MEDAN - Ecoxyztem Venture Builder menggelar Climate Innovation League (CIL), sebuah program kolaborasi yang diprakarsai Ecoxyztem, bekerja sama dengan Delegasi Uni Eropa (UE) untuk Indonesia dan Values 20 (V20), menghelat roadshow di Gelanggang Mahasiswa, Universitas Sumatera Utara (USU), Jumat (1/7/2022) kemarin.

 

Event ini bertujuan untuk menghubungkan sektor pendidikan tinggi, pengusaha, sektor swasta, dan pemerintah untuk mengembangkan ide bisnis yang layak dan terukur untuk mengatasi tantangan iklim di Indonesia.

Program ini sendiri didukung oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Friedrich Naumann Foundation (FNF) Indonesia, dan Greeneration Foundation. Climate Innovation League bekerja sama dengan Indonesia Circular Economy Forum (ICEF) dan Value 20 (V20) Summit.

Jonathan Davy (Chief Executive Officer, Ecoxyztem) mengatakan, latar belakang kegiatan ini berawal dari dunia sedang mengalami krisis iklim global, tidak terkecuali Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia telah mengambil beberapa langkah strategis baik dari pemerintah maupun dunia usaha. Salah satu fokusnya adalah mendorong pertumbuhan industri hijau dan fokus pada komitmen pendanaan dalam upaya mitigasi dampak perubahan iklim.

"Hal ini juga sejalan dengan semakin meratanya akses teknologi digital di Indonesia yang diprediksi akan mempercepat pertumbuhan ekonomi digital, khususnya bagi para startup di berbagai sektor," sebut Jonathan dikutip dari akun Youtube Ecoxyztem, Sabtu (2/7/2022).

Melihat tantangan dan peluang tersebut, Ecoxyztem, Delegasi Uni Eropa (UE) untuk Indonesia, dan Values 20 (V20) berkolaborasi untuk menumbuhkan lebih banyak inovasi dari talenta muda yang memiliki kemampuan, kompetensi, dan keterampilan ecopreneurship untuk dapat mewujudkan solusi yang memecahkan tantangan iklim melalui bisnis berkelanjutan melalui Liga Inovasi Iklim 2022.

Program ini akan memberikan pengalaman langsung kepada tim terpilih dari 15 universitas dan 10 perusahaan rintisan tahap awal di Indonesia untuk mendapatkan akses ke kumpulan pakar dan dukungan yang luas serta mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan solusi dan mengeksplorasi potensi kolaborasi dengan industri di Indonesia Circular Economy Forum (ICEF) dan V20 Summit.

"Berkaitan dengan ini kami percaya bahwa startup dapat menjadi katalis agar pertumbuhan hijau dapat berjalan dan menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif, baik nasional maupun internasional serta meningkatkan ke pasar ekspor, rantai nilai internasional dan juga meningkatkan daya saing bisnis dan kualitas hidup secara bersamaan," ujarnya.

Ecoxyztem, sambung dia, juga berkomitmen untuk membantu inovasi terpilih melalui kick-start grants dengan total USD 11.000 dan potensi investasi hingga USD 100.000 bagi inovasi yang terpilih.

"Melihat perkembangan startup di Medan dan Sumatera Utara secara umum, saya berharap mahasiswa binaan Universitas Sumatera Utara serta komunitas startup founder di Medan, dapat turut berkompetisi dan berpartisipasi dalam program bersama ini," harapnya.

Di tempat yang sama, Josua Sitepu (Chief Creative Officer, Litecon) turut mengajak rekan rekan mahasiswa USU agar memiliki inovasi startup ke depan yang berkaitan dengan isu lingkungan, seperti yag dilakukannya bersama CEO Litecon, Iwan Tirta dalam mengembangkan bata ringan yang menggunakan limbah batu bara.

Josua mengatakan, Litecon ini berawal dari orangtua founder Litecon yang merupakan seorang pengusaha batu bata. Akan tetapi, founder Litecon tidak merasa puas, kalau hanya cuma meneruskan usaha dari orangtuanya saja.

