MEDAN - Usai sudah kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan dan KKN Bersama ke-10 tahun 2022 yang diselenggarakan oleh Universitas Palangkaraya. Sebanyak 10 Mahasiswa dari Universitas Syiah Kuala (USK) kembali pulang ke Banda Aceh, dengan ragam kesan yang membekas, Minggu, 21 Agustus 2022. Dara Nurhaliza peserta yang ditempatkan di Desa Sidereo, Kecamatan Tamban Catur, mengaku bahwa desa yang ia tempati merupakan desa dengan tingkat toleransi beragama amat tinggi di dalam masyarakat. Selain itu ia juga menceritakan tentang kondisi ekonomi yang sedang dialami masyarakat setempat.

“Masyarakat Siderejo mayoritasnya memiliki pekerjaan sebagai petani padi, beras hasilgarapan petani Siderejo sendiri memiliki kualitas yang paling baik se Kabupaten Kapuas," sebut Dara, Selasa, (4/10/2022).

Hang saja, dikatakannya, tahun ini petani setempat ditimpa kemalangan, sawah mereka diserang oleh penyakit yang disebut masyarakat sebagai penyakit tungro. Akibatnya, padi-padian isinya kosong.

Dara menjelaskan, akibat kejadian tersebut, banyak warga yang pergi merantau, untuk mencari pekerjaan lain, demi mencari uang yang sudah habis untuk modal menanam padi,

"Warga Desa Siderejo sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk memberikan bibit padi unggul yang tahan akan penyakit tungro," ungkapnya.

Peserta lainnya, Rana Elika yang penempatan di Desa Mantangai Hilir, Kecamatan Mantangai menuturkan, tempat KKN yang bersangkutan cukup menakjubkan. Desa Mantangai Hilir merupakan desa yang berada dalam ekosistem gambut. Secara geografis, berada di tepian daerah aliran sungai kapuas yang cukup subur, dengan penggunaan areal lahan yang cocok untuk bercocok tanam.

“Potensi sumber daya alam utamanya berupa hasil hutan yaitu kayu. Selain itu, terdapat pula komoditas lain yang dihasilkan dari tanaman perkebunan seperti karet dan sengon, warga setempat juga memiliki usaha sarang walet yang cukup menjanjikan karena harga jual yang tinggi," beber Rana.

Namun kekurangan dari Desa Mantangai Hilir ialah masih belum memiliki TPA (tempat pembuangan akhir), sehingga masyarakat setempat harus membakar sampah-sampah di depan rumah mereka setiap harinya.

Kesan lainnya datang dari Rahmatil Adha. Ia mengaku resah karena di tempat KKN-nya, Desa Sei Bakut, Kecamatan Kapuas Kuala masih minim ilmu pengetahuan dan teknologi. Padahal, desa tersebut memiliki Sumber daya alam (SDA) yang melimpah.

"Hal ini menyebabkan olahan hasil alam hanya diolah untuk memenuhi kebutuhan pokok warga saja. Padahal SDA tersebut dapat diolah macam-macam olahan yang dapat menyongkong Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) dan UMKM warga," ujarnya.

Rahmatil mengatakan, beberapa olahan yang telah pihaknya buat, yaitu keripik dari batang pisang, virgin coconut oil, manisan kelapa, bolu kuini dan lain sebagainya. Ia bersama teman lain miliki bersyukur, karena saat mengadakan penyuluhan UMKM, antusias warga Sei Bakut sangat tinggi. Hal ini terlihat dari jumlah warga yang datang.

Ia mengaku sedih, kondisi salinitas air desa tersebut sangat memprihatinkan. Menurut amantanya, sungai bakut menjadi lokasi salinitas utama warga. Air yang terkontaminasi dengan pembuangan warga masih menjadi air konsumsi warga setempat, tak jauh berbeda kondisi air sumur bor yang tinggi kadar zat besi, menambah keprihatinan sumber air di Desa Sei Bakut.*