JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan sawit bukan tanaman hutan. Sampai saat ini pun tak ada rencana merevisi peraturan-peraturan terkait sawit.

"Dari berbagai peraturan, nilai historis, kajian akademik, wacana umum dan praktik, sawit jelas bukan termasuk tanaman hutan dan pemerintah belum ada rencana untuk merevisi berbagai peraturan tersebut," kata Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) KLHK, Agus Justianto dalam keterangan tertulisnya, seperti dikutip Selasa (8/2/2022)

Agus menyatakan sawit juga tak masuk sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Hal itu mengacu pada Peraturan Menteri LHK P.23/2021.

Pihaknya saat ini justru tengah fokus menyelesaikan berbagai persoalan yang telah terjadi sejak beberapa dekade lalu imbas perkebunan sawit.

Menurut Agus, praktik kebun sawit yang ekspansif, monokulture, dan nonprosedural di dalam kawasan hutan telah menimbulkan beragam masalah hukum, ekologis, hidrologis dan sosial.

"Mengingat hutan memiliki fungsi ekologis yang tidak tergantikan, dan kebun sawit telah mendapatkan ruang tumbuhnya sendiri, maka saat ini belum menjadi pilihan untuk memasukkan sawit sebagai jenis tanaman hutan ataupun untuk kegiatan rehabilitasi," ujarnya.

Lebih lanjut, Agus menyatakan pihaknya akan menyelesaikan persoalan perkebunan sawit yang berada di dalam kawasan hutan dengan mekanisme keterlanjuran. Mekanisme itu diatur dalam Undang Undang Cipta Kerja.

Ia berkata salah satunya melalui regulasi jangka benah sebagai upaya memulihkan fungsi kebun sawit rakyat monokultur menjadi kebun sawit campur dengan teknik agroforestry tertentu.

"Disertai dengan komitmen kelembagaan dengan para pihak," katanya.

164 Rumah Sakit Rujukan Covid-19 Jatim Kembali Diaktifkan
Agus menjelaskan Permen LHK Nomor 8 dan 9 Tahun 2021 telah memuat regulasi terkait jangka benah, yaitu kegiatan menanam tanaman pohon kehutanan di sela tanaman kelapa sawit.

Adapun jenis tanaman pokok kehutanan untuk Hutan Lindung dan Hutan Konservasi harus berupa pohon penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan dapat berupa pohon berkayu dan tidak boleh ditebang.

"Dalam peraturan ini diberlakukan larangan menanam sawit baru dan setelah selesai satu daur, maka lahan tersebut wajib kembali diserahkan kepada negara. Untuk kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan Hutan Produksi diatur diperbolehkan satu daur selama 25 tahun," ujarnya.

"Sedangkan yang berada di Hutan Lindung atau Hutan Konservasi hanya dibolehkan 1 daur selama 15 tahun sejak masa tanam dan akan dibongkar kemudian ditanami pohon setelah jangka benah berakhir," katanya.*

Sebelumnya, IPB dan organisasi profesi petani kelapa sawit di bawah binaan Kementerian Pertanian, Apkasindo tengah menyusun naskah akademik untuk menjadikan sawit sebagai tanaman hutan.

Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Yanto Santoso menyimpulkan bahwa sawit bukan penyebab deforestasi, sehingga patut dimasukkan ke dalam kategori tanaman hutan.*