"Kalau buat batu bata, kita perlu lahan yang luas, dan juga kita merusak lingkungan. Kenapa? karena tanaman itu bakalan dihancurkan, kemudian pembakarannya juga mengerikan, kemudian founder kita pergi ke Tiongkok untuk melakukan study banding. Nah, orang Tiongkok itu menggunakan limbah batu bara sebagai sebagai campuran bata ringan dan diketahui juga lebih efisien," terangnya.

"Tahun 2017 kita sudah buat PT, tapi PT ini diakuisisi, sehingga tahun 2018 kita buat PT baru lagi yang namanya SCI (PT. Sentra Cipta Inovasi), kemudian sempat berhenti beroperasi beberapa kali semasa 2020-2021 karena pandemi. Di tahun 2022 ini, kita kembali hadir dengan komposisi yang lebih baik," urainya.

Jos juga mengajak masyarakat untuk memakai produk bata ringan dari Litecon. Sebab, bata ringan ini lebih murah 30 persen dibanding kompetitornya.

"Bata ringan ini bisnis yang mulai dikembangkan, tapi di Pulau Jawa. Kalau di Medan, baru ada dua, salah satunya kita. Kalau kompetitor kita tidak menggunakan limbah sebagai bahan baku, mereka asli pakai semen dengan pasir silika. Kita dari batu bara, sehingga bisa menjual lebih murah, 30 persen dibanding kompetitor kita. Kemudian, 8 kali lebih besar dibanding batu bata. Jadi, kalau batu bata ditumpuk dengan ukuran litecon, dia 3 kali lebih ringan daripada batu bata tadi, dia sepertiga beratnya dari batu bata dan tentunya lebih mudah dipasang," ungkapnya.

Jos menjelaskan, selain mudah dalam pemasangan dan lebih cepat, Litecon yang batanya lebih ringan dibanding dengan batu bata, tentu lebih kuat ketika ada getaran terjadi.

Untuk itu, Jos juga mengajak para mahasiswa agar tampil berani melangkah untuk berinovasi menjadi startup musa khususnya di bidang lingkungan dan jangan takut atau mudah ditakuti takuti.

Tak jauh berbeda dengan Josua, Abdul Latif Wahid (Chief Executive Officer, Kepul) juga menekuni startup di bidang lingkungan seperti inovasi jual beli sampah yang dapat didaur ulang.

Di Medan sendiri, Abdul Latif sendiri menargetkan pada tahun ini akan hadir di 21 kecamatan dan akan ada 1.000 gerai kepul.

"Berharap semua yang kepul lakukan hari ini bisa menciptakan impact yang baik untuk masyarakat dan memberikan kemudahan. Buat teman teman yang ingin menjual sampahnya, sekarang gampang banget. Kepul ini aplikasi botot Medan, aplikasi botot online. Kalau kita jemput sampah ke rumah rumah, kafe, rumah sakit, hotel, kantor, sekolah," ujar Abdul.

Hingga saat ini, jelas Abdul, pihaknya mampu mengumpul sebanyak 100 ton sampah setiap bulannya.

"Hari ini kita akan ambil sampah di manapun, yang penting itu sampah anorganik dan kita hari ini sudah mengumpulkan 1 bulannya 100 ton sampah di Kota Medan. Semoga kepul bisa membawa perubahan bagi Indonesia dan menciptakan Indonesia bebas sampah secepat mungkin," harapnya.

Abdul menerangkan, Kepul merupakan sebuah inovasi dalam upaya optimalisasi jual beli sampah yang dapat didaur ulang. Aplikasi ini digunakan oleh masyarakat yang ingin menjual sampah kepada para pengepul, mereka yang bermata pencaharian dengan membeli sampah dari masyarakat untuk kemudian dijual kembali kepada pengepul besar, ataupun pabrik daur ulang sampah. Di kepul, masyarakat bisa menjual lebih dari 60 jenis sampah sampah organik dan non-organik.