JAKARTA - Sumbangan Rp 2 triliun dari keluarga pengusaha Akidi Tio makin jauh dari nyata. Hibah itu disebut mendekati bodong.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah melakukan analisis dan pemeriksaan terkait janji donasi Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio. PPATK menyimpulkan bilyet giro Rp 2 triliun itu tidak ada.

"Sampai hari kemarin, kami sudah melakukan analisis dan pemeriksaan, dan dapat disimpulkan bahwa uang yang disebut dalam bilyet giro itu tidak ada," ujar Kepala PPATK Dian Ediana Rae kepada wartawan, Rabu (4/8/2021).

PPATK turun tangan menganalisis bantuan berjumlah fantastis yang tak kunjung dikirim itu. Dian Ediana Rae mengatakan sebenarnya pihaknya tak perlu dilibatkan karena donasi adalah hal yang biasa di Indonesia. Namun ada hal yang membuat PPATK turut curiga. Pertama, donasi ini menjadi kontroversi karena jumlah uangnya yang cukup besar. Selain itu, sosok Akidi Tio terbilang misterius.

"Profil orangnya juga tampaknya tidak dikenal orang. Misalnya tidak masuk ke 10 konglomerat terkaya di Indonesia. Sehingga orang kemudian banyak bertanya-tanya, jadi banyak keraguan. Oleh karena itu, kita (PPATK) harus mengikuti peristiwa ini. Karena tugas PPATK memastikan, kalau ada transaksi yang mencurigakan, kita harus teliti," ucapnya.

Polisi Usut Motif

Wacana sumbangan Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio ini benar-benar menarik perhatian publik. Terlebih setelah bilyet giro senilai Rp 2 triliun itu dinyatakan tidak cukup saldo.

Putri Akidi Tio, Heryanty, memberikan giro Rp 2 triliun itu ke Polda Sumsel pada 29 Juli 2021. Adapun bilyet giro itu jatuh tempo pada 2 Agustus 2021.

Kemudian, penyidik melakukan kliring bersama Heryanty ke bank dengan tujuan mengambil dana Rp 2 triliun itu. Namun pihak bank memberi keterangan bahwa saldo tidak mencukupi.

Polisi mengusut motif Heryanty berjanji memberi bantuan Rp 2 triliun untuk penanganan COVID-19 di Sumatera Selatan (Sumsel).

"Dengan adanya saldo tak mencukupi, tentunya penyidik melakukan penyelidikan terhadap peristiwa ini. Dan kemudian penyidik akan mencari apa motifnya dan apa maksudnya kepada 'yang punya iktikad baik' untuk menyumbang penanganan COVID-19 di Sumatera Selatan ini," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono kepada wartawan, Kamis (5/8/2021).

Mabes Polri sudah menurunkan tim untuk memeriksa Kapolda Sumsel Irjen Eko Indra Heri selaku pihak yang menerima sumbangan secara simbolis beberapa hari yang lalu. Tim yang dikerahkan adalah dari Itwasum Mabes Polri dan dari Paminal Div Propam Polri.

Di sisi lain, Polda Sumsel sudah memeriksa Heryanty bersama keluarga Akidi Tio, termasuk dokter pribadi, Prof Hardi Darmawan.

Kapolda Minta Maaf

Kapolda Sumsel Irjen Eko Indra sudah meminta maaf kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Irjen Eko meminta maaf karena sumbangan jumlah fantastis itu menimbulkan kegaduhan.

"Secara pribadi saya mohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya jelas kepada Bapak Kapolri, pejabat utama Mabes Polri, anggota Polri se-Indonesia, dan masyarakat Sumatera Selatan," kata Eko membuka konferensi pers di Polda Sumsel, Kamis (5/8).

"Kegaduhan yang terjadi ini karena kelemahan saya sebagai individu, sebagai manusia biasa, kami mohon maaf. Ini terjadi karena ketidakhati-hatian saya selaku individu," kata Irjen Eko.

Eko juga menjelaskan awal mula dia kena 'prank' hibah Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio. Eko menyebut mendapat info soal rencana pemberian donasi itu dari Kadis Kesehatan Sumsel.

"Kadiskes bilang mau ada sumbangan dari keluarga Akidi yang disampaikan Prof Hardi," ucapnya.

Eko juga mengaku mengenal keluarga Akidi Tio saat masih bertugas di Aceh Timur. Dia kemudian bertemu dengan perwakilan keluarga Akidi Tio, yakni dokter Hardi Dermawan.

Namun dana yang dijanjikan itu tak kunjung cair meski penyerahan bantuan secara simbolis telah dilakukan pada Senin (26/7). Anak Akidi Tio, Heryanty, yang menjadi perwakilan keluarga saat menyerahkan bantuan kemudian diperiksa polisi.*