JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mencatat konflik agraria di Indonesia paling banyak dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta dan Sumatera Utara.

Beberapa konflik agraria yang dilaporkan di antaranya klaim penguasaan lahan, pencemaran lingkungan, pemanfaatan hutan tak berkelanjutan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem dan lingkungan.

"Dalam statistik aduan yang masuk ke Komnas HAM, yang terbesar adalah aduan konflik agraria. Jumlah aduan tertinggi di DKI Jakarta, dan kedua adalah Sumatera Utara," kata Ahmad dalam webinar, Kamis (21/10).

Namun Ahmad tak menuturkan lebih lanjut kasus agraria yang banyak dilaporkan di DKI Jakarta dan Sumatera Utara.

Ia hanya mengaku turut mengkhawatirkan masalah agraria di Indonesia sebab tanah dan ruang hidup juga merupakan salah satu instrumen pemenuhan hak asasi manusia. Menurutnya, konflik agraria juga berdampak pada terhambatnya pemenuhan HAM di suatu kelompok masyarakat.

"Ini menyangkut hak asasi manusia dan jumlah aduan terbesar di Komnas HAM mengenai persoalan agraria," tuturnya.

Konflik atas tanah yang baru-baru ini terjadi di Ibu Kota seperti sengketa lahan Pertamina yang berujung pada penggusuran warga di Gang Buntu, Pancoran, Jakarta Selatan. Kisruh agraria juga terjadi di pulau reklamasi yang sedang dibangun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Selain polemik itu, masalah agraria lainnya yang pernah terjadi di DKI di antaranya konflik Pulau Pari di Kepulauan Seribu yang sempat menyita perhatian publik pada 2018 lalu.

Sementara di Sumatera Utara, peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus menjadi perbincangan. Terbaru, karhutla terjadi pada Agustus yang membakar puluhan hektar lahan di sekitar Danau Toba.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat konflik agraria yang terjadi selama lima tahun kepemimpinan Jokowi 2015-2020 mencapai 2.291 kasus tersebar di seluruh Indonesia.

Berdasarkan catatan KPA, dalam periode 2015-2020, sektor perkebunan menjadi penyumbang konflik tertinggi, yaitu 851 kasus. Diikuti sektor properti 519, kehutanan 169, pertanian 147, pertambangan 141, pesisir dan pulau-pulau kecil 63 serta, pembangunan infrastruktur 30, dan fasilitas militer 21.

Kemiskinan

Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Supriyanto mengatakan konflik agraria di Indonesia berkontribusi pada angka kemiskinan.

Dia menyebut sebelum tahun 2015, catatan KLHK menyebut proporsi pemanfaatan hutan oleh korporasi sebesar 96 persen, hanya 4 persen hutan yang dikelola langsung oleh masyarakat sekitar atau masyarakat adat.

"Hal ini mengakibatkan ketidakadilan akses bagi 25.856 desa di sekitar atau di dalam kawasan hutan. Akibatnya 37,6 persen masyarakat itu hidup di bawah angka kemiskinan," ujar Bambang dalam webinar serupa.

KLHK juga mencatat beberapa temuan dalam konflik agraria yang biasa terjadi. Ada tiga klaster permasalahan yang umum ditemui, di antaranya tumpang tindih lahan hutan dengan kebun kelapa sawit yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU), konflik karena keberadaan pemukiman dalam area permohonan baru area perhutanan sosial, dan klaim penguasaan lahan perorangan dengan atau tanpa sertifikat kepemilikan.

"Seluruh permasalahan ini menjadi perhatian kami. Permasalahan-permasalahan tersebut juga sudah dinormakan penyelesaiannya dalam Peraturan Menteri LHK," ucap Bambang.

Selain itu, Bambang juga menyebutkan beberapa capaian penegakan hukum dalam konflik agraria sepanjang 2015-2021 sebanyak 5.968 penanganan pengaduan, 1.767 pengawasan perusahaan, 2.081 sanksi administrasi, 193 kesepakatan di luar pengadilan, dan 29 gugatan perusahaan perdata.

Selain itu khusus terkait pencemaran lingkungan telah ditangani dengan melakukan pengawasan ke sebanyak 1.509 perusahaan, 1.110 perusahaan telah diberikan sanksi administrasi, 32 kasus terpidana, 100 kasus sedang difasilitasi oleh polisi dan kejaksaan, 152 kesepakatan di luar pengadilan, dan 1 gugatan perdata.

"Saat ini ada beberapa kasus agraria yang sedang ditangani sekitar 1.170 kasus," pungkasnya.*