LHOKSEUMAWE – Ekonomi Aceh Utara diyakini akan menggeliat seiring akan dilakukan komersialisasi eks lahan PT AAF yang dibeli PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) beberapa waktu lalu.

Lahan yang diperkirakan seluas 124 hektar berada dijalur strategis yakni tidak begitu jauh dari Bandara Malikussaleh, begitu juga dengan pelabuhan khusus maupun umum Aceh Utara serta lintasan jalan nasional Medan – Banda Aceh dan selat malaka yang merupakan salah satu transportasi laut terpadat didunia.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Keuangan dan Umum PT PIM Rochan Syamsul Hadi, pada acara Media Gathering di Hotel Parkside, Kota Dingin Takengon, Aceh Tengah kepada sejumlah sejumlah media wilayah kerja Aceh Utara dan Lhokseumawe. Acara Media Gathering tersebut berlangsung selama dua hari Rabu – Kamis (30 – 31/3/2022).

Dipaparkannya, beberapa dekade lalu Aceh Utara dan Lhokseumawe sempat mendapat julukan sebagai kota petro dollar yang terletak di ujung pulau Sumatera itu, betapa tidak sejumlah obyek vital nasional skala besar beroperasi dikedua daerah tersebut, namun seiring perjalanan waktu bahan baku gas yang dikelola oleh Exxon Mobil menjadi bahan baku utama sejumlah pabrik besar seperti PT Arun NGL Co, PT KKA, PT AAF, PT Aromatic, menipis, pabrik-pabrik tersebut terpaksa menghentikan operasional alias mati.

“Namun kita tetap berharap agar kejayaan Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe menjadi kawasan petro dollar bisa diwujudkan kembali seiring dengan dilakukan komersiliasi lahan eks PT AAF yang telah di beli oleh PIM, apalagi letaknya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun, menjadi harapan besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi kedua daerah itu,” ungkap Rochan Syamsul Hadi, Kamis (31/3/2022).

Hanya saja, tambah Rochan Syamsul Hadi, kemitraan dengan pihak media terus ditingkatkan, pasalnya pemberitaan dari para awak media bisa mempengaruhi terhadap kehadiran investor yang bakal masuk ke Aceh. “Pastinya berita yang disajikan bisa membantu menarik investor masuk ke Aceh terutama ke Aceh Utara dan Lhokseumawe yang menjadi salah satu lokasi KEK Arun,” katanya.

Sementara itu Ketua PWI Aceh Nasir Nurdin menegaskan karya jurnalistik yang akan disampaikan dan dikonsumsi oleh masyarakat harus tetap berpegang teguh terhadap kaidah jurnalistik. “Tetap mematuhi rambu-rambu yang telah ada seperti UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dan juga kode etik jurnalistik, sehingga karya jurnalistik benar-benar berkualitas dan bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.