), penggelembungan suara, pemilih siluman dan oknum penyelenggara pemilu yang berpihak kepada salah satu peserta.
 
Secara umum, politik uang diartikan sebagai upaya yang dilakukan seseorang dengantujuan untuk mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu. 
 
Imbalan tersebut dapat berbentuk uang maupun barang tertentu.
 
Sekalipun demikian apa yang dimaksud dengan politik uang masih belum didefinisikan di dalam Undang-Undang tersebut dan komisi II DPR RI menyerahkan kepada Badan Pengawas Pemilu untuk menjelasakan lebih teknis kriteria politik uang tersebut di dalam Peraturan Bawaslu. 
 
Terdapat pada pasal 93 ayat (2) diatur bahwa 'Bawaslu bertugas mengawasi penyelenggaran pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya pemilu yang demokratis', UU No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
 
Kemudian pada UU No.10 Tahun 2016 Tentang perubahan kedua Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No.1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi UU. 
 
Pada pasal 73 ayat 1,2,3 dan 4 jelas dikatakan Bahwa ; 
 
1. Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dana atau memberikan uang atau materi untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pilih.
 
2. Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU provinsi atau KPU Kabupaten /Kota.
 
3. Tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
4. Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye dan relawan, atau pihak lain juga menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung.
 
Pemilu yang demokratis mengharuskan adanya lembaga pengawasan independen dan otonom. 
 
Lembaga ini dibentuk untuk mmeperkuat pilar demokrasi, meminimalisir terjadinya kecurangan dalam pemilu, sekaligus menegaskan komitmen pemilu atau pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada sebagai pembentukan dari pemerintahan yang berkarakter.
 
Ciri-ciri utama dari pengawasan Pemilu atau Pilkada yang independen, yaitu ; 
 
1. Dibentuk berdasarkan perintah konstitusi atau undang-undang
 
2. Tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politik tertentu 
 
3. Bertanggungjawab kepada parlemen
 
4. Menjalankan tugas sesuai dengan tahapan pemilu atau pilkada
 
5. Memiliki integritas dan moralitas yang baik 
 
6. Memahami tata cara penyelenggaraan pemilu atau pilkada.
 
Dengan begitu, panitia pengawas tidak hanya bertanggungjawab terhadap pemerintahan yang demokratis, tetapi juga ikut andil membuat rakyat memilih kandidat yang mereka anggap mampu.
 
Sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan dalam mengawasi berjalannya aturan dalam pemilu, Bawaslu mempunyai beban yang sangat berat. 
 
Pengawasan terhadap segala tahapan dalam pemilu harus terus dilakukan guna menjaga kestabilan dan ketertiban tahapan pemilu.
 
Mengingat fungsi bawaslu sangat dibutuhkan, maka Bawaslu ditetapkan sebagai lembaga negara di bawah UU yang bersifat tetap dan mempunyai kewenangan dalam mengawasi jalannya Pemilu. 
 
Hal ini sesuai dengan apa yang dianut di negara demokrtais. Eksitensi lembaga pengawas pemilu akan semakin lemah apabila tidak mempunyai kewenangan yang maksimal yang berakibat pada kurang maksimalnya kinerja Bawaslu tersebut dan ini akan sangat membahayakan perjalanan demokrasi di Indonesia.
 
Berdasarkan Undang-undang tersebut, Bawaslu diperluas dan diperkuat kewenangannya di mana Bawaslu bisa memeriksa, mengadili dan menjatuhkan sanksi administrasi kepada pelaku politik uang. 
 
Dengan pemberian kewenangan baru ini diharapkan penindakan pelanggaran hukum selama pilkada bias lebih cepat dan tak seperti pilkada sebelumnya yang menunggu lama. 
 
Walaupun politik dan uang merupakan pasangan yang sangat sulit untuk dipisahkan karena aktivitas politik memerlukan uang (sumber daya) yang tidak sedikit, terlebih dalam kampanye pemilu, yaitu kandidat, program kerja, isu kandidat, organisasi kampanye dan sumber daya (uang). 
 
Akan tetapi uang merupakan faktor yang sangat berpengaruh, tanpa uang maka ketiga factor lainnya menjadi sia-sia. 
 
Seorang pakar politik mengatakan, 'Uang saja tidak cukup, tapi uang sangat berarti bagi keberhasilan kampanye. Uang menjadi penting karena kampanye memiliki pengaruh pada hasil pemilu dan kampanye tidak akan berjalan tanpa ada uang'. 
 
