ASAHAN - Umumnya sampah organik adalah bahan bekas atau bahan sisa yang tidak berguna. Namun kali ini di Kabupaten Asahan, sampah organik dijadikan sebagai solusi pakan alternatif unggas dan ikan air tawar dengan larva maggot.

Tentunya hal tersebut sangat baik untuk dikembangkan. Karenanya, Bupati Asahan, H Surya BSc mendukung optimalisasi sampah organik sebagai solusi pakan alternatif unggas dan ikan air tawar dengan larva maggot.

Sebagai bentuk dukungan, Bupati bersama Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Asahan meninjau lokasi pengoperasian Tempat Penampungan Sampah (TPS) 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di Jalan PD Indah, Kelurahan Sei Renggas, Selasa (29/6/2021).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Asahan, Agus Jaka Putra Ginting mengatakan maggot merupakan jenis belatung yang ukurannya lebih besar dan berasal dari lalat. Belatung ini hanya mengonsumsi sampah organik. Kemudian, limbah organik yang bau akan dimakan maggot.

"Maggot nantinya menjadi pakan alternatif yang kaya akan unsur enzim dan berprotein tinggi. Untuk itu maggot yang bernutrisi tinggi ini nantinya diberikan untuk ternak unggas yakni ayam kampung, serta ikan jenis air tawar seperti lele, nila, dan gurame," tuturnya.

Lanjutnya, dengan budidaya maggot, menjadikan ini sebagai teknologi dan solusi menangani limbah organik. Karena itu, program ini bisa menjadi sebuah inovasi dan solusi penanganan sampah yang menjadi momok selama ini.

"Oleh karena itu, teknologi maggot dapat mengubah sampah dari malapetaka menjadi berkah," kata Agus.

Kemudian di tempat yang sama, Muhammad Hamdani selaku Ketua Kelompok Tani Integrasi PAM Asahan yang mengelola TPS 3R tersebut mengatakan hal ini sudah lama viral di daerah Jawa namun beberapa waktu belakangan baru masuk ke Sumatera Utara.

Ia mengatakan hal ini pertama kali di Asahan. Sementara itu, sampah organik yang digunakan yaitu sisa sampah limbah pasar (diantaranya sayuran seperti kol, wortel, terong, serta buah-buahan yang busuk), sampah dari restoran serta kotoran ayam itu sendiri yang nantinya diurai oleh maggot atau larva.

"Sampah satu ton akan habis diurai oleh maggot berjumlah 500 kilogram selama satu malam, dalam hal ini sampah tersebut harus dua kali lipat dari beban maggot tersebut. Sirkulasi udara di dalam TPS juga harus diperhatikan dan sangat memadai. Sistem di dalamnya harus didesain secara terbuka, karena sinar matahari harus masuk kedalam untuk pertumbuhan pupa yang kemudian akan menjadi lalat yang dapat bertelur dan menghasilkan maggot," terangnya.

Sambungnya, maggot atau belatung tersebut nantinya akan dimakan ayam, sebagian untuk makan ayam dan sebagian untuk diindukkan lagi. Sementara itu, total ayam kampung yang dipeliharanya saat ini di tempat tersebut berjumlah sekitar 300 ekor. Sampai saat ini, sudah ada 2 binaan kelompok tani yang digagas oleh Hamdani yaitu di wilayah Mutiara dan Sidodadi.

"Media maggot ini bukan hanya menghasilkan pakan ternak tetapi lebih untuk pengelolaan sampah organik yang dapat pula sebagai pakan maggot. Kelebihannya tentu menghemat biaya pakan sampai 50 persen, sehingga tidak tergantung pakan pabrikan. Selama ini sampah satu ton akan habis diurai oleh maggot berjumlah 500 kilogram selama satu malam," urai Hamdani.

Selanjutnya menurut Surya, hal ini merupakan inovasi yang pertama kali di Asahan dan tentunya harus dikembangkan. Dirinya sangat bangga dan mengapresiasi ide yang dikembangkan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Asahan bekerjasama dengan Kelompok Tani Integrasi PAM Asahan yang mengelola TPS 3R tersebut.

"Saya sangat mengapresiasi dan menganggap ini ide baru yang bisa dibuktikan dan menghasilkan. Program ini dapat dikolaborasikan dengan dinas terkait seperti Dinas Peternakan dan Dinas Pertanian di Kabupaten Asahan. Saya berharap Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Asahan dapat terus memfasilitasi program ini sehingga harapan saya ditahun 2024 Kabupaten Asahan bisa mendapat Piala Adipura. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Asahan tentunya akan terus berupaya agar program ini bisa semakin maju dan berkembang," tegas Surya.