PADANGSIDIMPUAN - Anggota DPRD Kota Padangsidimpuan, Imam Gozali Harahap membantah tudingan pencaplokan tanah transmigran seluas 25 hektar terhadap dirinya.

Bantahan itu disampiakan Imam menjawab sejumlah pemberitaan tentang diadukannya ia ke Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara oleh transmigran di Desa Raniate I, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel).

"Saya enggak pernah mencaplok. Enggak tau saya yang mana yang saya caplok," ujar Imam menjawab GoSumut ketika ditemui, Kamis (5/8/2021).

Ketika ditanya dari mana ia memperoleh lahan tersebut, Politisi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ini mengaku membelinya dari mertuanya. Sedangkan mertuanya memiliki lahan itu sejak tahun 1997.

"Saya beli lahan itu dari almarhum mertua saya. Pada saat itu, sekitar tahun 2004-2005 secara bertahap," akunya.

Pertama, lanjut Imam menjelaskan, ia membeli seluas 10 hektar. Kemudian dibelinya lagi dari kerabatnya seluas 10 hektar lagi.

"Kemudian terakhir, 5 hektar lagi saya beli dari kerabat saya juga. Harganya bervariasi. 10 hektar pertama dan kedua saya beli masing-masing seharga Rp 75 juta. Dan yang terakhir saya tak ingat persis antara 25 atau 35 juta. Makanya total seluruhnya 25 hektar," jelasnya.

Imam menegaskan, ia berani membeli lahan tersebut dikarenakan pembeli sebelumnya memiliki dokumen keabsahan atas lahan tersebut.

"Saya berani beli lahan itu karena suratnya ada. Mereka (pemilik sebelumnya) membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ke Negara. Makanya saya berani membeli," tegasnya sembari menunjukkan dokumen yang ia maksudkan.

Kemudian, setelah membeli lahan itu, sebutnya, ia melaporkanya kepada Kepala Desa Raniate I bernama Riswan Aritonang.

"Kemudian pada tahun 2006 terjadi pertikaian terkait lahan tersebut. Mereka (transmigran) ingin menyertifikatkan lahan tersebut. Akan tetapi, saya tidak didata oleh Kepala Desa terkait. Saat itu, Kepala Desa mengaku tidak mendata dirinya sebagai pemilik lahan di kawasan itu karena sakit hati telah memenjarakan warga desa tersebut karena mencuri sawit di lahan itu," sebutnya.

Padahal, Imam menerangakan, dalam notulen rapat di Dinas Transmigrasi Provinsi Sumut, tanggal 28 Mei 2007 menyebutkan ia berhak memiliki sertifikat terkait lahan tersebut.

"Dalam notulen rapat tanggal 28 Mei 2007, salah satu poinnya menyebutkan, bagi yang sudah terlanjur berkebun atau menguasai lahan tersebut tidak boleh diganggu dan harus dimasukkan dalam Program Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM). Tapi nama saya tidak dimasukkan. Makanya saya menggugat," terangnya.

Diungkapkannya, memang benar ia pernah memenjarakan warga desa tersebut karena mencuri sawit di lahan seluas 25 hektar itu.

"Kenapa saya penjarakan, karena dia mencuri. Padahal sebelumnya, saya sudah mengatakan, jangan mencuri. Jika tidak makan lagi atau tak punya beras di rumah, minta sama saya. Jangan mencuri. Itu saya sampaikan. Tetapi omongan saya itu tidak diindahkan oleh warga tersebut. Makanya ketika ia mengulangi perbuatannya mencuri di lahan saya itu, langsung saya laporkan dan ditangkap lalu menjalani hukuman," ungkapnya.

Terkait dilaporkannya ia ke Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumut, Imam Gazali Harahap menuturkan senantiasa siap jika nantinya diklarifikasi terkait laporan itu.

"Saya siap diklarifikasi oleh Ombudsman, terkait laporan di Ombudsman itu," tuturnya.

Sebelumnya, sejumlah warga Desa Rianiate I, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapsel mengadu ke Ombudsman RI Perwakilan Sumut, pada Selasa (3/8/2021).

Arfan Anwar Siregar, salah seorang warga yang melapor ke Ombudsman mengungkapkan, kondisi mereka kini kian terancam setelah Gozali mengklaim telah memenangkan lahan mereka atas dasar putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 116 K/TUN/2011.

Keputusan MA ini dirasa warga tidak adil. Sebab, lahan yang mereka tempati adalah lahan yang diserahkan negara pada mereka peserta transmigrasi. Ada 25 hektar lahan transmigrasi yang dimiliki 25 orang Kepala Keluarga (KK).

Kedatangan warga Rianite I ini ke Ombudsman didampingi Kepala Bidang Ketransmigrasian Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumut Malentina dan Kasi Fasilitasi Penyiapan Lahan Penyelesaian Permasalahan Siswo Purnomo.

Siswo mengatakan warga Desa Rianite I ini merupakan peserta program TSM pada tahun 1996. Secara keseluruhan ada sekitar 4000 hektar lahan transmigrasi di kawasan tersebut.

Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengatakan yang membuat warga risau adalah pasca adanya putusan MA tersebut.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyurati meminta warga mengembalikan sertifikat hak miliknya kepada BPN.

Dalam UU Nomor 15 tahun 1997 tentang ketransmigrasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 tentang pelaksanaan UU Nomor 15 Tahun 1997 diatur lahan peserta transmigrasi adalah bersertifikat hak milik dan tidak boleh diperjualbelikan.

"Karenanya kita akan memproses laporan ini dan memanggil pihak-pihak terkait sebab ini menyangkut keadilan masyarakat," kata Abyadi.