MEDAN - Lembaga Kajian Kebijakan Publik (LKKP) Keadilan menuding Pemerintah melanggar amanat konstitusi yakni Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Tudingan itu disampaikan Sekjen LKKP-Keadilan, Achmad Riza Siregar menjawab sejumlah wartawan terkait persoalan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 2 di Provinsi Sumut yang meciderai rasa keadilan rakyat, termasuk di antaranya pensiunan perusahaan plat merah tersebut.

Bahkan menurut Riza, kezoliman itu semakin tampak pada pembangunan mega proyek Kota Deli Megapolitan oleh PT Ciputra yang mengintimidasi rakyat di antaranya pensiunan PTPN 2 dan penunggu di lahan eks HGU Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kebun Helvetia dan sekitarnya.

"Apalagi, berdasarkan data dan informasi yang diterima dari keluarga para pensiunan PTPN 2 Kebun Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, pihak PTPN 2 telah bertindak sewenang-wenang dengan mengabaikan rasa keadilan demi pemilik modal, yaitu Grup Ciputra," ujar Achmad Riza Siregar, Sabtu (20/11/2021).

Dalam kaitan inilah, Riza menjelaskan, pemerintah melanggar amanat konstitusi yang tertuang dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

"Hak warga negara tercantum pada Alenia ke-4 Pembukaan UUD 1945. Sedangkan hak dan kewajiban warga negara tercantum pada Pasal 26 sampai 34. Pada Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 jelas menyebutkan tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Itu satu di antara yang diamanatkan oleh konstitusi," jelas Riza.

Dalam hal ini juga menurutnya, Pemerintah sudah melanggar konstitusi seiring dengan pengabaian hak-hak rakyat antara lain para pensiun PTPN 2 Kebun Helvetia.

"Padahal cita-cita pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Semangat untuk mewujudkan masa depan tersebut merupakan amanah dari mukadimah UUD 1945 alinea ke-4 juncto Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 UUD 1945. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut memiliki arti yang sangat luas," tuturnya.

Kemudian dari pada itu, Riza menyebutkan, pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.

"Nah, pembangunan perumahan ditujukan agar seluruh rakyat Indonesia menempati rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. Itu tujuannya. Kita sepakat dengan itu. Lalu mengapa, negara berdiam diri ketika rakyat, dalam hal ini para pensiunan PTPN 2 Kebun Helvetia diintimidasi dan dirampas hak-hak dasarnya itu demi kepentingan pengembang. Ini sudah melanggar amanah dari mukadimah UUD 1945 alinea ke-4 juncto Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 UUD 1945," sebutnya.

Terkait persoalan pensiunan PTPN 2 Kebun Helvetia yang diusik kenyamanannya demi kepentingan pengembang, Riza menegaskan untuk pemerintah Provinsi agar segera menuntaskannya. 

"Kami yakin dan percaya pemerintah Provinsi dapat menyelesaikannya dengan arif dan bijaksana tanpa merugikan pihak manapun. Namun jika tidak, kita akan membawa persoalan ini ke tingkat nasional yakni ke Presiden, DPRRI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan Ombudsman RI serta pihak terkait lainnya," tegas Riza.

Sebelumnya, akibat terus adanya dugaan intimidasi dan ancaman digusur oleh pihak PTPN II, pensiunan karyawan dan keluarga kembali menggelar demonstrasi.

Demonstrasi tersebut digelar para pensiunan dan keluarganya di Jalan Petempuran Dusun I, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Senin (15/11/2021).

Apalagi, pihak pensiunan dan keluarga terus diminta untuk mengosongkan rumah yang sudah puluhan tahun ditempati.

Dalam aksinya, para pensiunan dari rumah yang selama ini ditempati berjalan dengan membentang spanduk dan pengeras suara mendatangi proyek Kota Deli Megapolitan yang telah diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi dan Bupati Deliserdang, Ansari Tambunan pada  Selasa (9/3/2021) yang lalu.

"Atas kekecewaan kami kepada beberapa pihak intansi terkait atas dugaan keterlibatan pembagunan proyek Kota Deli Megapolitan, kami pensiunan dan keluarga melakukan aksi untuk jangan ada keberpihakan mereka. Sebab lahan ini atau rumah kami tempati kami yakinkan adalah lahan eks HGU, namun karena adanya kepentingan proyek, eks HGU disalahgunakan," ujar Masidi kepada sejumlah wartawan ketika menggelar aksi.

Bahkan Masidi bersama Nurhayati Sihombing, Halimah dan Ramadhani saat melakukan aksi mereka bersama keluarga juga menambahkan bahwa meminta pihak aparat kepolisian dan pihak TNI juga pemerintahan terkait, agar menindak oknum-oknum yang diduga terlibat dan menyalahgunakan kewenangannya dan harapannya TNI Polri secara kelembagaan berpihak ke pensiunan.

"Harapan kami, Gubernur Sumatera Utara memberi perlindungan kepada pensiunan dan tidak ada kepentingan pribadi dari lahan eks HGU yang seharusnya ada hak para pensiunan," jelas Masidi.

Sementara itu, kuasa hukum keluarga pensiunan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan melalui Kepala Divisi Sumber Daya Alam (SDA), Muhammad Alinapiah Matondang mengungkapkan, bahwa demi perumahan mewah kaum konglomerat, oknum-oknum para pejabat dan korporat kerap bekerja sama untuk merenggut hak-hak masyarakat kecil.

"Lahan di Dusun I Desa Helvetia, Labuhan Deli, Deliserdang yang saat ini masih ditempati oleh pensiunan adalah sudah eks atau bekas Hak Guna Usaha (HGU), serta diperkuat adanya surat DPRD Deliserdang yang ditandatangani oleh Ketua DPRD Deliserdang, Zakky Shahri yang dibuat pada tanggal 13 Oktober 2021 dengan No.593/2496 prihal Permintaan Peta HGU No.111 kepada Kepala Kantor Pertanahan Kab. Deli Serdang," katanya.

Ali juga menjelaskan bahwa berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) para pensiunan mempunyai hak atas rumah dinas tersebut sepanjang Santunan Hari Tua (SHT) yang merupakan hak normatifnya belum diperoleh.

Upaya penggusuran paksa ini juga berpotensi timbulnya kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak keluarga pensiunan.

"Bahwa sudah jelas lagi, sesuai dengan Rekomendasi Panitia B Plus, Surat dari Menteri BUMN, Dahlan Iskan pada tanggal 30 September 2014 No.S-567/MBU/09/2014 prihal Penyelesaian Permasalahan Areal Lahan HGU Diperpanjang seluas 56.341,85 Ha dan Lahan HGU Yang Tidak Diperpanjang seluas 5.873,06 Ha serta Aset berupa Bangunan Rumah Dinas Milik PT Perkebunan Nusantara II (Persero) ditujukan ke Direksi PT Perkebunan Nusantara II (Pesero) Tanjung Morawa, Medan," jelas Ali.

Bahwa, sebut Ali di dalam isi surat Menteri BUMN tersebut berdasarkan rekomendasi Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) bahwa Rumah dinas di HGU yang diperpanjang maupun yang tidak diperpanjang bahwa dijual kepada penghuni sah atau penawaran umum.

"Maka kami minta Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dan juga PTPN II, agar melek mata dan jangan mingkem dalam kasus eks HGU ini harus mendahulukan kepentingan para pensiunan ketimbang kepentingan bisnis semata bahwa sudah jelas lahan eks HGU sebesar 5.873 Ha di situ ada haknya para pensiunan dan jangan mengambil hak mereka," sebutnya.