JAKARTA - Dengan mengusung tiga agenda utama, Group of Twenty (G20) EMPOWER Presidensi Indonesia menggelar Plenary Meeting dan Side Event ketiga di Jakarta, Selasa (26/07). Pertemuan ini sekaligus menandai penutupan rangkaian G20 EMPOWER Presidensi Indonesia yang telah berlangsung sejak Desember 2021 lalu.
Adapun ketiga agenda utama pertemuan side event ketiga ini yakni, pertama, membuka pemahaman tentang tantangan yang dihadapi perempuan dalam mencapai kesiapan digital. Kedua, membuka forum diskusi antar delegasi terkait rencana dan aksi nyata untuk mendorong keterampilang digital perempuan. Ketiga, merumuskan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti sektor swasta, pemerintah, dan organisasi non-pemerintah untuk mendorong kesiapan digital pada perempuan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Bintang Puspayoga dalam kesempatan itu berbicara soal memaksimalkan ekonomi digital. Di mana, perempuan perlu meningkatkan pemanfaatan dari teknologi dan aplikasi digital untuk setiap peluang yang ada.

"Setiap teknologi berpotensi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan pada akhirnya meningkatkan daya saing. Namun, pada kenyataannya, partisipasi perempuan dalam ekonomi digital masih rendah karena kurangnya keterampilan dan literasi digital. Perlu diakui bahwa permasalahan ini berawal dari fakta adanya bias gender yang berdampak terhadap kurangnya motivasi anak perempuan dalam menjadikan sains maupun teknologi menjadi pilihan utama pendidikannya sehingga anak perempuan pun menjadi kurang tertarik pada teknologi digital,” kata Bintang.

Bintang juga menjelaskan, negara dihadapkan pada kebutuhan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di sektor ketahanan digital. Untuk itu, dibutuhkan keterampilan digital agar perempuan bisa menghadapi tantangan pekerjaan yang serba digital di masa yang akan datang.

"Kita harus bekerja sama untuk mempromosikan kepemimpinan perempuan di sektor digital. Caranya dengan pertama, meningkatkan angka tenaga kerja perempuan khususnya di bidang STEM. Kedua, menciptakan lingkungan kerja yang ramah perempuan. Ketiga, mendorong keseteraan gender di segala bidang pembangunan.” terangnya.

Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, Nadiem Makarim dalam sambutannya mengatakan, tidak ada orang, termasuk perempuan yang bisa menyadari potensi mereka saat berada di bawah tekanan seperti kondisi lingkungan dan stigma. Menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi adalah batu loncatan bagi banyak perempuan.

"Selain itu, yang terpenting adalah terciptanya lingkungan yang aman dan kondusif untuk belajar, khususnya bagi perempuan. Oleh karena itu, kami di Kementerian memiliki kebijakan dan fokus untuk memerangi kekerasan seksual atau yang berbasis gender di lingkungan perguruan tinggi.” ungkapnya.

Aman dari berbagai ancaman dalam menempuh jalur pendidikan tidaklah cukup. Kebijakan dan regulasi yang dibuat oleh Kemendikbudristek bertujuan salah satunya untuk memungkinkan lebih banyak perempuan memasuki dunia kerja dengan berbagai keterampilan. Selain itu, semua sektor organisasi perlu meningkatkan inklusivitas untuk menghindari munculnya intoleransi.

“Kemendikbudristek sedang mengembangkan berbagai program untuk mendukung pemberdayaan perempuan. Salah satunya melalui kolaborasi antara sektor bisnis dan perguruan tinggi dengan melibatkan perempuan. Namun kebijakan saja tidak cukup. Kita harus mengupayakan agar perempuan mendapatkan akses yang lebih besar terhadap sumber daya, mendapatkan agensi untuk mengambil keputusan, serta memperoleh perlindungan dari pendidik dan orang tua," jelas Nadiem lebih jauh.

Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Mira Tayyiba menambahkan bahwa sudah merupakan tanggung jawab kita bersama untuk mengatasi bias dan ketidaksetaraan gender serta memastikan akses yang sama bagi perempuan dalam pasar tenaga kerja dan bisnis. Melalui forum DEWG (Digital Economy Working Group) sebagai salah satu aliansi G20 Presidensi Indonesia, kami berusaha menyederhanakan isu-isu digital ke dalam tiga prioritas utama. Pertama, konektivitas dan pemulihan pasca Covid-19. Kedua, keterampilan dan literasi digital. Ketiga, pengaturan arus penggunaan dan lintas batas aliran data.

“Berkaitan dengan isu kesenjanganan gender sendiri, kami mengidentifikasi bahwa isu pertama dan kedua dari fokus DEWG memiliki keterkaitan yang penting. Konsep ini menyoroti pentingnya konektivitas yang tangguh berdasarkan ketersediaan dan keterjangkauan akses, kesiapan infrastruktur, serta tanggungjawab dan penggunaan konektivitas digital untuk mendukung layanan digital yang inklusif. Kami fokus dalam menjembatani kesenjangan gender digital untuk memastikan perempuan dapat memperoleh kesempatan yang sama di era digital ini.” urainya.

