MEDAN - Hari Keluarga yang diperingati setiap tanggal 29 Juni adalah moment untuk mengevalusi peran keluarga menjadi tempat yang paling aman dan nyaman bagi para penghuninya. Keluarga adalah sebuah negara kecil yang menjadi tolok ukur dalam bernegara dalam arti luas. Tidak sedikit kasus kekerasan justru terjadi di keluarga yang pelakunya adalah orang terdekat. Peran kedua orangtua, Ayah dan Ibu harus menjadi pilar bagi suksesnya sebuah keluarga dalam memberikan perlindungan. Termasuk dalam pemenuhan hak dasar mereka, yakni identitas, kesehatan, pendidikan dan tumbuh kembang. Namun hingga kini hak dasar tersebut masih sering diabaikan. 
 
Yayasan Pusaka Indonesia mencatat, Pelaku kekerasan justru banyak dilakukan di dalam keluarga. Dan kekerasan dalam keluarga sulit terdeteksi sehingga kekerasan demi kekerasan akan berlangsung lama dialami anak.
 
Direktur YPI Kristina Perangin Angin SE, mengatakan Undang Undang Perlundungan Anak dan Undang Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga harus terus digaungkan agar masyarakat ikut melakukan pengawasan.
 
"Kita menghargai perhatian pemerintah dengan banyaknya undang-undang dan peraturan yang dilahirkan pemerintah. Dan yang terbaru RUU Kesejahteraan Ibu dan anak (KIA). Tetapi peraturan harus diiringi dengan penegakan, tanpa itu semua hanya sebuah slogan," ujar Kristina.
 
Stunting dan Perlindungan Anak
 
Hal lain yang menjadi perhatian YPI adalah persoalan stunting anak. Stunting anak tak hanya disebabkan oleh gizi, tetapi juga dampak dan prilaku orang tua, salah satunya merokok di rumah. Banyak anak yang terpapar asap rokok dari orangtua. Padahal rokok juga bisa menyebabkan stunting pada anak.
 
Elisabet Koordinator Program Tobacco Control mengatakan Data Survei Status Gizi Indonesia yang dirilis kementrian kesehatan baru baru ini menyebutkan angka stunting di Sumut mencapai 25,8%. Tertinggi di Kabupaten Mandailing Natal 47,7%, Padanglawas 42% dan Pakpak Bharat 40%. 
 
Ia menambahkan Kasus stunting anak juga terdapat di Kota Medan berjumlah 550 tersebar dihampir seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Medan Baru
 
"Ayah atau Ibu merokok di dalam rumah, itu sama halnya dengan memberikan racun pada anak. Anak sudah terpapar sejak janin, ditambah lagi dengan asupan gizi yang tidak terpenuhi. Artinya hak dasar kesehatan dan tumbuh kembang anak sudah terganggu sejak ia masih dalam kandungan," ujar Elisabeth.
 
Untuk itu YPI meminta pemerintah memberikan edukasi kepada keluarga, melalui simpul PKK, hingga ke tingkat kelurahan dan RT, untuk menyerukan "Stop merokok di dalam rumah".
 
Elisabet juga menambahkan, jika Indonesia serius menjadikan Indonesia bebas dari stunting anak, maka pemerintah juga harus serius menegakan 7 kawasan tanpa rokok, yakni di sarana pendidikan, kesehatan, transportasi, tempat bermain, tempat umum, rumah ibadah dan tempat kerja. Ini akan menyelamatkan generasi. 
 
Pusaka Indonesia berharap bisa bersinergi dengan pemerintah untuk menekan angka stunting pada anak. Dan keluarga adalah tempat yang paling utama untuk di selamatkan. (*)