MEDAN - Ibu rumah tangga asal Demak, Jawa Tengah berinisial EK melaporkan pengacara yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Simalungun ke kantor pusat Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) di Jakarta. Laporan disampaikan karena Dekan Fakultas Hukum Universitas Simalungun berinisial SG itu diduga melakukan pelanggaran kode etik. Saat memberikan keterangan kepada pers pada Selasa (23/5/2023), pelapor mengatakan PERADI telah menerima laporannya pada tanggal 12 Mei 2023. Dia melaporkan SG ke kantor pusat PERADI karena SG diduga memberikan bukti dokumen berupa Surat Keterangan palsu di persidangan di Pengadilan Negeri Simalungun.

"Surat Keterangan yang diberikan SG berada di urutan pertama dalam daftar bukti yang diserahkan ke majelis hakim," kata EK.

Dia menjelaskan, Surat Keterangan tersebut diterbitkan Pemerintah Daerah setempat setelah delapan pihak pemohon mengajukan Surat Pernyataan sebagai dasar pembuatan Surat Keterangan. Namun, dari delapan pihak yang tercantum pada Surat Keterangan, hanya satu pihak yang membubuhkan tanda tangan di atas materai.

"Tujuh pihak lainnya tidak menandatangani Surat Keterangan untuk pengajuan pembuatan Surat Keterangan," ungkapnya.

EK yang sehari-hari berprofesi sebagai ibu rumah tangga melanjutkan, dia meminta agar PERADI bersikap independen dan profesional dalam menindaklanjuti laporannya. "Setahu saya, pengacara itu adalah penegak hukum. Sebagai penegak hukum seharusnya seorang pengacara menyampaikan kebenaran dan bukan sebaliknya malah memberikan bukti palsu di persidangan," tegasnya.

Dia berharap PERADI memberikan sanksi berat kepada SG jika Dekan Fakultas Hukum Universitas Simalungun itu terbukti bersalah.

Sebagai informasi, dalam perkara perdata Nomor 23/Pdt.G/2022/ PN Sim, SG menjadi kuasa hukum dari lima pihak penggugat melawan tiga pihak tergugat. Adapun EK menjadi pihak tergugat II.

Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Negeri Simalungun mengabulkan sebagian gugatan pihak penggugat dengan mengacu pada bukti yang disampaikan SG. Namun, di tingkat pengadilan tinggi, Pengadilan Tinggi Medan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Simalungun. Kini, perkara perdata Nomor 23/Pdt.G/2022/ PN Sim tersebut, telah bergulir ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Menurut EK, pihaknya tidak ikut mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Simalungun karena terkendala biaya membayar biaya perkara banding. "Saya sehari-hari hanya sebagai ibu rumah tangga dan suami saya bekerja hanya sebagai pekerja harian lepas. Kami tidak punya uang untuk membiayai perkara banding ke Pengadilan Tinggi Medan," urainya.

Di sisi lain, atas putusan Pengadilan Negeri Simalungun, pihak tergugat I telah melaporkan 3 hakim Pengadilan Negeri Simalungun yang memeriksa dan mengadili perkara perdata Nomor 23/Pdt.G/2022/ PN Sim tersebut. Laporan Ke Komisi Yudisial diterima pada tanggal 29 November 2022. *