Staff Ahli/Acting Deputi Menteri Bidang Partisipasi Masyarakat, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Indra Gunawan, menyatakan potensi perempuan di dunia kerja dan pasar tenaga kerja semakin terganggu dan tertantang oleh Covid-19. Sebelum pandemi, hambatan posisi perempuan di pasar tenaga kerja adalah kemampuan dalam teknologi baru, terlibat dalam siklus bisnis, dan diakui dalam industri yang didominasi laki-laki atau industri STEM. Masalah-masalah ini tetap relevan selama Covid-19, tetapi dengan masalah tambahan termasuk beban ganda pekerjaan perawatan yang tidak dibayar dan dimensi fisik pekerjaan yang mempengaruhi cara perempuan untuk masuk dalam sektor ini.

"Pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk mendorong pengarusutamaan gender dalam semua aspek pembangunan di semua lapisan masyarakat. Pembangunan diarahkan pada peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam berbagai bidang terutama di bidang STEM dan kemampuan digital, penurunan jumlah tindakan kekerasan dan eksploitasi, dan menghilangkan diskriminasi kepada perempuan, termasuk untuk perempuan yang berada di dunia kerja. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan bersama dalam mencapai kesetaraan gender, kita harus mengatasi konstruksi sosial yang telah berkembang di masyarakat seperti stigmatisasi dan stereotip, yang menimbulkan tidak setaranya antara kekuatan laki-laki maupun perempuan dalam aspek-aspek tertentu di masyarakat. Untuk itu, pemberdayaan perempuan untuk mencapai kesetaraan gender sangatlah penting.” pesannya.

Chair G20 EMPOWER, Yessie D Yosetya dalam sambutannya menyampaikan, sebagai salah satu aliansi atau working group dari G20 untuk pemberdayaan dan representasi kemajuan ekonomi perempuan, G20 EMPOWER bertujuan mempercepat kepemimpinan dan pemberdayaan perempuan di sektor swasta. Diskusi kali ini fokus dalam mempromosikan poin terkait bagaimana membangun dan meningkatkan ketahanan dan keterampilan digital perempuan di publik, khususnya di tengah lingkungan kerja untuk menjadi rekomendasi utama pada KTT MCWE (Ministerial Conference for Women's Empowerment) bulan Agustus mendatang di Bali.

“Nantinya, di hadapan para Menteri Pemberdayaan Perempuan dari seluruh negara anggota G20, kami ingin menunjukkan komitmen berkelanjutan dari G20 EMPOWER dalam membawa rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti sebagai bagian dari working group G20 Presidensi Indonesia”, jelas Yessie lebih jauh.

Kemajuan perempuan pada lapangan pekerjaan sektor digital di masa yang akan datang terhambat oleh dua tantangan utama, masing-masing terkait pendidikan dan lingkungan. Terkait Pendidikan, yaitu kurangnya keterwakilan perempuan di STEM (Science, Technology, Engineering, Math), kurangnya keterampilan digital, dan keterbatasan akses terhadap mentor dan inkubator. Sementara itu, tantangan yang terkait terkait lingkungan, berupa infrastruktur digital yang tidak memadai, kurangnya contoh nyata, minimnya sumber pendanaan untuk mendatangkan peralatan digital, dan keterbatasan akses untuk memasuki lingkungan kerja digital.

"Latar belakang munculnya tantangan ini adalah prasangka dan bias sosial, kurangnya kepercayaan diri, dan tanggung jawab yang tidak setara. Oleh karena itu, kami meyakini bahwa dukungan dari pihak swasta, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya sangat dibutuhkan untuk membantu perempuan mencapai kesiapan digital," jelas Yessie.

Co-Chair G20 EMPOWER, Rinawati Prihatiningsih menjelaskan, side event ketiga ini mengangkat tema terkait masa depan pekerja perempuan, termasuk akselerasi, peluang, hingga tantangan apa yang dihadapi perempuan di dunia kerja maupun bisnis. Pertemuan ketiga ini sekaligus bertujuan memberikan pandangan mengenai bagaimana sektor swasta dan pemerintah dapat meningkatkan posisinya untuk mendukung, mempercepat, dan meminimalkan tantangan terkait posisi perempuan di dunia kerja khususnya pasca-Covid.

Terdapat dua topik utama yang dibahas pada side event ini, yaitu mengenai bagaimana meminimalkan kesenjangan gender dalam pemanfaatan digital, dan mengenai pemberdayaan perempuan dalam ekonomi di masa depan. Pada pertemuan dengan sesi pembahasan tema mengenai bagaimana meminimalkan kesenjangan gender dalam pemanfaatan digital, dirangkum pembelajaran dan praktik terbaik tentang bagaimana sektor swasta dan pemerintah dapat mendukung meminimalkan kesenjangan gender digital di tempat kerja dan bisnis.

“Sesi ini juga menggali program, kebijakan, dan intervensi negara-negara anggota G20 yang mendukung implementasi akses teknologi digital terkait kebijakan dan program dalam peningkatan keterampilan yang mengakui relevansi G20 EMPOWER terkait dengan masalah prioritas yang akan dilaksanakan ke depannya,” lanjut Rina.

Pertemuan ketiga yang digelar secara hybrid ini dihadiri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Bintang Puspayoga, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, Nadiem Makarim, Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Mira Tayyiba, Sherpa, working group G20, engagement group G20 yang mengangkat isu-isu perempuan, advocate G20 EMPOWER dari negara anggota G20, organisasi internasional, serta para ahli.