Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 akan menjadi kerja besar dan kerja keras semua pihak.  Pasalnya, menyerentakkan pemilu dan pilkada pada tahun yang sama dinilai akan menghasilkan pemerintahan yang stabil.

Oleh sebab itu, penyelenggara pemilu baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di semua level harus menanggung beban kerja yang jauh lebih berat pada Pemilu serentak tahun 2024 ini.

Sebelumnya, Pemilu terakhir dilaksanakan pada tahun 2019 silam tanpa Pilkada.

Pada ketentuan mengenai penyelenggaraan pemilu, dalam Pasal 22E Ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Sementara, ketentuan mengenai pilkada digelar serentak di 2024 diatur melalui Pasal 201 Ayat (8) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Disebutkan, bahwa pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.

Merujuk Undang-Undang tesebut, maka Indonesia kembali akan melaksanakan Pemilu pada tahun 2024.

Sesuai jadwal yang telah disepakati bersama, pada hari Rabu, 14 Februari 2024 mendatang, Indonesia akan melangsungkan Pemilu meliputi pemilihan 5 tingkatan yakni presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Kemudian, Pilkada serentak yakni pemilihan gubernur dan wakil gubernur, walikota dan wakil walikota atau bupati dan wakil bupati akan dilaksanakan pada hari Rabu, 27 November 2024, tepat sembilan bulan setelah pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Inilah dalam sejarah untuk pertama kalinya Indonesia melaksanakan Pemiu serentak bersama Pilkada di tahun yang sama.

Meski demikian, penyelanggara Pemilu dalam hal ini Bawaslu telah meluncurkan sistem peringatan dini yang bertujuan untuk memetakan potensi kerawanan dalam penyelenggaraan pemilu dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) pada akhir tahun 2022 lalu.

IKP yang disusun berdasarkan tim riset Bawaslu di seluruh wilayah ini bakal menjadi parameter dan dapat digunakan untuk mengukur sehat atau tidaknya pesta demokrasi di Indonesia.

IKP ini juga adalah program turunan yang mumpuni pengawas pemilu sejak tahun 2008.

Bahkan sampai sekarang, IKP ini menjadi program prioritas dan unggulan Bawaslu selain program pengawawasan pertisipatif dalam melaksanakan tugas-tugas dan kerja-kerja pengawasannya.

Semangat dari diluncurkannya IKP ini di antaranya ialah bagian dari pencegahan dari prkatek buruk pemilu dan pemilihan dalam hal ini Pilkada.

IKP ini juga dapat dijadikan sebagai cara pandang, masukan mitigasi proses untuk melaksanakan tahapan pemilu di hampir semua lini tahapan-tahapan pemilu dan pemilihan.

Secara nasional, berdasarkan penelitian Bawaslu RI, IKP 2024 ini sedikitnya bermuara pada 5 isu strategis serta berkontribusi pada sukses dan tidaknya Pemilu Serentak 2024 yang terbuka, jujur, dan adil.

Isu pertama dianggap paling berkontribusi atas kerawanan pemilu adalah netralitas penyelenggara pemilu itu sendiri dalam menjaga kepercayaan publik terhadap proses penyelenggaraan pemilu.

Isu kedua, pelaksanaan tahapan pemilu di 4 provinsi baru di Papua, yakni Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya.

Isu ketiga, yakni masih kentalnya polarisasi di masyarakat terkait dukungan politik.

Isu keempat, perlunya langkah-langkah mitigasi khusus untuk mengantisipasi kerawanan akibat dinamika politik di dunia maya.

Isu kelima, pemenuhan hak memilih dan dipilih yang tetap harus dijamin sebagai hak konstitusional warga negara, terutama dari kalangan perempuan dan kelompok rentan.

Berdasarkan hal itulah, Bawaslu dan jajarannya hingga ke level terkecil melakukan strategi pengawasan dengan melibatkan berbagai pihak.

Karenanya, selaku pengawas yang menjadi garda terdepan dalam tegaknya demokrasi harus bisa menjadikan IKP sebagai kerangka dasar dalam melakukan kerja-kerja pengawasannya untuk mewujudkan pemilu yang diharapkan sebagaiaman diamanatkan oleh Undang-undang.

Di antara pengawasan partisipatif yang dilakukan jajaran Bawaslu ialah Sekolah Kader Pengawasan Pemilu (SKKP).

SKPP adalah gerakan bersama antara Bawaslu dengan masyarakat untuk menciptakan proses Pemilu yang berintegritas.

