MEDAN - Sertifikat Hak Milik atau SHM Budi Kartono cacat hukum, sejumlah aparat diduga terlibat mafia tanah di Kecamatan Hevetia, Kabuapten Deliserdang.

Dugaan keterlibatan mafia tanah di Kecamatan Helvetia, Kabupaten Deliserdang ini sudah dilaporkan lewat pengaduan masyarakat ke Polda Sumut oleh Merawati melalui kuasa hukumnya dari Ardianto Coorporate Law Office.

Sedangkan sejumlah aparat yang diduga kuat terlibat mafia tanah di Helvetia tersebut masing-masing dari pihak desa hingga pejabat kecamatan di Kabupaten Deliserdang itu.

Bahkan, tak tanggung-tanggung, oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deliserdang diduga terlibat mafia tanah di Kecamatan Helvetia.

Ironisnya, pensiunan karyawan PTPN 2 juga ditenggarai terlibat dalam pencaplokan tanah milik Merawati di Dusun 2 Desa Helvetia.

Padahal, berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI (MARI) No.139 K/ TUN/ 2002 tanggal 21 April 2004, Merawati memiliki sebidang tanah seluas 5.200 M2 di Dusun 2 Desa Helvetia, Kecamatan Helvetia, Kabupaten Deliserdang.

Namun tanpa sepengetahuan Merawati, 900 meter dari tanah miliknya tersebut dicaplok oleh Rakiyo, disebut-sebut sebagai pensiunan karyawan PTPN 2 yang selama ini menguasai rumah dinas karyawan, bersebelahan dengan tanah Merawati.

Ditambah sekitar 900 meter areal rumah karyawan, Rakiyo kemudian membuat Surat Keterangan Penguasaan Fisik tanah seluas 1.800 M2 untuk kelengkapan proses sertifikat di BPN.

Surat ini kemudian ditandatangani oleh Sekretaris Desa Helvetia Komaruddin dan Camat Labuhan Deli Edi Saputra Siregar.

Dengan bekal inilah kemudian diproses pelunasan SPS-nya untuk seterusnya diproses di BPN Deliserdang.

Cacat hukum

Jika merujuk ke proses legalitas yang ditetapkan selama ini, seharusnya sebelum mengeluarkan sertifikat atas nama Rakiyo, BPN Deliserdang maupun tim kantor Gubernur Sumut, harus melakukan verifikasi terhadap tanah yang diajukan Rakiyo, baik luasan tanah yang dimohon maupun batas-batas tanah tersebut.

Dan sudah pasti sejak awal proses Sertifikat Hak Milik yang diajukan Rakiyo akan ditolak karena tidak sesuai dengan fakta lapangan.

Namun diduga ada keterlibatan oknum-oknum mafia tanah, sehingga BPN Deliserdang kemudian memproses permohonan Rakiyo hingga terbit sertifikat hak milik (SHM) no. 02313  atas nama Rakiyo.

Ketika hal ini diketahui oleh Merawati, pihaknya merasa terkejut. Sebab sama sekali tidak pernah dihubungi, tiba-tiba saja sebagian tanahnya sudah dicaplok Rakiyo. Pihaknya kemudian melakukan blokir terhadap sertifikat hak milik No.02313. Dan ternyata sertifikat tersebut sudah pula beralih nama menjadi miliki Budi Kartono.

Menyadari pihaknya sudah menjadi korban oleh oknum-oknum mafia tanah, Merawati segera menempuh jalur hukum dengan menyurati pihak BPN hingga Menteri ATR/BPN dan pengaduan ke Ditreskrimum Polda Sumut.

"Kita tempuh jalur hukum agar kasus ini bisa terbuka secara terang-benderang, dan pihak-pihak yang terlibat diproses secara hukum mulai Sekretaris Desa Helvetia, Camat Labuhan Deli, Rakiyo dan tidak tertutup kemungkinan oknum-oknum BPN Deli Serdang yang terlibat," ujar Ardianto selaku Penasehat Hukum Merawati, Rabu, (4/1/2023)

Ardianto juga heran, bagaimana aparat Desa Helvetia mengeluarkan surat penguasaan fisik yang diajukan Rakiyo disetujui, namun tidak ada pertinggal dari surat tersebut.

"Ini jelas-jelas tindakan pelanggaran hukum," tegasnya.

Selain itu, pihak Merawati mengakui, lokasi tanahnya yang cukup strategis di Dusun 2 Desa Helvetia itu memang menjadi inceran banyak pihak.

Karena itu pihaknya juga berharap masyarakat luas tidak tergiur dengan penawaran-penawaran yang dilakukan oknum-oknum tertentu atas tanah tersebut, termasuk tanah yang sudah terlanjur dikeluarkan BPN Deliserdang sertifikat hak miliknya.

Sebab bisa saja, saat ini SHM atas nama Budi Kartono sudah ditawarkan ke pihak investor dan bank-bank tertentu untuk mendapatkan pinjaman kredit.

"SHM atas nama Budi Kartono tersebut jelas-jelas cacat hukum dan tidak sah," pungkas keluarga Merawati.

Sebelumnya, Merawati, Warga Dusun IX Jalan Banten Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, Andi Ardianto selaku Direktur Ardianto Coorporate Law Office, mengaku pihaknya telah melakukan Dumas dan permohonan perlindungan hukum sesuai dengan surat nomor 01/ACLO/I/2023, ke beberapa pihak terkait di antaranya, Gubernur Sumatera Utara, Kapolda Sumatera Utara, Dirreskrimum Polda Sumatera Utara, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Bupati Deliserdang, Inspektorat Kabupaten Deliserdang, serta Kepala Kantor Pertanahan Wilayah Sumatera Utara.

"Masyarakat punya harapan besar agar Menteri ATR/Kepala BPN mampu membongkar serta membabat habis dugaan sindikat mafia tanah di Desa Helvetia. Sebab, praktek dugaan mafia tanah ini adalah kejahatan luar biasa," ujar Andi.

Menurutnya, dugaan sindikat praktek mafia tanah bekerja secara kolektif. Sindikat itu kata Andi, diduga dari oknum aparatur pemerintah desa, kecamatan, notaris hingga oknum-oknum lainnya diduga turut terlibat dalam kasus tersebut.

"Bicara masalah mafia tanah, tidak usah jauh-jauh, di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, ada kasusnya," ketusnya.*