MEDAN - Bank Indonesia mencatatkan tren pemulihan ekonomi Sumatera Utara (Sumut) terus berlanjut dengan pertumbuhan 4,97% (yoy) pada triwulan III-2022. Kondisi ini juga lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, 4,7%. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut, Doddy Zulverdi dalam Bincang Bareng Media (BBM) yang digelar hybrid, Jumat (25/11/2022) menyebutkan Sumut juga menjadi kontributor utama untuk pertumbuhan ekonomi di Sumatera pada triwulan III tahun 2022. Dengan besaran 1,14% dari 4,71% pertumbuhan ekonomi Sumatera.

Setelah Sumut, disusul Riau (0,99), Sumatera Selatan (0,74%), Kepulaian Riau (0,44%), Lampung (0,42%), Jambi (0,34%), Sumbar (0,33%), Aceh (0,12%), Babel (0,1%) dan Bengkulu (0,09%).

"Sumut kontributor utama untuk pertumbuhan ekonomi Sumatera. Penopangnya investasi dan ekspor yang lebih baik. Terus terang sebenarnya kami memperediksi ekspor di triwulan III ini akan melambat. Terutama karena melambatnya harga-harga komoditas ekspor kita, khususnya CPO. Tapi sejauh ini dari data yng ada ternyata masih cukup kuat. Karena permintaan untuk CPO masih cukup baik. Jadi itu menjadi penopang, tentu saja selain produk-produk lain," papar Doddy Zulverdi.

Kemudian lanjutnya dari sisi sektor usaha, hampir semua seperti industri, perdagangan, konstruksi, transportasi juga mengalami pertumbuhan yang lebih baik, kecuali pertanian.

"Tapi secara keselurahan hampir semua sektor usaha bisa menjadi pendukung pertumbuhan ekonomi Sumut yang lebih baik," urainya.

Dalam kesempatan yang sama Doddy juga menyebutkan pemulihan ekonomi Sumut diprakirakan akan terus berlanjut.

Tetap kuatnya ekonomi di Sumatera Utara tercermin dari beberapa indikator ekonomi terkini. Aktivitas perdagangan dan dunia usaha terus meningkat tercermin dari peningkatan Indeks Penjualan Riil. Mobilitas yang tinggi juga tercermin dari perkembangan penumpang angkutan udara yang terus meningkat.

Di sisi lain, masih tingginya ekspektasi inflasi berisiko menahan aktivitas konsumsi masyarakat. Kinerja ekspor diprakirakan sedikit tertahan sejalan dengan termoderasinya harga komoditas utama.

"Kami cukup optomis pertumbuhan ekonomi Sumut secara keseluruhan, bisa tumbuh antar 4,1-4,9% lebih tinggi dari tahun lalu," ujarnya.

Sedangkan tahun depan lanjutnya, diperkirakan juga bisa tumbuh positif. Namun potensi terjadinya perlambatan tetap ada. Karena memang resiko dari kinerja ekspor. Karena global tahun depan diperkirakan akan banyak yg mengalami resesi, sehingga dampaknya ke Indonesia khususnya Sumut juga cukup besar.

"Jadi ini yang perlu kita waspadai. Meski ekonomi melambat, komponen-komponen lain, seperti konsumsi rumah tangga, pemerintah, investasi bisa dijaga. Makanya pesan yang kami sampaikan pada stokeholder baik pengusaha atau perbankan atau pemerintah daerah, jika tidak ingin melihat pertumbuhan ekonomi Sumut melambat akibat global yang melambat d tahun depan, kita harus mencoba terus mengoptimalkan sumber-sumber pertumbuhan domestik. Jangan terlalu mengandalkan kinerja ekspor, khususnya sektor-sektor yang berbasis komoditas," ujarnya.

Selain itu sambungnya, memberikan kemudahan dalam berinvestasi, perizinan maupun insentif. "Itu harus dilakukan secara agresif. Jangan sampai dengan situasi yang tidak menentu, investor justru ikut juga menurunkan minatnya berinvestasi," ujarnya.

Sejauh ini data terkini lanjutnya, investor masih confidence untuk berinvestasi termasuk di sumut. "Kita harus jaga itu, kalau globalnya kurang kondusif, kita balikkan di Indonesia. Karena biasanya investor akan selalu mencari bagimana menempatkan dananya, uangnya di tempat yang aman dan menguntungkan. Jadi kita harus bisa menjadi tempat itu," pungkasnya.