Di satu sisi, Bawaslu menyediakan layanan pendidikan, di sisi masyarakat, pemilih berinisiatif untuk turut berpartisipasi mengawasi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada.

Kemudian, SKPP bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis tentang pengawasan bagi kader-kader pengawas dan pemantau Pemilu serta sarana berbagi pengetahuan dan keterampilan tentang partisipasi masyarakat.

Sebab, dalam menjalankan fungsi pengawasan pemilu, Bawaslu tentu saja membutuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat.

Harapannya, penyelenggaraan pemilu berjalan luber jurdil (langsung umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil), dan demokratis.

Pengawasan partisipatif penting dilakukan, terutama dalam mengawasi pemilu di ruang privat yang tidak tersentuh oleh pengawas pemilu.

Apalagi, masyarakat merupakan pemilik kedaulatan tertinggi di negara demokrasi ini.

Namun yang perlu dicatat ialah, Sekolah Kader Pengawas Partisipatif atau SKPP bukanlah peluang untuk mendapat pekerjaan.

Akan tetapi, sebagai pengabdian masyarakat yang memiliki kepedulian memperbaiki kualitas pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.

Selanjutnya, pengawasan partisipatif termaktub dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 448 ayat (3) menjelaskan: 'Bahwa bentuk partisipasi masyarakat adalah a) tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu, b) tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilu, c) bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat secara luas, dan d) mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilu yang aman, damai, tertib, dan lancar'.

Atas dasar itulah, Bawaslu membutuhkan kolaborasi yang kuat dengan masyarakat, baik kelompok pemilih atau pemantau pemilu.

Peningkatan kolaborasi antara Bawaslu dengan kelompok masyarakat sipil inilah yang menjadi kunci peningkatan partisipasi bersama masyarakat.

Kemudian, Bawaslu telah membuat beberapa skema pelibatan masyarakat sipil.

Yakni dengan membuat pusat pengawasan partisipatif melalui gerakan masyarakat partisipatif secara sukarela.

Dilansir dari laman bawaslu.go.id, setidaknya ada 7 program besar pengawasan partisipatif yang dirancang oleh Bawaslu untuk mendorong pengawasan partisipatif oleh masyarakat.

Pertama program pengawasan berbasis teknologi informasi atau Gowaslu.

Aplikasi Gowaslu diluncurkan pada Agustus 2016. Sebuah aplikasi khusus untuk memantau dan mengawasi pemilu yang dapat diunduh melalui playstore di aplikasi android.

Aplikasi ini bila dilihat melalui playstore telah terunduh lebih dari 10 ribu kali.

Gowaslu dibuat demi meningkatkan peran aktif masyarakat dalam melaporkan segala bentuk indikasi pelanggaran atau kecurangan selama proses pelaksanaan pesta demokrasi.

Dengan aplikasi itu baik pemantau dan masyarakat dapat terhubung dengan pihak pengawas pemilu dan melaporkan temuan indikasi pelanggaran di lapangan dengan cepat melalui aplikasi ini.

Selain melalui aplikasi, Bawaslu juga meningkatkan program partisipatif melalui pengelolaan media sosial.

Dalam prakteknya, pengawas pemilu melakukan transfer pengetahuan dan keterampilan sekaligus sosialisasi pengawasan pemilu dalam dunia maya guna mendorong pelibatan masyarakat dalam pengawasan pemilu.

Bawaslu meyakini media sosial bisa menjadi salah satu sarana media efektif dalam menyebarluaskan informasi dan pengetahuan pengawasan kepemiluan.

Apalagi, hampir seluruh pengguna internet yang juga sebagian besar adalah anak muda dan pemilih pemula memiliki akun media sosial baik itu Facebook, Instagram, Twitter, Youtube dan platform media sosial lainnya.

Karenanya, media sosial telah berperan mendorong pengawasan partisipatif oleh masyarakat.

Program ketiga yang dibuat Bawaslu dalam mendorong pengawasan partisipatif yaitu Forum Warga Pengawasan Pemilu.

Hadir dalam wujud pemberdayaan forum atau organisasi sosial masyarakat, baik melalui tatap muka atau melalui media internet agar turut serta dalam pengawasan partisipatif.

Beberapa hal yang melatarbelakangi hadirnya forum warga, di antaranya masih banyak masyarakat yang belum memahami hak dan kewajiban dalam partisipasinya sebagai warga negara.

Bawaslu pun melakukan indentifikasi terhadap banyaknya forum warga yang eksis di masyarakat.

Identifikasi itu lantas ditindaklanjuti dengan menjalin kerja sama dalam pengawasan pemilu.

