JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia (RI) disebut tengah menimbang untuk membuat rancangan undang-undang yang dapat memaksa raksasa teknologi seperti Facebook dan Google untuk memberi pendapatan yang lebih adil kepada media online. Langkah ini disebut terinspirasi oleh undang-undang baru Australia. Sebelumnya, UU di Australia mengharuskan kedua raksasa teknologi itu untuk membayar konten kepada media online.

Menurut Ketua asosiasi media siber Indonesia (AMSI), Weenseslaus Manggut tujuan dibuat RUU ini adalah untuk memastikan pendapatan yang lebih adil yang menghasilkan berita 'jurnalisme yang baik'. Weenseslaus sendiri terlibat dalam penyusunan RUU itu.

Ia menyebut algoritma para perusahaan raksasa teknologi itu memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan media online. Sebab, pendapatan iklan dipengaruhi lalu lintas pengguna media online yang biasanya didapat dari seberapa menonjol sebuah artikel muncul di pencarian Google atau di feed berita Facebook.

Draf undang-undang tersebut belum masuk ke parlemen. Saat ini, draf tersebut masih dalam proses pembahasan antara perusahaan media dan perusahaan teknologi.

"Di bawah ekosistem saat ini, clickbait lebih menguntungkan. Sulit untuk menjaga integritas jurnalisme dalam ekosistem ini," kata Weenseslaus kepada Reuters.

Facebook dan Google belum menanggapi permintaan komentar atas RUU tersebut.

Usman Kansong dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), mengatakan RUU itu dapat memastikan pendapatan yang lebih baik untuk organisasi media yang "berkualitas" tetapi tidak jelas apakah itu akan menjadi undang-undang yang berdiri sendiri, atau dimasukkan ke dalam undang-undang yang ada, seperti dikutip Reuters.

Undang-undang media daring di Australia sejak Maret mengharuskan Facebook dan Google Alphabet untuk bernegosiasi dengan media Australia untuk konten yang mengarahkan lalu lintas dan iklan ke situs web mereka.

Ross Tapsell, seorang dosen media di Australian National University, mengatakan RUU itu akan lebih menguntungkan bagi pemain industri yang besar dan punya koneksi politik.

"Pada akhirnya yang menjadi perhatian adalah perusahaan media independen yang lebih kecil - yang misinya adalah jurnalisme kepentingan publik - mungkin tidak mendapat manfaat dari pengaturan ini,"katanya.

Menurut Pakar Periklanan dan Direktur Pelaksana Agensi Wavemaker Indonesia, Amir Suherlan, sekitar setengah dari pendapatan iklan digital Indonesia masuk ke Facebook dan Google.*