SIBOLGA - Pengadilan Negeri (PN) Sibolga menggelar sidang kedua kasus penganiayaan terhadap seorang perawat yang bertugas di RSU FL Tobing Sibolga, Senin (11/4/2022).

Sidang kedua kasus penganiayaan Novi Imran Pasaribu yang terjadi pada 6 Agustus 2021 yang lalu mendaptkan dukungan moril dari Ketua Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi Sumatera Utara (DPW PPNI Sumut) Mahsur Al Hazkiyani.

"Sebagai organisasi profesi perawat, diminta atau tidak PPNI Sumatera Utara wajib memberikan perlindungan dan advokasi hukum kepada setiap anggota kita yang bermasalah. Maka itu, sejak menerima laporan, bahwasanya ada salah seorang anggota yang dianiaya kita dari PPNI Sumut langsung berkoordinasi ke PPNI Sibolga untuk melakukan upaya hukum demi mendapatkan keadilan terhadap anggota," ucap Mahsur Al Hazkiyani usai menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Sibolga

Bukan hanya itu saja, kata Mahsur Al Hazkiyani yang turut didampingi Ketua PPNI Tapteng Flora Nurhasanah, Ketua PPNI Paluta Erwinsyah Surbakti, dan Sekretaris PPNI Sibolga Iwan Sianturi, mengukapkan rasa kekecewaannya dengan terdakwa yang hanya satu orang saja.

“Kita sangat kecewa dengan hasil persidangan hari ini, dimana berdasarkan keterangan sesama rekan perawat, aksi pengeroyokan dilakukan sekitar 5 orang, dinyatakan terdakwa hanya 1 orang, padahal seharusnya ada 5 orang. Kami tidak tahu kenapa terdakwanya cuma 1 orang,” kata Mahsur kepada wartawan.

Masih katanya, peristiwa ini juga telah mengundang keprihatinan banyak pihak seperti Ketua Perhimpunan Dokter Umum Cabang Sumatra Utara, dr Rudi Sambas juga mendukung upaya hukum yang kami lakukan. Kuat dugaan, bahwa keluarga korban menganggap seolah-olah Covid-19 ini menguntungkan bagi para perawat. Padahal perawat tidak diuntungkan, hanya melaksanakan tugas profesi dengan sebaik-baiknya sesuai dengan etika dan sumpah profesi.

“Saya sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan pihak keluarga pasien yang tegah memukuli anggota kami (Novi Imran). Ini tentunya sangat melukai hati kami. Bukan hanya perawat di Kota Sibolga, tapi saya yakin kalau perawat seluruh Indonesia dan dunia tahu, pasti akan sangat kecewa dan tidak akan bisa menerima kenyataan seperti ini,” kata Mahsur.

Pasca kejadian tersebut, lanjutnya, ada pihak keluarga pasien yang meminta alamat korban untuk melakukan upaya perdamaian. Namun yang bersangkutan tak kunjung datang.

“Seharusnya, masyarakat memahami beratnya tugas perawat sebagai garda terdepan, terutama di pemulasaran jenazah Covid-19. Tidak semestinya melakukan pengeroyokan terhadap perawat, terhadap Novi Imran Pasaribu, anggota PPNI Sibolga yang juga perawat pemulasaran jenazah Covid-19 di RSUD FL Tobing Sibolga," terangnya

Di kesenpatan tersebut, Redyanto Sidi, didampingi Novri Andi Akbar dan Syaifullah dari DPW Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Sumut selaku kuasa hukum korban menegaskan, perawat itu harus dilindungi secara hukum.

“Terima kasih kepada majelis hakim telah mengungkap fakta bahwa kasus ini adalah pengeroyokan terhadap korban. Dan yang mengeroyok itu jumlahnya 4 sampai 5 orang. Kami juga meminta majelis hakim dapat memerintahkan jaksa untuk memanggil seseorang yang disebutkan dalam fakta persidangan bahwa orang itu disebut-sebut datang untuk membantu mediasi supaya perkara ini berdamai dengan klien kami,” kata Redyanto.

Pihaknya juga meminta kepada jaksa dapat mengakomodir dalam tuntutannya bahwa ini adalah kasus penganiayaan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam pasal 351 junto 170 KUHPidana.

“Kalau kita mendengar keterangan terdakwa, bahwa hanya dia yang melakukan pemukulan, saya yakin ini tidak sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya. Dalam tanda petik, saya yakin dia sudah pasang badan dan menetapkan hati untuk itu,” ujarnya.

Sementara Novi Imran Pasaribu yang menjadi korban pengeroyokan berharap agar pelakunya dihukum dan pelaku lainnya diungkap juga, sehingga ada efek jera agar tidak terjadi lagi kasus kekerasan terhadap perawat.

“Sebagai pelayan masyarakat, kami bukan untuk dipukuli. Saat kejadian itu lebih dari 4 orang yang memukuli saya. Waktu itu saya hanya berupaya mengelak dari pukulan dengan menutupi wajah saya,” ungkapnya.*