Fungsi kerja sama ini tidak hanya dapat memperkuat kapasitas pengawasan, tetapi juga mendorong perlibatan warga yang lebih luas dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilu.

Forum Warga juga sudah didorong oleh Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota agar tertentu. Misalnya di Provinsi Papua Barat, Bangka Belitung, Maluku Utara, Sumatra Utara, Bawaslu Kalimantan Barat, dan provinsi lainnya di Indonesia.

Selanjutnya adalah Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP) yaitu gerakan pengawalan pemilu oleh masyarakat di seluruh Indonesia.

Gerakan tersebut diharapkan dapat mentransformasikan gerakan moral menjadi gerakan sosial di masyarakat dalam mengawal pemilu.

Kelima, Satuan Karya Pramuka (Saka) Adhyasta Pemilu yaitu satuan karya Pramuka yang merupakan wadah kegiatan pengawalan pemilu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis pengawasan pemilu bagi anggota Pramuka.

Ada tiga tujuan dari gerakan Saka Adhyasta Pemilu ini. Pertama, memperluas pengetahuan pengawasan pemilu kepada pemilih pemula.

Kedua, mewujudkan calon aparatur pengawasan pemilu. Dan ketiga, menciptakan aktor pengawas partisipatif.

Program pengawasan partisipatif keenam yaitu, Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu.

KKN yaitu program pengabdian masyarakat oleh mahasiswa strata satu dalam pengawasan pemilu.

Program pengabdian mahasiswa kepada masyarakat ini menjadi salah satu program terobosan yang dilakukan Bawaslu yang bekerjasama dengan perguruan tinggi.

Hal itu guna meningkatkan peran mahasiswa dalam mengawal pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan umum.

Dalam memuluskan pelaksanaan programnya, Bawaslu telah bekerjasama dengan beberapa kampus di Indonesia.

Terakhir atau Program pengawasan partisipatif ketujuh, yakni Pojok Pengawasan.

Sebuah ruang di Gedung Bawaslu, Bawaslu Provinsi maupun Bawaslu Kabupaten/Kota bernama Pojok Pengawasan ini menjadi wadah sarana penyediaan informasi berbagai informasi tentang pengawasan pemilu.

Tujuan dari program tersebut yaitu sebagai sarana penyediaan berbagai informasi tentang pengawasan pemilu.

Juga untuk mengembangkan pengetahuan tentang pengawasan pemilu sekaligus meningkatkan informasi publik pengawasan pemilu.

Kini, Pojok Pengawasan ada di setiap Bawaslu provinsi dan kabupaten/ kota se-Indonesia.

Pojok Pengawasan bukan hanya ruang belajar, namun juga media ekspresi bagi masyarakat.

Harapan dari kehadiran Pojok Pengawasan adalah pengetahuan masyarakat mengenai demokrasi, pemilu dan pengawasan pemilu dapat meningkat.

Dengan demikian, kesadaran masyarakat atas kedaulatan yang dimiliki niscaya akan tumbuh pula.

Harapannya, pemilu akan kembali menjadi milik rakyat yang akan pula membawa kesejahteraan bagi rakyat.

Penutup

Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu turut bertanggung jawab atas terciptanya proses demokrasi yang jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia sesuai amanat konstitusi.

Karenanya, sebagai lembaga pengawas pemilu, Bawaslu memiliki strategi dan program unggulan.

Strategi pengawasan yang dimiliki oleh Bawaslu dimulai dari prorgram pengawasan partisipatif hingga IKP.

Bahkan hingga saat ini, salah satu program yang terus digalakkan Bawaslu adalah pengawasan partisipatif.

Pengawasan partisipatif adalah upaya meningkatkan angka partisipasi masyarakat untuk melakukan pengawasan mengawal proses demokrasi ke arah yang lebih baik.

Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan partisipatif menjadi langkah strategis untuk mengawal proses demokrasi yang lebih baik.

Baik dari sisi program kegiatan sosialisasi kepada masyarakat sampai pembuatan sistem aplikasi telah diimplementasikan Bawaslu untuk menekan potensi kecurangan.

Sebab, proses ini yang akan menentukan pemimpin masyarakat.

Maka, pengawasan memang harus diserahkan kepada masyarakat itu sendiri.

Sebab, semakin banyak yang mengawasi, makin sedikit potensi kecurangan yang terjadi.

Akhir kata, 'Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan keadilan Pemilu'.


Penulis : Rijam Kamal Siahaan, Ketua Panwaslu Kecamatan Medan Polonia