Dalam membangun sistem pemerintahan tentu ada ketrkaitan yang erat dengan bangunan system kepartaian dan sistem pemilunya. 
 
Jika sistem pemerintahan yang dianut Indonesia menurut UUD 1945 adalah sistem predensial, maka sistem ini harus diturunkan kebijakan sistem kepartaian, sistem pemilu legislatuf dan sistem pemilu presiden. 
 
Partai politik mempunyai posisi dan peranan yang sangat strategis dalam setiap sistem demokrasi. 
 
Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dan warga negara. 
 
Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi. 
 
Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaanya dalam setiap sistem politik yang demokratis.
 
Sebagaimana lembaga yang mmepunyai kewenangan dalam mengawasi berjalannya pemilu, Bawaslu mempunyai beban yang sangat berat.
 
Pengawasan terhadap segala tahapan dalam pemilu harus terus dilakukan guna menjaga kestabilan dan ketertiban tahapan pemilu.
 
Selanjutnya, untuk menjamin suatu kualitas penyelenggaraan pemilu dan peraturan perundang-undangan yang berlaku diperlakukan adanya suatu pengawasan. 
 
Dalam konteks itu, bawaslu harus dikulifikasikan sebagai bagian dari KPU yang bertugas menyelenggarakan pemilihan umum, khusunya menjalankan fungsi pengawasan atas penyelenggaraan pemilu, juga melaksanakan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran.
 
UU No.7 tahun 2017 memisahkan antara tugas, wewenang serta kewajiban Bawaslu.
 
Bawaslu sejatinya bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran saat pemilihan berlangsung. Di mana pencegahan dan penindakan pelanggaran yang diawasi oleh bawaslu salah satunya adalah tentang politik uang saat penyelenggaraan pilkada serentak. 
 
Namun pada faktanya yang berkembang di masyarakat masih banyak terjadi politik uang saat pilkada berlangsung salah satu contohnya yang terjadi di Kota Pematangsiantar pada tahun 2015 lalu.
 
Saat terdapat melakukan perbuatan menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggaraan pemilihan dan atau pemilihan secara t terstruktur, sistematis dan Masif. 
 
Jumlah kecuranganyang sudah ditemukan terjadi di Kota Pematangsiantar di 27 kelurahan dari 7 kecamatan.
 
Selama ini, peran Bawaslu dirasakan kurang maksimal dibandingkan dengan banyaknya pelanggaran yang terjadi.
 
Banyak pelanggaran-pelanggaran tidak ditindaklanjuti dengan tegas, tidak dibuktikan secara mendalam dan bahkan tidak ada sanksi. 
 
Bahkan ada juga yang hanya butuh klarifikasi saja. Banyaknya politik uang dan kampanye hitam di media sosial yang memerlukan pengawasan dari Bawaslu. 
 
Hal ini memperlihatkan bahwa keberadaan Bawaslu masih belum direspon dan dimanfaatkan oleh masyarakat semaksimal mungkin. 
 
Oleh karena itu, perlu diadakan kajian tentang bagaimana memaksimalkan peran Bawaslu dalam mengawasi pesta demokrasi.
 
Maka untuk hal itu, peran Bawaslu ke depanya tidak menggunakan UU No.15 Tahun 2011 lagi jika terdapat kecurangan-kecurangan dalam pemilu /pilkada karena peran Bawaslu dan serta peraturan Bawaslu lainnya sudah diatur di dalam UU No.7 tahun 2017.
 
Diberlakukannya UU No.7 Tahun 2017 ini untuk ke depannya menguatkan peran Bawaslu dalam pemilu/pilkada agar lebih aktif lagi dalam proses pengawasan dan tidak terjadinya lagi politik uang.
 
Dalam pencegahan dan penindakan pelanggaran yang diawasi oleh Bawaslu untuk menjamin suatu kualitas penyelenggaraan pemilu dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diperlakukan adanya suatu pengawasan. 
 
Khusunya menjalankan fungsi pengawasan atas penyelenggaraan pemilu, juga melaksanakan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran yang dilaksanakan oleh Bawaslu agar tidak terjadi Politik uang pada pilkada selanjutnya. 
 
Terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Bawaslu Provinsi Sumatera Utara maupun menjalankan perannya, yaitu faktor sumber daya manusia, faktor rekrutmen/pembentukan dan faktor anggaran.   
 
Penulis : NURMALA HAYATI SIMAJUNTAK, SH, Pengawas Kelurahan/Desa Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun