SIAPA yang tidak kenal dengan sate kerang. Makanan yang terbuat dari daging kerang yang dipotong kecil-kecil dan ditusuk dengan lidi daun kelapa ini sangat digemari masyarakat Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Tidak hanya sebagai cemilan, makanan yang enak dan gurih ini juga dijadikan sebagai lauk saat bersantap makanan. Berbeda dengan sate jenis lainnya yang dimasak dengan menggunakan bara api, sate kerang khas Sibolga Tapanuli Tengah ini dimasak dengan menggunakan santan kelapa yang dikombinasikan dengan bumbu penyedap lainnya.

Untuk mendapatkannya sangatlah mudah. Tidak hanya di kedai makanan dan minuman saja, namun tetap ada menjelang akhir pekan dan hari besar lainnya seperti, Hari Raya Idul Fitri serta perayaan hari kemerdekaan yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus, pedagang sate kerang keliling banyak ditemukan di lokasi-lokasi wisata di Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah. Dengan selembar uang kertas pecahan Rp 10 ribu, kita bisa mendapatkan sate kerang sebanyak 10 tusuk. Artinya, satu tusuk sate kerang dibanderol dengan harga Rp 1.000.

Namun dua tahun terahir ini, sosok pedagang sate kerang keliling tak terlihat lagi di lokasi-lokasi wisata yang ada di Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah. Penurunan jumlah pengunjung dan penutupan objek-objek wisata akibat pandemi Covid-19, menjadi biang kerok hilangnya seyum sumringah para pedagang kerang keliling.

Benar adanya, pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan. Serangan virus corona ini telah membawa dampak multisektoral termasuk sektor sosial dan ekonomi. Niat tulus anak-anak usia remaja yang ingin membantu otangtuanya dalam menutupi biaya hidup sehari-hari dengan menjajakan sate kerang, musnah seiring dengan sepinya objek-objek wisata. Padahal, banyaknya wisatawan menjadi faktor utama omset penjualan sate kerang keliling.

Harapan akan berlalunya pandemi Covid-19 menjadi momen yang sangat dinanti. Aksi pedagang kerang keliling dengan nampan di atas kepala berjalan santai di bibir pantai yang selama ini akrab dipandang mata, menjadi hal yang sangat langka. Senyum dan tawa dari pedagang-pedagang cilik ini tidak pernah lagi ditemukan.

Pantai Indah Pandan, Pantai Kalangan, Pantai Binasi, objek wisata Anggar, Pantai Ujung Sibolga (Pajus), Pantai Kuta Mela, dan Pantai Kade Tigo Barus, menahan rindu kumandang senandung anak pantai yang biasanya keluar dari bibir mungil pedagang sate kerang keliling. Kini, pedagang-pedagang cilik ini lebih banyak berdiam diri di rumah. Sembari menjalankan protokol kesehatan 5M, mereka berharap datangnya kucuran bantuan pemerintah hanya sekadar dapat bertahan hidup.

Bingung dan tidak tahu, menjadi menu sarapan pagi di saat fajar mulai bersinar. Jika dipaksakan berjualan, akan menjadi blunder. Dipastikan dagangan tidak akan laku akibat pengunjung objek wisata yang sepi, bahkan bisa dikatakan tidak ada sama sekali. Dengan tak lagi berjualan, kebutuhan biaya hidup sehari-hari tak lagi tertutupi. Kehidupan yang terus berjalan membutuhkan biaya yang tidak bisa ditawar-tawar.

HUT RI yang sebentar lagi akan dirayakan, tidak lagi menjadi momen yang dinantikan para pedagang sate kerang keliling. Impian omset penjualan yang lebih besar harus dikubur dalam-dalam. Aksi pengunjung objek wisata yang duduk menikmati sate kerang sembari melepas pandang ke laut lepas, entah kapan terulang lagi.

Pandemi Covid-19 meluluhlantakkan hampir seluruh sendi kehidupan, dari urusan kesehatan, sosial, ekonomi dan pendidikan. Langkah-langkah yang ditawarkan Pemerintah sepertinya belum bisa meredam kasus baru. Dibutuhkan kebijakan yang lebih efektif dan selektif. Pemerintah jangan hanya melihat rakyatnya melalui kaki tangannya saja. Pemerintah harus melihat langsung apa yang sedang terjadi di arus bawah, dan kemudian mencari formula yang tepat untuk mengobatinya.

Kita berharap, momen perayaan HUT RI ke-76 tidak hanya sekadar seremoni pengibaran sang saka merah putih di Jalan Pengangsaan Timur Nomor 36 Jakarta tepat 76 tahun silam. HUT RI ke 76 harus menjadi momentum kelahiran arti merdeka yang sesungguhnya, termasuk merdeka dari cengkeraman virus corona yang telah menjajah bangsa Indonesia dalam dua tahun belakangan.

Pandemi Covid-19 ini telah menyengsarakan rakyat. PHK terjadi di mana-mana. Imbasnya, rakyat yang menderita semakin menderita. Jika mau jujur, kondisi ini sudah lebih parah dari krisis moneter yang terjadi tahun 1997. Dibutuhkan pemikir-pemikir andal untuk keluar dari keadaan ini. Semoga HUT ke-76 tahun RI ini menjadi momentum pemulihan kondisi Indonesia yang sudah porak poranda. Merdeka....merdeka....merdeka.