KARO - Lima ibu-ibu warga Desa Partibi Lama dipanggil Kepolisian Resor Tanah Karo terkait dugaan tindak kekerasan saat aksi masyarakat menolak proyek Lahan Usaha Tani (LUT) pada (28/7/2022) lalu di Desa Partibi Lama, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Jumat (19/8/2022). Menyikapi hal tersebut, puluhan warga Desa Partibi Lama yang didominasi kaum ibu-ibu, didampingi pengacaranya Imanuel Elihu Tarigan, SH dan Jalek Ginting, SH mendatangi Mapolres Tanah Karo untuk mendampingi dan memberi dukungan kepada 5 orang ibu-ibu yang dipanggil oleh penyidik Polres Tanah Karo tersebut.

Rebeka Meyrina br Haloho, salah satu warga yang turut dipanggil pihak Kepolisian menjelaskan, ia bersama empat orang lain yang merupakan temannya dipanggil polisi dari Unit Tipiter Polres Karo, karena diduga ikut terlibat dalam kericuhan.

"Padahal kami lah yang justru menjadi korban kekerasan yang terjadi tanggal 28 Juli 2022 tersebut, yang dilakukan oleh oknum aparat dan kami juga telah membuat pengaduan ke Polda Sumatera Utara tentang penganiayaan atau pun kekerasan yang kami alami tersebut," kata Rebeka.

Menurut Rebeka, seharusnya para oknum aparat lah yang segera ditindak dan diusut karena telah melakukan intimidasi dan kekerasan di lapangan pada saat menjalankan tugas.

"Seharusnya mereka (oknum aparat) yang diusut, bukan malah kami warga Pertibi Lama yang dipanggil-panggil begini, inikan sama aja dengan tindakan kriminalisasi oleh Polres tanah Karo kepada kami," kata Meilisna br Girsang, salah satu warga Desa Partibi Lama yang ikut ke Polres Tanah Karo.

Imanuel Elihu Tarigan, SH, kuasa hukum masyarakat Pertibi Lama yang juga Direktur LBH Karo Berubah menjelaskan, jika kedatangannya ke Polres Tanah Karo untuk mendampingi lima orang warga Desa Partibi Lama yang diperiksa sebagai saksi terkait adanya dugaan kekerasan terhadap dua orang anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Karo saat melakukan tugasnya di LUT.

"Ketika dalam pemeriksaan, kelima warga tersebut mengaku tidak ada melakukan tindakan kekerasan apapun terhadap dua orang anggota Satpol PP tersebut," jelas Imanuel.

Sambil menunggu proses pemeriksaan selesai, masyarakat Pertibi Lama juga melakukan orasi-orasi singkat sambil membentangkan spanduk yang berisi jeritan dan tangisan masyarakat, karena lahan pertaniannya telah dirusak akibat proyek LUT.

Sementara itu, tokoh masyarakat Desa Pertibi Lama Kaberma Munthe melalui sambungan telepon membenarkan bahwa ada lima orang ibu-ibu yang dipanggil kepolisian menjadi saksi terkait tindakan kekerasan terhadap dua orang Satpol PP Karo.

Ia berpendapat, bahwa hal ini merupakan tindakan intimidasi untuk menakut-nakuti masyarakat agar tidak berani lagi menyuarakan aspirasi terhadap kesewenang-wenangan pemerintah dalam mengambil keputusan.

Menurutnya jika terjadi chaos di lapangan, justru seharusnya aparat lah yang melindungi masyarakat, terlebih-lebih dalam bentrok tersebut banyak kaum ibu-ibu yang didominasi lansia, bukan justru melindungi petugas atau Satpol-PP yang memang dibiayai oleh negara untuk menjadi garda terdepan dalam menegakkan Kamtibmas.

"Kalau terjadi sentuhan fisik antara masyarakat dengan Satpol-PP ya wajar lah, namanya juga tugas dia di depan mengawal proyek pemerintah," ujar Kaberma.

Kaberma pun menepis tudingan bahwa masyarakat telah melakukan tindakan anarkisme terhadap petugas di lapangan. Justru katanya, beberapa bukti video kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh petugas terhadap masyarakat telah dikantonginya. Bahkan ia mengatakan telah melaporkan salah satu oknum polisi ke Propam Polda Sumut karena telah melakukan kekerasan terhadap masyarakat saat aksi terjadi.*