JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso menyebutkan larangan OJK kepada perusahaan industri jasa keuangan untuk memfasilitasi transaksi jual beli aset kripto sudah sesuai dengan UU Perbankan. Di dalam beleid itu ada larangan perbankan untuk melakukan transaksi saham dan komoditas.

Wimboh mengatakan, jasa keuangan tanah air mengatur dana-dana jangka pendek masyarakat. Adapun produk perbankan diatur dalam UU Perbankan. Larangan tersebut selaras dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Di dalam UU tersebut dijelaskan kegiatan apa saja yang boleh dilakukan oleh bank umum.

Mengacu pada ketentuan tersebut, bank umum dilarang untuk melakukan penjualan atau transaksi di luar kegiatan perbankan, seperti penjualan saham ataupun komoditas. Aset kripto sendiri di Indonesia dikategorikan sebagai komoditas.

"Jelas dalam UU mana yang boleh dan mana yang tidak. Perbankan jelas tidak boleh jual-beli aset dan kripto adalah aset," jelas Wimboh kepada CNBC, Senin (7/3/2022).

Menurut Wimboh, kripto pun bukan komoditas. Pun sebagai mata uang di mana mata uang resmi di Indonesia adalah rupiah.

"Pasar modal juga tidak memperdagangkan kripto, karena di pasar modal yang diperdagangkan jelas saham dan surat berharga," tegas Wimboh.

Namun, Wimboh pun tidak melarang jika masyarakat ingin membeli kripto. Namun, lanjut dia, kripto tidak memiliki underlying dan hanya berupa virtual. Adapun keuntungannya hanya berasal dari selisih harga jual-beli yang bergantung dengan supply and demand.

"Perbankan Indonesia tidak boleh melakukan hal yang spekulatif karena harus melindungi nasabah. Di luar negeri, bank yang menjual kripto boleh jadi adalah bank investasi yang memiliki sumber-sumber dana jangka panjang," kata Wimboh.

Wimboh juga mengatakan kalau di beberapa negara, kripto di bawah naungan platform pasar khusus yang diawasi secara khusus.*