KABANJAHE - Masa pandemi Covid-19, perkara di Pengadilan Agama Kabanjahe mengalami lonjakan signifikan. Kenaikannya, hampir mencapai 200 persen dari total perkara.

Di mana perkara pernikahan anak usia atau dispensasi perkawinan di Karo yang paling signifikan peningkatananya hingga mencapai mencapai 500%, dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.

"Dimasa pandemi dua tahun terakhir ini perkara di Pengadilan Agama Kabanjahe ini melonjak, biasanya cuma 100 ini sudah hampir 300, kelipatannya hampir 200 persen," Kata Sri Armaini Ketua Pengadilan Agama (PA) Kabanjahe.

Yang membuat lebih menarik ialah bukan hanya perkara perceraian dan gugatan harta gono-gini yang mengalami kenaikan, namun perkara pernikahan usia anak atau dispensasi perkawinan yang melonjak sangat signifikan.

Sri Armaini menjelaskan bahwa usia 19 tahun menjadi batas minimal untuk mendapatkan persetujuan dari Kantor Urusan Agama (KUA) dalam pelaksanaan pernikahan. Sementara itu jika terjadi pengajuan pernikahan bagi anak dibawah batas usia yang telah ditentukan, KUA akan menyerahkan kasus tersebut ke Pengadilan Agama.

Perkara dispensasi kawin melonjak hingga 500 persen. Menurut Sri Armaini sebelum pandemi perkara tersebut hanya berkisar 10, namun saat ini mencapai 50 perkara.

"Perkara Dispensasi Kawin yang ada di PA Kabanjahe ini yang lonjakannya mendominasi, dua tahun lalu sebelum pandemi perkaranya dibawah 10 namun kini mencapai 50 perkara jadi ada lonjakan sebesar 500 persen," Jelas Sri Armaini.

Wanita berhijab tersebut mengaku kewalahan membendung lonjakan angka kasus dispensasi kawin, meski pihaknya telah membuat MOU kepada Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Karo. Kesepakatan tersebut bertujuan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk menekan angka pernikahan usia anak dibawah 19 tahun.

Ia menjelaskan hal itu terjadi akibat angka putus sekolah yang melonjak signifikan di Kabupaten Karo. Menurutnya selama pandemi anak-anak tidak tertarik meneruskan pendidikan formal sehingga mengambil keputusan untuk melakukan pernikahan. Selain itu banyak juga yang memilih ikut bekerja dengan orang tua atau memilih bekerja serabutan.

Tambahnya lagi sistem pembelajaran Luring dan Daring mempersulit masyarakat ekonomi rendah untuk mendapatkan akses pendidikan. Menurutnya sistem pembelajaran online membutuhkan fasilitas khusus berupa android dan internet yang tidak semua kalangan masyarakat mampu mendapatkan akses tersebut terutama masyarakat ekonomi rendah dan masyarakat yang berada di daerah sulit akses internet.

Hal tersebut menjadi tampak wajar, sebab Kabupaten Karo merupakan wilayah perbukitan yang akses internetnya tidak merata, ditambah masyarakat Karo yang masih mengalami ketimpangan ekonomi. Sehingga bagi masyarakat minim akses tersebut memilih untuk putus sekolah.

Meski begitu perkara dispensasi kawin tersebut tidak semuanya mendapat persetujuan dari pengadilan. Perlu pertimbangan lebih mendalam dari segi kebaikan dan mudaratnya.

"Tidak semuanya kita putuskan mendapat dispensasi, karena harus kita pertimbangkan lebih dalam lagi," ujarnya.

Sementara itu untuk kasus perceraian banyak terjadi di masa pandemi dikarenakan faktor ekonomi. Banyak sektor lapangan kerja yang terkena imbasnya, mulai dari hilangnya pekerjaan, menurunnya pendapatan dan matinya sektor wirausaha.

Hal itu sejalan dengan meningkatnya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga, kriminalitas dan perselingkuhan yang mendorong terjadinya perceraian di Kabupaten Karo.

"Untuk masalah gugat cerai yang diajukan oleh istri didominasi oleh faktor ekonomi," pungkasnya.