MEDAN - Pakar Kesehatan Masyarakat dari Universitas Sumatera Utara (USU) menilai kasus dugaan penggunaan alat tes antigen bekas di Bandara Kualanamu merusak kepercayaan warga ke sistem kesehatan. Kasus ini dinilai memicu kegaduhan saat pandemi. "Sudah pasti ada (efeknya), karena bahan yang dipakai adalah barang bekas yang semestinya harus dimusnahkan karena bahan sekali pakai," kata pakar FKM USU, Dr Kintoko Rochadi, Kamis (29/4/2021).

Kintoko menilai ada dua masalah yang muncul buntut kasus dugaan tes antigen bekas tersebut. Dari segi kesehatan, katanya, kasus ini sangat membahayakan warga.

"Dari sisi kesehatan. Jelas ini membahayakan. Itu kan disposable, sekali pakai, apabila itu digunakan lebih dari sekali pakai sangat membahayakan. Karena itu harus dimusnahkan," ujar Kintoko.

Dari sisi sosial, katanya, kasus ini dapat menimbulkan kegaduhan. Kepercayaan masyarakat terhadap tes antigen Corona bisa menurun dengan kejadian seperti ini.

"Kedua, dari sisi sosial, ada kemungkinan hal ini bisa menimbulkan kegaduhan di masyarakat terhadap test yang selama ini ataupun yang akan dilakukan. Tingkat kepercayaan masyarakat menjadi menurun dan memunculkan prasangka sosial. Saya melihat ini bukan sekedar oknum, sangat rapi sekali. Saya melihat sudah terencana. Harus ditelusuri lebih lanjut oleh penegak hukum," sebut Kintoko.

Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Sumut, Destanul Aulia, PhD, juga menilai kasus ini merusak kepercayaan warga ke sistem kesehatan. Dosen FKM USU ini mengatakan alat tes antigen Corona merupakan alat sekali pakai dan berbahaya jika digunakan berulang kali.

"Untuk alat medis bahan habis pakai saja, ini pembuangan sudah diatur dengan terutama bahan limbah B3 yaitu dalam PP 101 Tahun 2014 pengelolaan limbah B3," sebut Aulia.

"Jadi efeknya sangat berbahaya bagi keselamatan kesehatan masyarakat yang sehat dan yang sedang menjalankan perawatan. Untuk yang sehat tentunya dapat tertulis dari bahan medis habis pakai yang digunakan kembali karena tidak steril sehingga dapat mengganggu dalam proses pemeriksaan dan diagnosis. Hasil pemeriksaan bisa bias dan keputusan diagnosis tidak tepat sehingga penanganan pengobatan pasien tidak tepat dan jika pada alat ini menempel virus maka akan terjadi wabah dan pandemik," sambungnya.

Aulia menyebut hal ini mengancam kesehatan masyarakat di masa sekarang dan yang akan datang. Kredibilitas sistem kesehatan di Indonesia bakal diragukan.

"Fakta-fakta inilah yang paling membuat saya ragu-ragu untuk mendukung pemberlakuannya satu Health Alert System dan satu Travel Certification Criteria yang berlaku se ASEAN. Kredibilitas sistem kita yang tidak dapat dipercaya. Pelaku itu selain memberikan hasil bohong yang bisa membahayakan banyak orang, juga berpotensi menularkan berbagai penyakit dari satu orang ke orang lain karena menggunakan swab stick bekas. Ini sungguh-sungguh tindak kejahatan," ucap Destanul.

Sebelumnya, penggerebekan tempat tes antigen di Bandara Kualanamu ini dilakukan oleh Polda Sumut pada Selasa (27/4). Lokasi itu diduga menggunakan alat rapid test antigen bekas pakai yang berulang kali dimasukkan ke hidung pasien.

"Iya itu dugaan-dugaan ke arah situ semuanya didalami oleh penyidik. Makanya nanti penyidik secara komprehensif pendalaman baru nanti disampaikan," ujar Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi di Polda Sumut, Medan.

Peralatan bekas itu diduga berupa alat yang dimasukkan ke hidung. Alat itu diduga dicuci atau dibersihkan lagi setelah dipakai untuk digunakan ke pasien berikutnya. Ada enam orang yang ditangkap terkait kasus ini.

Kimia Farma telah buka suara. Mereka berjanji menindak tegas karyawannya jika terbukti bersalah.

"Terkait kasus yang ada, pada dasarnya kami mendukung dan men-support penuh proses pemeriksaan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian terkait dugaan penggunaan bahan medis habis pakai secara ulang," kata Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostik Adil Bulqini kepada wartawan di kantor Angkasa Pura, Kualanamu, Rabu (28/4).