MEDAN - Sebanyak 8 saksi fakta sekaligus dihadirkan tim JPU pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut dimotori Putri dalam sidang lanjutan 3 terdakwa perkara korupsi beraroma kredit macet senilai Rp1,4 miliar di Bank Sumut Cabang Stabat, Senin (15/5/2023) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan.

Tiga terdakwa perkara ini yakni, H Suherdi selaku Direktur PT Pollung Karya Abadi (PKA), mantan Pimpinan Cabang (Pinca) PT Bank Sumut Stabat tahun 2016 Isben Hutajulu serta stafnya, Fakhrizal SE selaku Kepala Seksi (Kasi) Pemasaran.

Para saksi yang hadir diantaranya, Presiden DPP Putra Jawa Kelahiran Sumatera (Pujakesuma) Suratman dan Henri Lumbangaol selaku Direktur Utama (Dirut) PT PKA.

JPU Putri mencecar seputar sampai sejauh mana keterlibatan Suratman dalam perkara korupsi berujung kredit macet di bank plat merah tersebut. Suratman mengakui hubungannya dengan Suherdi karena sesama pengurus Pujakesuma.

Suratman mengatakan, suatu waktu terdakwa meminta tolong pada dirinya dengan mengatakan terdakwa kesulitan dana untuk mengerjakan proyek (Pengadaan Konstruksi Gedung Gudang Lumbung Pangan dan Konstruksi Lantai Jemur pada Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara TA 2016).

Suratman pun mencoba membantu rekannya itu. Ia mengaku punya pengalaman bisa mengajukan kredit di PT Bank Sumut Cabang Stabat, walau pun surat yang diagunkan bukan milik pemohon kredit. Ia kemudian memerintahkan stafnya untuk menghubungi (terdakwa) Fakhrizal.

"Jadi maksud saudara kasus nasabah bisa mengagunkan surat atau akta ke Bank Sumut Cabang Stabat walau bukan pemilik yang sah telah terjadi beberapa kali?," cecar Putri dan diiyakan Suratman.

Beberapa saat hakim ketua Dahlan Tarigan dan anggota majelis Immanuel Tarigan pun tampak beberapa saat saling melirik mendengar keterangan saksi Suratman.

Penuntut umum juga mencecar aliran dana Rp500 juta yang mengalir kepada saksi dari terdakwa H Suherdi. Suratman menyebut uang itu adalah pinjaman yang dikembalikan terdakwa.

Suratman mengaku berutang Rp500 juta kepada kerabatnya bernama Jacky dengan menggadaikan mobilnya untuk membantu Suherdi yang memerlukan dana. Keterangan ini lalu dikuatkan oleh saksi Jacky.

"Awalnya Saya gak tahu. Karena kawan lama dia (saksi Suratman) sering minjam ke Saya. Setelah dilunasi Saya baru tahu kalau yang perlu uang itu adalah terdakwa (Suherdi)," kata Jacky.

Di persidangan tersebut sempat terjadi tanya jawab yang alot antara saksi lainnya, Henri Lumbangaol selaku Dirut PT PKA dengan penasihat hukum terdakwa H Suherdi.

Henri tidak membantah bahwa dirinya ada memberikan kuasa Direktur PT PKA ke terdakwa Suherdi.

"Katanya Saya akan dapat kompensasi 1,5 persen dari total pagu pekerjaan Rp2,5 miliar. Sampai sekarang apa pun gak ada. Malah Saya yang rugi. Dokumen pembayaran pajak dan lainnya gak tahu entah ke mana. Malah perusahaan diblacklist. Gak bisa mengajukan pinjaman.Atau pak pengacara bisa bantu supaya perusahaan Saya gak diblacklist?" timpal Hendri Lumbangaol. Sidang pun dilanjutkan pekan depan.

Dalam dakwaan diuraikan, terdakwa selaku Direktur PT PKA sempat ditolak mengajukan pinjaman senilai Rp1,5 miliar ke PT Bank Sumut Cabang Utama Medan dengan agunan Surat Perintah Kerja (SPK) Paket Pekerjaan Belanja Modal Pengadaan Konstruksi Gedung Gudang Lumbung Pangan dan Konstruksi Lantai Jemur pada Badan Ketahanan Pangan (BKP) Sumut TA 2016 dengan dengan pagu Rp2.580.930.000.

Atas bantuan saksi Suratman, dengan mengagunkan aset yang bukan miliknya, terdakwa Suherdi akhirnya mendapatkan kredit diyakini tidak sesuai dengan prosedur di perbankan yang berujung kredit macet, sehingga menjadikan mantan Pinca Bank Sumut Stabat Isben Hutajulu serta stafnya, Fakhrizal sebagai tersangka.

Para terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.*